Mohon tunggu...
Indira Revi
Indira Revi Mohon Tunggu... -

Simple Life...Simple Thought...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menanti Bunga Kibut Mekar Sempurna

8 Januari 2017   17:29 Diperbarui: 10 Januari 2017   07:40 1969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menanti Bunga Kibut Mekar Sempurna

Bagi penikmat bunga,  di perbukitan atau kawasan Sumatera selain dapat menemukan bunga raflesia juga dapat menikmati bunga kibut. Disebut bunga kibut karena warga disekitarnya menyebut demikian, padahal secara umum bunga ini populer dengan nama bunga bangkai, keribut, suweg raksasa atau nama latinnya amorphophallus titanum. Dalam salahsatu tulisan disebutkan  bahwa  penemu pertama bunga bangkai ini adalah Odoardo Beccari pakar botani berkebangsaan Italia pada tahun 1878 di Rejang Lebong Bengkulu, kemudian oleh Giovani Arcaneli diberi nama ilmiah amorphophalus titanum beccari.

Di berbagai belahan dunia diperkirakan terdapat 170 jenis  bunga bangkai sedangkan di Indonesia terdapat 25 jenis yang dapat ditemui diberbagai tempat. Secara fisik tinggi bunga kibut ini dapat  mencapai 2,5-3 meter. Disebut bunga bangkai karena setelah layu bunga ini beraroma bau busuk seperti bau bangkai tikus atau telur busuk sehingga mengundang lalat untuk datang.

Spanduk bunga kibut mekar di desa tebat monok kepahiang
Spanduk bunga kibut mekar di desa tebat monok kepahiang
Di lereng hutan Sumatera khususnya Bengkulu masih cukup banyak bunga endemik, seperti bunga raflesia dan bunga kibut yang mekar diwaktu-waktu tertentu. Memang tidak dapat dipastikan kapan waktunya dan dimana tempat mekarnya bunga ini karena bunga ini termasuk katagori bunga liar, namun demikian terdapat komunitas peduli puspa langka yang secara rutin menginformasikan kapan ada bunga mekar.

Saat melakukan kegiatan traveling ke Rejang Lebong, selama dalam perjalanan sempat kutemui bunga kibut yang akan mekar. Beberapa tempat yang kusinggahi yaitu bunga kibut yang akan mekar di halaman kantor konservasi BKSDA Curup dan di sebuah penangkaran yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat disekitar desa tebat monok Kepahiang.

Tongkol Bunga Kibut menunggu mekar
Tongkol Bunga Kibut menunggu mekar
Wisatawan berswafoto di depan bunga kibut yang belum mekar
Wisatawan berswafoto di depan bunga kibut yang belum mekar
Bunga yang akan mekar sempurna ini mulai banyak dikunjungi wisatawan dan pecinta bunga, baik untuk menikmati atau untuk sekedar swafoto. Bunga bangkai atau bunga kibut ini hanya mekar sekitar 4-5 hari, setelah itu bunga akan layu dan membusuk. Amorphophalus titanum adalah bunga yang sangat khas dan indah, saat mekar bunga ini akan berwarna-warni. Setiap mekar warnanya sangat beragam, seperti merah ataupun jingga  walaupun  berasal dari umbi yang sama.

Di beberapa negara eropa dan amerika bunga amorphophalus titanum atau bunga bangkai ini mekar sempurna sering dijadikan obyek penelitian dan wisata yang menarik bahkan dipamerkan di ajang internasional. Bangsa kita seharusnya bangga mempunyai bunga ikonik yang tumbuh di bumi nusantara ini, khususnya di pulau sumatera, namun sayang kepedulian untuk melestarikan dan mempromosikan bunga endemik ini masih sangat terbatas.

Tunas bunga kibut berukuran 30 cm
Tunas bunga kibut berukuran 30 cm
Pulang traveling sebenarnya aku ingin membawa bibitnya untuk dibawa ke rumah, namun bunga ini selain dilindungi oleh undang-undang tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem, juga bunga ini tidak layak untuk  ditanam dan dipelihara di halaman rumah karena setelah layu baunya cukup menyengat. Andaikan bibit bunga kibut boleh dipelihara atau dibawa pulang dan dapat tumbuh mekar dengan sempurna, suatu ketika kompasianer penikmat bunga ku undang deh mampir ke rumah, sayangnya bunga ini tidak dapat di budi dayakan hehehe...

Sekilas catatan ringan. Salam Wiken. Beyond Blogging!

*foto dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun