Bagi sebagian orang, demo buruh dianggap sebagai sesuatu yang menyebalkan dan pelakunya kadang dikambing-hitamkan sebagai perusak tatanan dunia usaha yang sedang berjalan. Pelakunya terkadang ditunjuk hidung sebagai pihak yang paling bertanggung-jawab terhadap keberlangsungan hidup bagi sebagian buruh lainnya.
Karena demo buruh yang mereka lakukan terkadang berimbas langsung terhadap tutupnya tempat usaha yang selama ini menjadi naungan sang pendemo. Entah karena investor sudah tidak sanggup lagi menahan beban dari tuntutan pendemo, atau karena mereka para investor memindahkan tempat usahanya ke daerah atau bahkan ke negara lainnya dengan upah buruh yang lebih kecil.
Tarik ulur antara pemerintah, para investor dan buruh hingga saat ini terkait dengan sistem pengupahan dan status buruh dalam sebuah perusahaan tentu tak habis-habisnya untuk dibahas. Masing-masing pihak bersikukuh atas kepentingannya masing-masing dan lemahnya pemerintah hingga saat ini  sering dimanfaatkan salah satu pihak dan lebih sering buruh yang terpinggirkan dari pertarungan kepentingan tersebut.
Penulis termasuk dalam bagian dari sekian juta buruh yang pernah pula memasuki fase dimana "demo" terhadap perusahaan harus dilakukan, meskipun tidak masuk kedalam serikat buruh manapun. Tetapi demo yang dilakukan bukanlah demo untuk menghentikan aktifitas perusahaan secara keseluruhan atau demo mogok kerja secara pribadi. Karena demo tetap bisa dijalankan dengan tetap beraktifitas seperti biasa, dan tanpa harus turun ke jalan. Sehingga tidak ada yang dirugikan dari demo yang dilakukan.
Harus disadari bahwa berhasil atau tidaknya demo buruh yang dilakukan saat ini untuk memenuhi tuntutannya terhadap pemerintah dan para investor, akan tetap berimbas bagi sebagian buruh yang tidak melakukan demo. Jika tuntutan berhasil maka seluruh buruh akan menikmati kenaikan upah buruh dan perubahan status buruh didalam perusahaan, itupun jika kemudian investor masih sanggup melanjutkan usahanya.
Karena tidak sedikit perusahaan-perusahan yang kemampuan finansialnya terbatas, sehingga sering terjadi tuntutan buruh yang di akomodir harus memakan "korban" dari rekan buruh lainnya. Akan terjadi efisiensi jumlah buruh demi memenuhi kebutuhan buruh yang masih tetap bekerja di perusahaan tersebut.
Kondisi diatas dialami oleh penulis saat ini. Di satu sisi kondisi perusahaan sedang "kehilangan" pendapatan hingga 50% lebih, sementara beban biaya bulanan tetap. Sementara disisi yang lain buruh berharap ada perubahan upah minimal senilai dengan apa yang telah di tetapkan oleh pemerintah. Tentu, jika buruh tidak dapat memahami kondisi keuangan perusahaan akan terjadi pengurangan teman-teman buruh lainnya demi menaikkan upah buruh yang masih tetap dipertahankan.
Untuk perusahaan-perusahaan yang kondisinya "kembang-kempis", "senin-kamis" seperti itu tentu tidak tepat rasanya untuk masuk dalam pusaran besar arus demo buruh saat ini. Kecuali buruh yang berdemo punya jiwa "raja tega" dan menafikan nasib buruh lainnya. Memahami kondisi perusahaan, meningkatkan kemampuan, menggenjot produktifitas dan efisiensi dalam bekerja adalah hal yang jauh lebih penting untuk dilakukan daripada melakukan demo buruh.
Lain halnya jika perusahaan tersebut punya kemampuan lebih untuk memenuhi tuntutan buruh yang ada, tetapi tidak punya i'tikad baik untuk memenuhinya hanya karena memposisikan buruh bukan sebagai mitranya tetapi hanya sebagai alat untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Barulah demo buruh bisa dilakukan, tentunya dengan demo yang terlokalisir dan tepat sasaran.
Tidak mengganggu aktifitas usahanya lainnya dan memaksimal peran serikat buruh sebagai negosiator buruh secara umum didalam perusahaan dengan mengedepankan kepentingan bersama, bukan kepentingan individu dan kelompok dalam serikat buruh.
Perlu tidaknya demo buruh dikembalikan lagi kepada buruh itu sendiri. Tetapi jangan lupakan bahwa, produktifitas, efisiensi, loyalitas terhadap perusahaan adalah "demo buruh" terbaik yang bisa dilakukan oleh buruh dimanapun tempat kerjanya. Perusahaan akan lebih senang dengan "demo" seperti itu, daripada demo yang mengancam dan mengganggu aktifitas buruh dan masyarakat secara umum. Tentu peran pemerintah sangat diharapkan tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang mampu secara finansial untuk memenuhi tuntutan buruh, tetapi tidak melaksanakannya.Â