Mohon tunggu...
Indigenous Muhammad
Indigenous Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Valar Morghulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Reformasi "Mengobati" Korupsi

31 Desember 2022   17:07 Diperbarui: 31 Desember 2022   17:07 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalangan penegak hukum kerap kali harus ternodai dengan kasus suap dalam proses perizinan usaha pertambangan dan perkebunan yang mengizinkan untuk merampas tanah dari masyarakat adat atau masyarakat setempat serta meringankan hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi..

Makin suburnya praktik korupsi pada masa reformasi tidak lepas dari hubungannya dengan aspek ekonomi dan politik dalam suatu negara. Ekonomi menjadi instrumen utama untuk melihat bagaimana praktik korupsi berjalan pada suatu negara, dimana ekonomi digunakan untuk melihat bagaimana dan dimana korupsi itu terjadi serta melihat dampak dari korupsi itu sendiri. Sedangkan politik sendiri menjadi alat utama bagi oknum koruptor melakukan korupsi dengan memanipulasi kebijakan dan produk produk politik serta memanfaatkan celah konstitusi agar praktik korupsi dapat berjalan lancar. 

Dari sini dapat dilihat bahwa politik berperan penting di dalam praktik korupsi mengingat peran pejabat publik sebagai aktor politik seringkali melibatkan self-interest bersama dengan aktor privat di dalam menyusun kebijakan-kebijakan publik. Hal ini tentu berbahaya karena kepentingan-kepentingan publik akan disusun sedemikian rupa demi memuaskan nafsu ekonomi dari aktor-aktor politik dan juga privat. Pada akhirnya, terjadi pemusatan kekuatan ekonomi dan kepentingan publik tidak akan pernah tercapai sebagaimana mestinya.

Pada akhirnya, penyelesaian korupsi di masa reformasi tidak akan pernah mencapai kata maksimal dan tindak korupsi akan terus terjadi di berbagai tempat. Praktik korupsi merupakan warisan birokrasi patrimonial masyarakat Indonesia yang menjelma menjadi birokrasi nepotisme. Praktik pemberian jabatan atau fasilitas khusus terhadap kerabat marak terjadi dan sudah menjadi hal yang wajar ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Dengan pewajaran seperti itu maka praktik korupsi juga dianggap sebagai sesuatu yang wajar. 

Walaupun telah dibentuk lembaga-lembaga untuk mencegah tindak korupsi seperti Badan Pengawas Keuangan, Inspektorat Jenderal dan alat lainnya, akan tetapi lembaga-lembaga ini masih saja dipenuhi oleh budaya birokrasi patrimonial yang ada. Selain itum masalah hukum dan peraturan perundang-undangan di Indonesia masih memiliki banyak celah hukum. Terdapat kelemahan hukum di Indonesia yang membuat para koruptor menjadi leluasa untuk melakukan tindakan korupsi karena terdapat celah untuk lepas dari jeratan hukum.

Selain itu, terdapat mahar yang mahal dalam penyelenggaraan negara di Indonesia. Penyelenggaraan negara memerlukan kerja sama ekonomi antara politikus dan pihak swasta sebagai salah satu saluran untuk mendistribusi kekayaan negara. Kerja sama tersebut tentu menjadi celah bagi politikus dengan memanfaatkan kekuasaannya dan mengeksploitasi pihak swasta. Kerja sama ini tentu akan dihargai mahal oleh politikus sehingga pihak swasta harus membayar mahar agar perizinan dan proyek pengadaan pemerintah dapat diraih oleh pihak swasta.

Akhir kata  praktik korupsi di Indonesia akan terus tumbuh dengan subur karena banyaknya celah yang diciptakan oleh koruptor itu sendiri. Tidak peduli berapa banyak lembaga pencegahan yang dibentuk oleh pemerintah, korupsi tidak akan pernah habis karena celah-celah tersebut. Masyarakat telah melihat berbagai lembaga anti korupsi di Indonesia justru terjebak dalam kewenangannya dan melakukan tindak pidana korupsi.

Kita tidak bisa hanya menyalahkan koruptor tersebut akan tetapi kita juga harus melihat bagaimana sistem yang membangun lembaga tersebut. Korupsi mungkin akan terjadi ketika para pejabat publik serakah, tetapi mungkin juga terjadi ketika terdapat celah yang dapat dimaksimalkan. Celah tersebut tidak diperbesar oleh Reformasi, akan tetapi disuburkan dan dibiarkan tumbuh mengakar ke berbagai daerah dan lembaga pemerintah. Bak sebuah ember, air yang sebelumnya mengalir deras keluar dari ember melalui satu lubang, menjelma menjadi mengalir deras keluar dari ember dengan ratusan lubang. 

Tentu untuk mengatasinya akan semakin sulit, akan tetapi bukan berarti mustahil. Reformasi yang diharapkan oleh masyarakat menjadi obat dari praktik korupsi yang parah yang terjadi di masa Orde Baru justru berubah menjadi obat yang menguatkan, menumbuhkan dan menyebarkan praktik korupsi di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun