Mohon tunggu...
Indigo
Indigo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penyimak persoalan-persoalan sosial & politik,\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kepolisian Isinya "Oknum" Melulu!

31 Desember 2011   03:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:32 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cukuplah kata “oknum” untuk dijadikan tameng oleh pihak kepolisian dalam menyikapi keluhan masyarakat bila terjadi sesuatu yang berkaitan dengan  institusinya, berkaitan dengan kinerja anggota kepolisian yang ternyata ikut meresahkan masyarakat!.

Tetapi tahukah bahwa sesungguhnya tugas  polisi itu  salah satu pekerjaan yang mulia?, berikut isi undang-undang yang menyatakan bahwa tugas polisi itu mulia:

Sesuai pasal 13 undang undang no 2/2002 tentang kepolisian, tugas polri adalah:

1. Pemelihara Kamtibmas. 2. Penegak hukum 3. Pelindung, pengayom & pelayan masyarakat.

Tidakkah mulia apa yang terkandung dalam butir-butir dalam undang-undang tersebut?. Sebagai penjaga hak-hak sipil khususnya dalam urusan hukum positif, kepolisian maju sebagai garda terdepan untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak sipil yang dilakukan baik oleh sesama sipil atau alat negara sekalipun, dalam hal ini polisi juga TNI atau bahkan pemerintah.

Adapun dalam pelaksanaan tugas sebagai seorang polisi tentu kita tidak dapat menutup mata bahwa ada saja oknum-oknum dari kepolisian yang tega berbuat hal yang justeru melanggar hukum dan tugas-tugas yang diamanahkan dalam undang-undang yang telah saya sebutkan diatas.

Dan berikut salah satu email yang saya dapatkan dari sumber dikepolisian yang menyikapi masalah “oknum” nakal yang ada dikepolisian;

“…………………………………oleh karenaya, itu hanya oknum, bukan semua polisi seperti itu, dimana saja juga ada oknum, krn polisi berhubungan langsung dgn masyarakat saja, & saya yakin, yang ngajarin polisi seperti itu, krn diajari masyarakat, saya harapkan tolong ajari polisi berbuat baik, kalau normanya harus kekantor polisi, di sel/ditahan jangan tawar tawar lagi (ingat, polisi juga manusia), makanya jangan diajari berbuat jelek, ajari polisi berbuat baik, kalau dimasukin sel harus mau, jangan ditawar tawar lagi,….”

Bila melihat isi undang-undang tersebut diatas, maka kita harus akui bahwa memang benar tugas polisi itu mulia, tidak ada yang bisa menyangkalnya pada tataran undang-undang. Lalu bagaimana pada tataran pelaksanaan isi undang-undang tersebut dilapangan?, sampai saat ini harus kita akui bersama bahwa apa yang disebut “mulia” itu masih pada tataran undang-undang saja!.

Lihatlah “ribut-ribut” yang dahulu melanda institusi kepolisian, mantan kabareskrim bapak Susno Duaji yang pernah jadi sorotan media karena aksinya melawan institusinya sendiri, melawan kebobrokan yang mungkin memang diketahuinya dan pernah dialaminya atau malah pernah menjadi salah satu bagian didalamnya?.

Reformasi institusi kepolisian memang tak lain harus dilakukan oleh bagian dari institusi tersebut, yang selama ini mengetahui bagaimana seluk-beluk kebobrokan yang terjadi, dan itu harus dimulai dari otoritas tertinggi, dari pusat birokrasi lembaga kepolisian itu.

Rasanya akan menjadi jadi aneh jika fihak yang tak mengerti hukum seperti masyarakat pada umumnya harus dibebankan tuduhan sebagai “biang kerok” dari kebobrokan kepolisian baik sebagai individu maupun institusinya. Kalaupun masyarakat sering menawarkan jasa damai ketika melanggar aturan hukum seperti peraturan lalu-lintas, maka pihak pertamakali yang harus disalahkan adalah “oknum” polisi tersebut bukan masyarakat, karena yang punya saringan hukum itu ya polisi bukan masyarakat, yang mengerti undang-undang siapa lagi kalau bukan polisi, masyarakat hanya mematuhinya saja jika disosialisasikan sebelumnya dan diingatkan pada saat kejadian untuk tidak mengulanginya?.

Kalau memakai analogi bahwa polisi juga manusia, tentu tidak akan pernah beres-beres reformasi ditubuh kepolisian. Mesti ada yang salah dalam pola rekrutmen dan didikan senior terhadap juniornya, serta pola hirarki yang cenderung disalah gunakan sebagai ajang mencari dan mengejar pangkat dengan perbuatan-perbuatan yang tidak benar.

Sering terlihat polisi-polisi yang baru lulus, khususnya yang bertugas di jalan-raya mengadakan operasi untuk menarik recehan dari pengguna jalan raya yang melanggar peraturan dengan menawarkan aksi damai. Itu yang terlihat dijalan raya, bagaimana ditempat lain?, hal serupa juga terjadi!. Apa yang disebut memberikan setoran itu memang terjadi, kalau tidak ada mana mungkin pusat grosir barang bajakan dan porno di Glodok-Jakarta misalnya, sampai saat ini masih begitu harmonis dengan pos Polisi disebelahnya???????, atau preman-preman pasar dan terminal yang berkedok organisasi massa yang menghentikan para supir-supir angkot untuk dimintai recehan setiap kali masuk dan keluar terminal???, rasanya ini bukan lagi ulah masyarakat!.

Tetapi apa yang terjadi sudah merupakan warisan masa penjajahan yang selalu mengharapakan upeti dari wilayah atau masyarakat yang “dilindunginya”!.

Kita memang harus bersama-sama mematuhi aturan hukum yang berlaku dinegeri, bukan melemparkan tanggung-jawab kepada “oknum”, bukan pula ambil jalan pintas dari masalah hukum yang mendera kita sebagai anggota masyarakat

sumber gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun