Mohon tunggu...
Indigo
Indigo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penyimak persoalan-persoalan sosial & politik,\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Direct Selling, Siasat Menekan Ongkos Politik

26 Maret 2014   21:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:25 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2005 , kota Bandar Lampung menggelar pilkada walikota untuk pertama kalinya. Di saat itulah kemudian program direct selling menjadi santapan sehari-hari ditambah dengan program temu tokoh masyarakat dengan calon walikota yang di usung PKS (saat itu mencalonkan KH. Abdul Hakim, anggota DPR-RI dapil Lampung) dari satu kelurahan ke kelurahan lainnya yang ada di Bandar Lampung. Sang calon walikota pun sempat bermalam di rumah-rumah warga untuk menjaring aspirasi masyarakat.

Di daerah yang berbeda kegiatan direct selling untuk memperkenalkan partai hingga saat ini masih terus berlangsung. Di Jakarta tempat domisili penulis, sempat ada program "Ketuk Sejuta Pintu" pada saat pilkada tahun 2007 lalu.

Tahun 2013 tentu menjadi tahun terberat bagi PKS, semenjak mencuatnya tuduhan penyalah-gunaan wewenang terkait kuota import sapi di kementan. Tetapi sekali lagi program "direct selling" partai menjadi penyelamat sekaligus penjaga konstituen yang selama ini mempercayakan suaranya kepada PKS. Direct selling partai yang dilakukan tentu tidak monoton pada kegiatan pengenalan partai semata, di dalamnya ada program turunan seperti baksos, bantuan  di saat bencana baik secara moril maupun materiil, pelatihan kewira-usahaan, dll.

Kegiatan direct selling semacam itu tentu lebih efektif dan efisien, serta tepat sasaran dan sangat bermanfaat bagi masyarakat secara umum. Karena inti dari kegiatan direct selling tersebut adalah kehadiran seseorang sebagai penggiat partai dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Dalam istilah agama, kegiatan tersebut adalah wujud silaturrahim.

Walaupun cara tersebut diangap murah-meriah dan bisa menekan ongkos politik, tetapi itu tergantung dari kekuatan kader yang di miliki setiap partai dan orientasi dari masing-masing kader ketika bergabung ke partai politik. Tidak  mudah untuk melakukannya bila tidak tertanam jiwa sebagai seorang relawan, bahkan dengan iming-iming uang sekalipun.

Sumber Gambar1, Gambar2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun