Seorang mahasiswi pun bertanya, "menarik sekali pembahasan tentang bahasa ini, pak. Dan apakah bila seseorang bernyanyi sebuah lagu yang bahasanya berbeda dengan bahasa ibunya sehingga ia tidak memahami liriknya, ia tetap akan terpengaruh dengan apa yang ia ungkapkan?"
Dosen menyukai pertanyaan cerdas dari mahasiswi berambut panjang ini. "Ciri khas bahasa manusia itu kan dapat diterjemahkan ke bahasa manusia yang lainnya. Itu salah satu perbedaan antara bahasa manusia dengan bahasa hewan yang tidak bisa diterjemahkan. Kau tidak bisa menterjemahkan bahasa kucing menjadi bahasa anjing. Tapi tidak demikian dengan bahasa manusia.
Nah, kunci dari berbahasa ini adalah pemahaman. Saat seseorang mengungkapkan apa yang ia pahami. Kemudian ungkapan itu akan kembali lagi padanya seperti proses backfire pada sebuah senjata pistol. Jadi kalau seseorang ga paham dengan apa yang ia katakan, maka ia tidak memasukkan konsep ke dalam kata-katanya. Jadi bahasa yang ia nyanyikan itu tidak akan memengaruhi dirinya."
Mendadak dosen merasakan tengkuknya merinding tidak nyaman. Dan dugaannya benar ketika ia melihat si mahasiswa revolusioner sudah mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
"Ya, silakan."
"Ada yang keliru di sini, pak." katanya dengan yakin. "Tentang bahasa menterjemahkan pikiran yang mengabstrak. Jadi anda ingin mengatakan bahwa saat orang berpikir, ia tidak tahu apa yang dipikirkannya sampai ia berbahasa? Menurutku itu salah. Karena siapapun pasti pernah berpikir dalam hati dan untuk sebuah alasan menahan diri agar tidak berbahasa."
Dosen pun sudah habis kesabaran. Namun ia masih bisa mengendalikan dirinya. "Ya, jadi begini yah. Otak manusia ini sangat kompleks. Apapun bisa dipikirkannya. Bila manusia memikirkan sesuatu, hal itu bagaikan ratusan konsep yang beterbangan dan mengambang dalam sebuah ruang tanpa gravitasi. Dengan mengungkapkan pikirannya, konsep itu akan menjadi matang dan lebih terolah lagi. Jadi bila ucapan seseorang itu begitu sederhana dan melenceng, maka berarti inteligensinya tidak sanggup menangkap apa yang memancar kepadanya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H