Menurut informasi, Palang Merah Indonesia (PMI) membutuhkan sekitar 4,3 juta kantong darah. Sementara PMI hanya mampu menyediakan 3,5 juta kantong darah, dan jumlah pendonor darah dalam setahun hanya mencapai 1,3 juta saja.
Keterbatasan persediaan darah di banyak unit transfusi darah yang dimiliki oleh PMI membuat lembaga partner pemerintah ini melakukan langkah jemput bola untuk mendapatkan stok darah guna memenuhi permintaan darah yang kian bertambah.
Membuka gerai-gerai dipusat-pusat keramaian dan tempat-tempat ibadah adalah langkah yang telah diambil oleh pihak PMI, selain dari agenda rutin yang bekerjasama dengan instansi-instansi pemerintahan dan perusahaan-perusahaan swasta dan lembaga-lembaga sosial yang konsen dalam permasalahan ketersediaan darah ini.
Dari beberapa pemberitaan online yang saya baca (tercantum dalam link sumber dibawah tulisan), disana terlihat jelas bahwa ketersediaan darah di unit-unit transfusi darah yang dimiliki oleh PMI rata-rata memiliki stok darah yang sangat mengkhawatirkan.
Bila dalam ketersediaan pangan (krisis) kita bisa berteriak kepada pemerintah dan wakil rakyat kita, agar lahan pertanian ditambah dan hasil yang didapatkan dalam setiap panen bisa dioptimalkan atau dengan melakukan import atas komoditi yang sedang menipis stoknya. Lalu apa yang harus kita lakukan bila kemudian Indonesia mengalami "krisis darah"?, yaitu menipisnya persedian darah di unit-unit transfusi darah milik PMI?
Persoalan krisis darah ini bisa kita atasi bersama, bila kita memiliki kesadaran kolektif untuk menjadi pendonor darah yang aktif maupun pendonor darah pasif. Kita tidak perlu teriak-teriak kepemerintah dan wakil rakyat kita kecuali untuk penyediaan kantong-kantong darah dan alat-alat yang diperlukan untuk mengolah dan menyimpan darah. Karena kita bisa menjadi "lumbung darah" bagi siapa saja yang sedang membutuhkan darah yang kita miliki.
Menjadi pendonor darah aktif yang menyumbangkan darah minimal 250 cc (satu kantong darah) setiap 3 bulan sekali langsung ke unit transfusi darah milik PMI yang terdekat dengan domisili kita atau menjadi pendonor darah pasif yang menyumbangkan darah ketika ada permintaan darah yang mendadak (tentu dengan menghitung waktu donor darah terakhir), bisa menjadi solusi bagi krisis darah yang dialami oleh lembaga resmi yang telah ditunjuk pemerintah seperti PMI.
Masih kecilnya prosentase penduduk Indonesia yang menjadi pendonor darah mungkin lebih disebabkan karena masih minimnya informasi yang sampai kepada mereka akan pentingnya mendonorkan darah. Sehingga berdampak kepada jumlah ketersediaan stok darah yang dibutuhkan. Bila ketersediaan darah tidak memenuhi stok minimal dalam setiap daerah, berarti juga akan membuat semakin banyak pihak yang membutuhkan darah kalang-kabut dalam mencari darah yang diperlukan bagi keluarganya. Terlebih jika PMI sama sekali tidak memiliki stok darah atau pasien yang membutuhkan darah dari kalangan yang tidak mampu dan belum memiliki kartu jaminan kesehatan. Otomatis akan ada biaya yang dikeluarkan oleh keluarga pasien untuk menebus darah yang diambil di PMI ( sebagai pengganti kantong darah).
Keluarga pasien yang membutuhkan transfusi darah dari pihak luar, karena keluarga kebetulan tidak bisa mendonorkan darah karena beberapa sebab tentu akan berusaha mencari informasi kemana saja untuk mendapatkan pendonor darah. Karena belum tentu PMI memiliki stok darah yang dibutuhkan.
Di era telekomunikasi yang canggih seperti saat ini , tentu malalui jejaring sosial seperti twitter dan facebook bisa digunakan untuk mendapatkan pendonor darah, atau bagi pemilik blackberry dengan broadcast messagesnya. Serta melalui jaringan telekomunikasi seperti radio Elshinta (0811806543), kita bisa memberikan informasi akan kebutuhan darah yang mendesak kepada para pendengar radio tersebut.
Mendonorkan darah melalui informasi yang didapatkan dari radio Elshinta adalah pengalaman yang saya alami kemarin (minggu/5/2/2012). Anggota keluarga pasien yang sedang membutuhkan transfusi darah menghubungi radio Elshinta dan mengatakan bahwa keponakannya yang baru berusia 5 bulan (suspect talasemia) masuk rumah sakit Fatmawati-Jakarta Selatan dan sedang mencari pendonor yang bergolongan darah A. Alhamdulilah saya memiliki golongan darah yang dicari tersebut dan melalui informasi yang diberikan oleh radio Elshinta saya mendapatkan nomor kontak keluarga pasien tersebut dan segera menuju Rumah Sakit Fatmawati untuk donor darah.
Kejadian-kejadian seperti yang saya alami tersebut bukan untuk yang pertama kalinya. Dari 3 kali donor darah yang saya lakukan semua didapatkan dari jaringan informasi yang ada, yaitu melalui informasi lumbung darah yang dimiliki oleh rumah saya yang satu ini dan radio Elshinta. Ini menjelaskan bahwa kebutuhan masyarakat akan darah belum mampu disediakan oleh lembaga seperti PMI benar adanya, sehingga banyak yang menggunakan sarana lainnya untuk mendapatkan darah. Apalagi untuk saat-saat yang cukup mendesak bagi pasien yang mengalami kecelakaan lalu-lintas atau pasien ibu-ibu yang sedang dalam proses persalinan.
Tentunya bila kesadaran masyarakat meningkat akan pentingnya menjadi pendonor darah akan sangat membantu keluarga-keluarga pasien yang sedang membutuhkan transfusi darah. Bagi kompasianer tentu sangat diharapkan bisa menjadi garda terdepan sebagai pendonor darah yang aktif, yaitu dengan mendaftarkan diri ke PMI terdekat sebagai anggota pendonor darah, serta menularkan kebiasaan positif ini kepada lingkungan terdekatnya.
Sekantong darah (min 250 cc/ 3 bulan ) yang kita donorkan semoga bisa bermanfaat bagi sesama. Andakah calon pendonor darah selanjutnya?, ditunggu ya kehadirannya di unit transfusi darah PMIÂ :)
sumber gambar & dok. pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H