Ketika pemimpin tak lagi bisa membedakan antara kepentingan partai dan kepentingan negara, maka suburlah praktek-praktek penyimpangan yang merugikan rakyat.
Kredibilitas macam apa yang dimiliki oleh tipe-tipe pemimpin yang demikan?
Kepentingan partai jelas berbeda dengan kepentingan negara. Konflik kepentingan akan terjadi bila seorang pemimpin negeri memegang jabatan dipartai politik. Presiden, menteri, gubernur, walikota, bupati, dan seterusnya adalah jabatan yang seharusnya steril dari rangkap jabatan dipartai politik pengusungnya.
Kepentingan negara jauh lebih besar dari kepentingan partai politik, seharusnya ketika mereka diamanahi tugas sebagai pemimpin negeri maka berakhirlah pengabdiannya pada partai politik.
Menjadi pemimpin negeri berarti menjadi pemimpin yang “mengayomi” seluruh rakyat tanpa memperdulikan dari partai politik mana mereka berasal.
Tetapi tak banyak pemimpin negeri ini yang mau menanggalkan jabatannya di partai politik. Haus kekuasaan dan ketakutan akan hilangnya pengaruh dalam dunia politik, khususnya dipartai yang menghantarkan ketampuk kekuasaan adalah alasan mereka enggan meninggalkan rangkap jabatan tersebut.
Pada akhirnya hal tersebut akan merugikan kepentingan rakyat yang seharusnya menjadi konsentrasi penuh sang pemimpin. Apalagi jika didalam partai politik tersebut terjadi konflik internal, maka konsentrasinya terbagi antara urusan rakyat dengan kepentingan partainya.
Enggannya pemimpin untuk menanggalkan jabatan dipartai politik bisa menghambat hadirnya kader-kader partai yang bisa diharapkan menjadi pemimpin masa depan bagi negeri ini. Sehingga sangat wajar kita jumpai bahwa negeri ini minim sekali calon-calon pemimpin karena mekanisme kaderisasi yang mandeg dipartai politik.
Orde baru adalah contoh nyata bagaimana kita melihat bahwa selama 32 tahun kepemimpinan negeri ini hanya bertumpu kepada satu orang saja.
Akankah hal tersebut terus terjadi?, dimana para pemimpin kita yang seharusnya mencurahkan segala kemampuan dan perhatiannya untuk rakyat negeri ini secara keseluruhan harus terpecah konsentrasinya karena masih ikut mengurusi dinamika partai politik yang menaunginya dahulu.
sumber gambar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H