Salah satu pilar utama di dalam penyelenggaraan demokrasi di suatu negara adalah dengan melibatkan langsung masyarakat di dalam penyelenggaraan negara. Salah satu mekanisme yang diyakini dapat melibatkan rakyat dengan adil adalah pemilihan umum yang diadakan secara berkala.Â
Penyelenggaraan pemilu merupakan instrument penting yang dapat menjamin kedaulatan rakyat di dalam suatu negara. Di Indonesia sendiri, pemilihan umum telah diatur oleh UUD 1945 dimana terkandung hak-hak kita sebagai warga negara di dalam penyelenggaraan pemilu.Â
Secara normatif, penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat berjalan sesuai dengan asas yang tercantum di dalam UUD 1945 yaitu Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil.
Partisipasi politik di dalam negara demokrasi menjadi indikator utama sebuah negara untuk mengukur tingkat implementasi penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh masyarakat.Â
Semakin tinggi tingkat partisipasi politik dapat diartikan bahwa masyarakat mengikuti dan memahami kedudukannya di dalam sebuah negara sedangkan rendahnya tingkat partisipasi politik mengartikan bahwa masyarakat apatis dan tidak memahami kedudukannya di dalam sebuah negara.Â
Dari sini dapat diartikan bahwa partisipasi politik masyarakat di dalam pemilihan umum merupakan hal yang sangat vital karena berdampak langsung kepada kualitas demokrasi sebuah negara.
Salah satu kategori pemilih yang kemudian menarik untuk dikaji lebih lanjut yaitu pemilih pemula. Komisi Pemilihan Umum menjelaskan lebih lanjut definisi dari pemilih pemula yaitu warga negara yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya di dalam kegiatan Pemilihan Umum.Â
Jika kita melihat pada data, jumlah pemilih pemula dan muda pada pemilu 2019 mencapai 14 juta jiwa dan tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah. Akan tetapi jumlah pemilih pemula yang ada tidak berbanding lurus dengan partisipasi mereka di dalam politik.
Terdapat beberapa faktor penentu yang mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula di dalam pemilihan umum. Faktor pertama yang menghambat partisipasi politik pemilih pemula yaitu padatnya kegiatan sehari-hari pemilih pemula mengingat sebagian dari mereka merupakan pelajar dan pekerja.Â
Kalangan pekerja dan pelajar yang biasanya memiliki kegiatan yang padat, akan mengesampingkan partisipasinya di dalam politik dimana kegiatan politik itu sendiri dianggap sebagai pengganggu kegiatan utama mereka karena akan menyita waktu yang lebih banyak.Â
Faktor kedua yaitu tingkat pendidikan dan pengalaman mereka yang masih rendah akan membuat pemilih pemula minder di dalam kegiatan politik. Pemilih pemula akan merasa tidak kapabel dan berhak untuk mengikuti kegiatan politik karena persepsi mereka terhadap politik yang menganggap bahwa politik hanya untuk kalangan orang dengan pendidikan tinggi dan sudah berpengalaman di dalam politik.Â
Faktor terakhir yaitu gencarnya media memberitakan politisi yang terlibat korupsi yang membuat masyarakat khususnya pemilih pemula menjadi tidak percaya akan politik. Hal ini kemudian membuat persepsi baru dimana tidak adanya calon maupun politisi yang mampu membawa perubahan bagi Indonesia.
Oleh karena itu diperlukan beberapa strategi untuk meningkatkan partisipasi politik pemilih pemula dengan menyelesaikan faktor-faktor penentu diatas. Di dalam upaya untuk meningkatkan partisipasi politik, pemerintah perlu merangkul komunitas, lembaga dan organisasi terkait untuk memberikan pendidikan politik bagi pemilih pemula.Â
Pendidikan politik yang diberikan juga harus menekankan pentingnya partisipasi politik masyarakat dan kedudukan pemilih pemula di dalam penyelenggaraan negara. Dengan pendidikan politik yang baik dan efektif, diharapkan tingkat partisipasi politik pemilih pemula juga ikut meningkat.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H