Cukup kita belajar dari kasus Yayasan Supersemar, jangan sampai ada Supergareng, Superpetruk, ataupun Superbagong. Kalau BUMN ingin memberi bea siswa untuk mencerdaskan bangsanya, salurkan saja dana melalui institusi publik yang statusnya jelas. Uang kekayaan negara 'sumbangan' dari BUMN, seharusnya dikelola institusi yang jelas dan dapat diperiksa maupun diawasi oleh auditor negara.
Melihat cara dalam mengelola keuangan negara di masa lalu, saya hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala. Kita perlu mencontoh Semar, sebagaimana tokoh dalam pewayangan yang dapat menghibur dan bijak dalam memberi nasehat.
Tangan kirinya selalu menunjuk keatas yang maknanya agar manusia selalu ingat nilai-nilai Ketuhanan. Adapun tangan kanan selalu berada di belakang yang maknanya agar manusia menyembunyikan kelebihan dan kebaikan yang dimilikinya.
Becermin dari kasus penyimpangan di Yayasan Supersemar, mari kita menjadi SEMAR. Mesem ing Samar.Â
Sekilas tulisan ringan. Salam malam. Salam kompasiana!
*foto google images
Â
Â
Â
Â
Â