Sejenak kita menghentikan hujatan terhadap Afriani, dan cobalah untuk membaca dengan hati yang jernih tulisan tangan disebuah surat permintaan maaf yang ia buat.
Jika saat membacanya masih terasa getaran dihati nurani anda, maka bolehlah kita mengganggap isi dalam surat diatas ditulis oleh sang pemilik coretan tangan tersebut dibuat dengan penuh ketulusan hati. Jika tidak, silahkan menyimpulkannya sendiri.
Afriani hanyalah salah satu dari jutaan korban dari penyalah-gunaan NAPZA dan minuman beralkohol yang ada di negeri ini. Setiap menit bahkan detik, muncul satu demi satu pengguna barang-barang terlarang tersebut. Disadari atau tidak oleh kita, cengkeraman bandar narkoba telah mengintai dan menjerat buah hati kita setiap saat.
Penyalah-gunaan narkotika dan minuman beralkohol lebih dahsyat dampaknya bila dibandingkan penyalahgunaan uang negara. Karena bukan hanya harta dan benda yang dihabiskan untuk kesenangan sesat dan sesaat tersebut, juga masa depan dan kelangsungan hidup para penggunanya.
Merusak tatanan sosial, merusak hubungan kekeluargaan dan pastinya merusak syaraf otak dan hati penggunanya. Banyak pihak yang menanggung akibat dari penyalah-gunaan benda-benda haram tersebut. Bukan hanya keluarga saja, tetapi masyarakat dan seluruh elemen yang masih punya kepedulian terhadap dampak yang bisa diakibatkan dari penyalahgunaan tersebut ikut menanggung akibatnya. Afriani adalah salah satu contoh kecil yang telah merepotkan banyak pihak.
Hukuman apakah yang tepat bagi Afriani?, dipenjara dengan hukuman 4-12 tahun bila mengikuti hukum positif kita atau hukuman mati seperti yang disuarakan banyak pihak didunia maya?
Menurut saya dihukum dengan vonis 4-12 tahun penjara tidak cukup efektif untuk memberikan efek jera apalagi sampai bisa meminimalisir peredaran NAPZA dimasyarakat. Apalagi bila kita mendengar bahwa didalam jeruji besi pun peredaran NAPZA masih bisa terjadi dengan bebasnya. Dengan lingkungan penjara yang sedemikian rupa tentu sangat tidak kondusif bagi orang-orang seperti Afriani untuk menguatkan kesungguhan hatinya untuk melakukan taubatan nasuha. Alih-alih ingin bertaubat, penjara bisa menjadi tempat untuk mengasah kemampuan dan meningkatkan status dari pengguna menjadi pengedar bahkan bandar narkotika.
Orang-orang seperti Afriani yang notabene adalah "korban" dari ganasnya pengaruh narkotika, jelas membutuhkan tempat yang kondusif untuk menghilangkan adiksi yang mereka rasakan. Dan penjara bukanlah tempat yang tepat bagi orang-orang seperti Afriani.
Hukuman mati sekalipun hanyalah akan memuaskan rasa keadilan para korban dan masyarakat yang geram akibat ulahnya, tetapi tidak akan memberikan manfaat lebih bagi masyarakat dan keluarga korban. Maka tertawa dengan lebarlah para pengedar dan bandar narkoba dengan putusnya mata rantai yang bisa mengancam keberlangsungan hidup mereka didunia kelam narkotika.
Pusat-pusat rehabilitasi pengguna NAPZA telah banyak dan siap menampung orang-orang seperti Afriani. Dalam kampanye-kampanye yang disuarakan oleh LSM dan BNN pun telah menempatkan orang-orang seperti Afriani dipusat rehabilitasi sebagai tempat yang paling tepat bagi mereka.
Bukankah kita semua menginginkan tragedi Tugu Tani tidak terulang kembali dimasa mendatang?
Bukankah pula kita menghendaki anak cucu kita tidak masuk dalam perangkap dan jeratan narkotika?
Pusat rehabilitasi akan memberikan suasana yang kondusif bagi keinginan tulus Afriani untuk menjalankan taubat nasuhanya. Bila kemudian Afriani bisa dijadikan sebagai Whistle Blower (pengungkap aib) oleh aparat yang berwenang, dalam hal ini lembaga seperti BNN punya konsentrasi yang cukup penuh untuk diandalkan untuk mengungkap siapa saja yang menjadi pengguna disekeliling kehidupannya, akan sangat mungkin terbuka pintu untuk menelusuri siapa pengedar dan bandar narkoba yang menyuplai narkotika yang dipakai oleh Afriani.
Bukankah hal ini akan memberi jawaban yang jauh lebih pasti atas dua pertanyaan diatas?, bila dibandingkan dengan hukuman penjara dan hukuman mati sekalipun.
Tak banyak yang bisa kita perbuat untuk mempersempit peredaran NAPZA dimasyarakat, bila tidak menggunakan orang-orang seperti Afriani untuk dijadikan sebagai whistle blower.
Satu pertanyaan yang cukup menggelitik dari saya untuk anda ,
Bila Afriani tidak mengunakan NAPZA saat melintas di depan Tugu Tani, apakah tragedi tersebut akan terjadi?, dan apakah akan sedahsyat ini hukuman sosial yang diterima olehnya?
sumber gambar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H