Mohon tunggu...
Indira Revi
Indira Revi Mohon Tunggu... -

Simple Life...Simple Thought...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Jaya Suprana Tidak Menulis Kelirumologi Lagi!

23 Juni 2014   15:06 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:36 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Jaya Suprana Tidak Menulis Kelirumologi Lagi !

Menjelang reformasi tahun 1998, Jaya Suprana seorang “pedagang jamu bakul” (jamu jago) yang nyambi dengan berbagai profesi lain, sering menulis kelirumologi.

Ilmu kelirumologi yang saat itu masih awam ternyata sangat banyak diminati dan bukunya laris manis, karena dianggap hal baru. Bahan baku untuk menulis kelirumologi sumbernya sangat melimpah yang dapat digali dari negeri ini.

Ini dapat dibuktikan dengan produktivitas Jaya Suprana membukukan “Kaleidoskopi Kelirumologi Jilid 1 sampai Jilid 6, dengan kurun waktu tahun 1996-1998. Kaleidoskopi Kelirumologi Jaya Suprana kalau tidak salah diakhiri dengan “Kaleidoskopi Kelirumologi Reformasi” tahun 1998. Mungkin Jaya Suprana menganggap adanya reformasi maka "kekeliruan" sudah berakhir, sehingga tidak menulis kelirumologi lagi.

Masa Orde Baru ketika kepemimpinan Jenderal Besar Suharto sangat disegani, masyarakat sangat takut untuk menulis atau membicarakan kekeliruan pemerintah. Tapi tidak dengan Jaya Suprana. Dengan berani dia menuliskan berbagai kelirumologi.

Dalam Kelirumologi Jilid Pertama dengan gagahnya Jaya Suprana menuliskan Kekeliruan Pancasila dan UUD 1945. (Baca Kata Pengantar Jilid I Kaleidoskopi Kelirumologi halaman 6). Padahal saat itu Suharto masih berkuasa yang didukung oleh rakyat versi” Ketua MPR Harmoko. Nyatanya, Jaya Suprana sampai sekarang aman-aman saja hidupnya, bahkan dagangan jamunya tetap laris manis.

Kata Pengantar maupun Sesirih Kapur yang mengantarkan buku Jaya Suprana juga bukan ditulis oleh orang sembarangan. Mulai sosiolog Arif Budiman, rohaniwan Franz Magnis Suseno sampai tokoh sekelas Gus Dur, yang merupakan orang yang sudah kenyang makan asam garam menghadapi kekeliruan dalam hidup.

Kini setelah 16 tahun reformasi, saya belum menemukan buku / tulisan Jaya Suprana mengenaiKelirumologi Pasca Reformasi”. Padahal setelah menjalani reformasi ternyata makin banyak kekeliruan yang dialami bangsa ini. Namun tidak ada yang menulis kekeliruan yang terjadi sebagai kelirumologi.

Selama kampanye Capres Prabowo maupun Capres Joko Widodo banyak sekali kekeliruan yang dilakukan oleh para pendukung, pembisik maupun tim horenya para calon presiden. Mulai kekeliruan Dewan Kehormatan Perwira, Tol Laut,Cipika-cipiki Prabowo dan Jokowi, sampai berbagai kekeliruan lainnya.

Kelirumologi ini sangat baik jika dikoleksi dan dibuat menjadi sebuah buku untuk mengenang agar berbagai kekeliruan yang terjadi dapat menjadi pelajaran berharga bagi bangsa ini. Sayang saya tidak mempunyai keberanian dan kemampuan untuk menulis sebuah kekeliruan.

Mengapa Jaya Suprana sekarang tidak terlihat menulis Kaleidoskopi Kelirumologi lagi? Ataukah Jaya Suprana sedang ikut kampanye Pilpres 9 Juli 2014 mendukung salah seorang Capres? Atau sedang di pantai Copacabana Rio de Janeiro menyaksikan Piala Dunia 2014 mendukung tim kesayangannya?

Kalau Jaya Suprana bosan menulis kelirumologi politik, sebenarnya dapat menulis kelirumologi khusus sepakbola yang menarik untuk diulas. Piala Dunia 2014 di Brasil layak dibuat kaleidoskopinya karena banyak terjadi kekeliruan dalam memprediksi sebuah kesebelasan ataupun hasil akhir skor pertandingan.

Kekeliruan yang sudah terjadi, Spanyol yang diprediksi masuk final ternyata sudah langsung “keok”. Portugal yang dijagokan menjadi tim unggulan sekarang sedang menunggu jadwal “mudik” pulang kampung setelah dibantai Jerman 4-0 dan ditahan imbang “anak bawang” Amerika Serikat 2-2!

Kelirumologi ala Jaya Suprana sebenarnya sangat ditunggu penggemar kekeliruan. Karena apa yang ditulisnya enak dibaca dan perlu! Entah mengapa Jaya Suprana tidak mau menulis kelirumologi lagi. Mudah-mudahan beliau sehat selalu dan bersedia menulis kembali.

Salam kelirumologi.Salam Kompasiana!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun