Mohon tunggu...
Indigo
Indigo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penyimak persoalan-persoalan sosial & politik,\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dunia Intelijen, Dunia Adu Domba?

9 Februari 2012   00:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:53 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa kata dunia kalau negara tidak mempunyai jaringan intelijen?

Cukup satu kata yang bisa membuat dunia terhenyak, pura-pura terhenyak, ikut-ikutan terhenyak, sengaja terhenyak atau dipaksa terhenyak yaitu “terorisme”. Kata yang cukup ampuh pasca 11 September 2001 untuk melibas lawan-lawan politik terutama untuk negeri uncle Sam.

Cap terorisme dengan penuh “penghargaan yang luar biasa” disematkan kepada negara-negara muslim, kelompok-kelompok pergerakan muslim yang notabene adalah korban dari kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang bisa berwujud menjadi sebuah kebijakan dari badan dunia yang bernama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan olahan tangan “Yahudi” dibalik semua kebijakan yang ada.

Juga cap “teroris” disematkan kepada mereka-mereka yang selama ini getol mengolah energi nuklir sebagai senjata perang seperti Korea Utara dan Pakistan, Iran dan kepada kelompok-kelompok perjuangan atau negara yang selama ini bermusuhan dengan AS dan antek-anteknya.

Intelijenlah dibalik semua kebijakan yang lahir, apakah itu kebijakan yang bisa menjaga keamanan negara atau kebijakan yang bisa mengacak-acak stabilitas negara itu sendiri atau negara lain. Informasi-informasi yang disampaikan cenderung merupakan informasi paranoid, informasi abu-abu, informasi yang cenderung untuk digunakan untuk melindungi kepentingan penguasa yang haus kekuasaan ataupun korup.

Entah itu KGB, CIA, Mossad adalah beberapa contoh jaringan intelijen yang cenderung merugikan kepentingan negara lain, atau kelompok-kelompok dalam negara yang memiliki mainstream berbeda dengan arus kebijakan negara.

Indonesia adalah salah satu negara yang cenderung ikut-ikutan sekaligus dipaksakan untuk mengikuti isu global tentang “terorisme”, bagaikan kerbau yang dicucuk hidungnya, kemanapun tuannya membawa dia akan ikut. Ini tidak terlepas dari peran intelijen yang cenderung dipenuhi manusia-manusia haus darah, hanya sedikit saja mereka-mereka yang masih punya hati dalam menjalankan tugasnya sebagai intelijen dan inipun harus tersingkir atau dianak tirikan.

Lihat saja operasi-operasi intelijen masa lampau seperti kasus Talang Sari-Lampung, kasus Tanjung Priuk, kasus Ambon, Aceh dan daerah-daerah lain. Juga operasi-operasi dalam pemberantasan terorisme. Intelijen kita sepertinya telah terkooptasi oleh kepentingan asing khususnya Amerika Serikat dan sekutunya, apalagi dengan lahirnya “Densus 88″ yang disokong oleh Australia pasca tragedi Bom Bali yang masih meninggalkan tanda-tanya besar karena dugaan “micro nuklir”nya Israel.

Dunia intelijen memang dipenuhi manusia-manusia yang memilki intelegensia diatas rata-rata sekaligus bikin dunia mencekam dengan aksi-aksi tanpa bayangan. Dunia misterius yang bisa melakukan apa saja baik sepengetahuan negara ataupun berdiri sendiri, boleh jadi intelijen bisa menjual negara tanpa harus negara tersebut merasa telah terjual.

Intelijen dan pemerintahan Indonesia seharusnya bisa mengelak untuk ikut arus dunia dalam hal “terorisme” kalau saja masih punya hati nurani. sesungguhnya aksi “terorisme” hanyalah cap yang bisa dilekatkan kepada siapapun yang dikehendaki arus besar dunia khusunya AS dan sekutunya. Layaknya pecandu narkoba, kalaupun aksi terorisme itu betul ada bukan buatan intelijen harusnya ditangani dengan mempelajari akar permasalahannya. Kalau pecandu narkoba adalah korban yang harus di rehabilitasi begitu pula dengan pelaku terorisme. Bukan menghajar pelakunya, tetapi menghajar akar permasalahannya yaitu “ketidak adilan”.

Saya yakin Indonesia tak harus ikut arus besar pemberantasan “terorisme” jika intelijen dan negara bahu-membahu untuk membuat rakyatnya menjadi sejahtera dan hidup dalam keadilan. Kekuatan kebenaran takkan pernah bisa dibendung dengan cara apapun termasuk operasi-operasi intelijen

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun