Mohon tunggu...
Indigo Holic
Indigo Holic Mohon Tunggu... -

sedang belajar menulis artikel

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mahasiswa Revolusioner: Dosen Vs Mahasiswa

23 Maret 2012   03:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:36 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya sudah. Berhubung ini kelas saya, jadi biarkan saya mengajar. Kalau kamu tertarik untuk menjadi seorang revolusioner, saya tidak akan menentangnya. Tapi tahan dulu, karena saya masih harus mengajar bahan yang tersisa untuk teman-temanmu yang lain." Ujar Pak Dosen yang segera disertai gumaman rendah dan tawa miris dari para mahasiswa lain yang menghadiri kuliahnya.

"Inteligensi adalah kemampuan seseorang untuk memahami sesuatu yang membuatnya tertarik. Prosesnya adalah sadar, kemudian inteligensi bekerja terhadap objek, setelah itu objek jadi dapat dipahami menurut persepsi subjek." ajar Dosen itu lagi.

Kali ini mahasiswa lain bertanya, "pak, kalau begitu tanggapan setiap orang terhadap benda yang sama bisa berbeda-beda dong?"

Dosen menjawab, "seharusnya tidak berbeda. Tapi bila objek yang dimaksud semakin rumit, maka pemahaman setiap pengada bisa bervariasi karena semakin luas yang harus diamati."

Mahasiswa revolusioner itu kembali mengacungkan tangannya. Melihat wajahnya, si Dosen sudah tahu bahwa akan ada gerakan revolusioner lagi di kelasnya. Tapi Dosen masih memberikan kesempatan baginya untuk berbicara.

"Inteligensi itu kan sesuatu yang digunakan untuk belajar, pak, sebuah kecerdasan. Gak logis banget lah kalau inteligensi itu adalah persepsi atau prasangka. Seharusnya inteligensi itu adalah logika." jawabnya penuh percaya diri.

Dosen ingin tertawa sekaligus menangis mendengar tanggapan mahasiswa spesialnya ini. "Ada benarnya. Hubungan antara Inteligensi dan logika itu sejalan. Jadi bila logikamu itu lurus dan benar, kau dapat mempersepsikan sesuatu secara tepat dan benar. Sebaliknya, bila logikamu keliru, kau bisa menyimpulkan sesuatu dengan salah."

"Kalau begitu kenapa anda tidak menyebutkan logika daritadi?"

Dosen menjadi malas untuk melanjutkan menanggapi kritik dari muridnya. "Memang sudah otomatisnya seperti itu. Sudah ya, bisa kita lanjutkan?"

Si mahasiswa revolusioner pun diam dan kelas berlanjut.

"Bahasa adalah kenyataan daripada sebuah pemikiran yang mengabstrak. Pada awalnya pikiran bersifat mentah, dan akhirnya bahasa-lah yang membuat konsep dalam kepala ini menjadi nyata. Jadi apa yang kau katakan sesungguhnya menunjukkan cara pikirmu, dan cara pikirmu menunjukkan siapa dirimu. Dan apa yang anda katakan dapat kembali lagi pada diri anda. Jadi bila anda mengatakan rentetan caci maki, maka itu akan memengaruhi cara pikir anda kembali."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun