Mohon tunggu...
Indigo
Indigo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penyimak persoalan-persoalan sosial & politik,\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Thypus Kok Dibilang Diare, Dok!

6 Januari 2012   12:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:14 5088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13258535671809939888

Ini sebuah pengalaman yang terjadi diawal Desember 2011 lalu. Saya mendatangi sebuah klinik 24 jam didaerah Cilincing-Jakarta Utara, tepat disisi jalan besar. Sudah 2 hari saya mengalami sakit yang tak tertahankan dibagian lambung sehingga berakibat demam tinggi, mual, muntah dan sering buang air besar.

sumber gambar

Pagi hari itu klinik 24 jam tersebut hanya ada seorang laki-laki  petugas administrasi dan seorang perempuan muda berjubah dokter  . Tak perlu menunggu giliran saya bisa dengan segera mendapatkan pelayanan dari sang dokter muda itu. Pertanyaan yang lumrah ditanyakan seorang dokter kepada pasiennya adalah " sakit apa pak?" , saya menjawab "sudah dua hari saya demam tinggi, mual, muntah dan buang air besar" . Lalu saya dipersilahkan untuk naik keatas ranjang pemeriksaan untuk diperiksa lebih lanjut.

Tangan ramah sang dokter segera menuju daerah lambung, mengetuk perlahan beberapa bagian seraya bertanya "sakit pak?", saya menjawab " iya sakit", kemudian sang dokter muda itu meminta saya membuka mulut dan melihat indikasi yang ia cari untuk menentukan hasil diagnosis. Tanpa ditanya oleh dokter tersebut, saya juga menambahkan informasi bahwa saya pernah mengalami sakit Thypus cukup lama saat masih duduk di sekolah dasar (SD), karena saya menduga sakit yang saya derita adalah sakit yang sama yaitu "Thypus".

Usai pemeriksaan saya bertanya kepada sang dokter muda, "dok apa sakit saya?, thypus bukan?" , sang dokter muda pun menjawab "bukan!, cuma diare saja". Saya hanya mengangguk, mengiyakan apa jawaban sang dokter muda tersebut. Setelah mengucapkan terimakasih saya meninggalkan ruangan dokter muda tersebut dan menuju ruang tunggu. Tak berapa lama obat saya terima dan pulang kembali  kerumah sambil menahan demam dan mual.

Obat diare berlabel Imosa Loperamida HCI 2mg, obat mual dan demam saya terima dari klinik 24 jam tersebut dan meminumnya sesuai petunjuk yang ada dalam bungkus obat. Sakit yang saya alami sepertinya lebih sering menemui jam "kritis"nya pada malam hari, sehingga semalaman tidak bisa tidur lelap. Dalam beberapa waktu mual dan muntah serta buang air besar, walaupun tidak ada sama sekali yang terbuang, hanya air dan air saja, silih berganti menghampiri. Berbeda dengan siang harinya, saya bisa tertidur pulas untuk beberapa jam dan jarang mual dan muntah. Tetapi selera makan masih saja tetap rendah, kendati obat dari klinik dokter muda tersebut.

Karena sudah 3 hari terbaring sakit dan tidak ada perubahan yang signifikan atas sakit yang saya derita, saya memberanikan diri untuk pulang kampung. Perjalanan dari Tanjung Priuk Ke Bandar Lampung sengaja saya lakukan pada pagi hari, karena kondisi fisik jauh lebih kuat dibandingkan dimalam hari. Dengan kondisi sakit saya melakukan perjalanan 12 jam dengan harapan saya bisa mendapatkan perawatan lebih intensif dan terjaga bila berada dirumah sendiri.

Perjalanan dari Tanjung Priuk mulai pukul 07.00 pagi, sampai ke Bandar Lampung sudah menjelang malam, sekitar pukul 18.30. Karena fisik masih kuat diajak berjalan, saya melanjutkan menuju tempat praktek dokter yang cukup berumur untuk mendapatkan penanganan kedua, setelah penanganan yang pertama saya rasa kurang meyakinkan.

Sampai di tempat praktek dokter, kebetulan belum ada pasien yang datang selain saya sehingga saya langsung mendapatkan penanganan. Setelah memberikan informasi yang sama seperti yang diinformasikan pada dokter muda di klinik 24 jam di Cilincing serta dilakukan pemeriksaan yang sama pada lambung saya maka sang dokter pun menagatakan bahwa penyakit saya tersebut adalah "thypus!". Saat itu saya juga membawa obat yang diberikan oleh dokter klinik sebelumnya, dari 4 bungkus obat yang ada sang dokter meminta saya untuk tidak meminum lagi 3 bungkus obat yang ada, hanya menyisakan obat untuk diare saja yang boleh tetap diminum bersama obat-obatan yang diberikan olehnya.

Untuk meyakinkan diagnosisnya, sang dokter meminta saya untuk melakukan tes laboratorium dengan memberikan surat rujukan ke Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar Lampung (RSAM-BL). Keesokan harinya saya menuju ke rumah sakit yang dirujuk dokter dan melakukan tes laboratorium. Beberapa miligram darah saya diambil dan diperiksa diruang laboratorium RSAM tersebut. Tepat tengah hari hasilpun didapatkan, saya positif terkena penyakit thypus dan harus beristirahat minimal 2 minggu.Alhamdulillah sejak  berobat ke dokter tersebut, sakit saya berangsur pulih. Tidak ada demam yang melanda dimalam hari, mual, muntah, apalagi sampai keseringan buang air besar. Belum genap 2 minggu saya sudah bisa beraktifitas kembali di Jakarta.

***

Dari pengalaman tersebut saya sempat berfikir bahwa sebaiknya para dokter muda yang minim pengalaman dan masih rendahnya jam terbang sebaiknya tidak dibiarkan sendiri menjalankan praktek, baik di klinik sendiri maupun klinik bersama. Karena kasus-kasus salah diagnosis atau tidak tepat dalam mendiagnosis penyakit pasien bisa saja berakibat fatal dan masuk dalam kasus malpraktek. Harus ada dokter berpengalaman yang mendampingi dokter-dokter muda dalam praktek melayani pasien, sebelum mereka benar-benar bisa diberikan tanggung-jawab penuh untuk menangani pasien.

Agar kejadian yang menimpa saya tidak terulang kembali pada pasien-pasien sang dokter muda selanjutnya. Lha wong sakit thypus kok dibilang diare, piye tho dok....dok...!.

***

Berikut informasi yang saya dapat dari wikipedia tentang penyakit Thypus :

Demam tifoid, atau typhoidadalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi. Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia, dan disebarkan melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh tinja

Gejala Setelah infeksi terjadi akan muncul satu atau beberapa gejala berikut ini:

  • demam tinggi dari 39° sampai 40 °C (103° sampai 104 °F) yang meningkat secara perlahan
  • tubuh menggigil
  • denyut jantung lemah (bradycardia)
  • badan lemah ("weakness")
  • sakit kepala
  • nyeri otot myalgia
  • kehilangan nafsu makan
  • konstipasi
  • sakit perut
  • pada kasus tertentu muncul penyebaran vlek merah muda ("rose spots")

Perawatan Tifus dapat berakibat fatal. Antibiotika, seperti ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam tipoid di negara-negara barat. Bila tak terawat, demam tifoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30% dari kasus yang tidak terawat. Vaksin untuk demam tifoid tersedia dan dianjurkan untuk orang yang melakukan perjalanan ke wilayah penyakit ini biasanya berjangkit (terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin). Semoga bermanfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun