Misalnya, dalam hal keberanian, seorang pemimpin yang baik harus mampu menyeimbangkan kedua kualitas tersebut tanpa terlalu gegabah atau terlalu pengecut. Kebahagiaan bagi Aristoteles tidak hanya terbattas pada praktek perilaku kebaikan saja. Menurutnya, perilaku yang tidak baik pun merupakan sesuatu yang dapat membahagiakan manusia
. Namun, menurutnya perilaku demikian adalah perilaku yang berada dalam domain temporary happiness (kebahagiaan sementara). Hal ini disebut sebagai kebahagiaan semu, yang mana kebahagiaan ini hanyalah sifat sementara dan tidak memberikan nuansa kebahagiaan yang sejati menurut Aristoteles.
Lebih lanjut Aristoteles memandang manusia sebagai makhluk sosial yang secara kodrati hidup dalam komunitas politik. Ia berpendapat bahwa pemimpin harus mengutamakan kesejahteraan masyarakat di atas kepentingan pribadi karena kehidupan yang baik hanya dapat dicapai melalui partisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat.Â
Dalam bukunya yang lain, Politik, Aristoteles menegaskan bahwa bangsa yang baik adalah bangsa yang dipimpin oleh individu-individu yang berintegritas, karena merekalah yang paling mampu mengambil keputusan yang menciptakan kesejahteraan bersama. Bagi Aristoteles, kepemimpinan tidak hanya berarti kekuasaan tetapi juga tanggung jawab untuk menciptakan kondisi di mana setiap individu dalam masyarakat dapat berkembang sepenuhnya.Â
Pendekatan kepemimpinan Aristoteles juga mempertimbangkan pentingnya pengetahuan dan kemampuan intelektual. Menurutnya, seorang pemimpin harus memiliki phronesis, atau kebijaksanaan praktis, yang memungkinkan dia mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang kompleks dan seringkali tidak pasti.Â
Hal ini bukan hanya tentang memiliki informasi dan data yang benar, namun juga tentang kemampuan menafsirkan informasi tersebut dengan cara yang etis dan bijaksana.
 Kebijaksanaan praktis inilah yang menjadi landasan utama gaya kepemimpinan Aristoteles, yang memadukan pengetahuan teoritis dengan kemampuan menerapkannya pada situasi dunia nyata. Â
Gaya kepemimpinan Aristoteles juga sangat menekankan pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk membangun karakter seorang pemimpin. Ia percaya bahwa kebajikan tidak datang secara alami, tetapi harus dipupuk melalui kebiasaan dan praktik yang baik.Â
Oleh karena itu, pemimpin yang efektif adalah mereka yang terus berusaha untuk belajar dan meningkatkan serta melayani komunitasnya dengan lebih baik. Pemimpin yang ideal adalah seseorang yang memiliki visi jangka panjang untuk kebaikan bersama, dan tidak hanya memikirkan hasil jangka pendek.Â
What: Apa arti eudaimonia dalam konteks kepemimpinan yang diajarkan oleh Aristoteles?
Dalam konteks kepemimpinan menurut Aristoteles, konsep eudaimonia merujuk pada kebahagiaan atau kesejahteraan tertinggi yang menjadi tujuan utama kehidupan manusia, termasuk dalam peran seorang pemimpin.Â