Belajar dari kasus UNIMOG: Tertibkan Penggunaan Atribut Militer
Membaca tulisan HEADLINE di Kompasiana 3 September 2014 berjudul: “Ini Kontroversi 3 Unimog di MK”, saya tergelitik kembali untuk menulis tentang “UNIMOG”. Sebelumnya saya pernah menulis “Siapa Pemilik Unimog?” di Kompasiana 26 Agustus 2014.
Selain membaca artikel tersebut di atas saya juga memperhatikan interaksi antara pembaca dan penulis. Yang menjadi perhatian adalah komentar sahabat kompasianer Pak Axtea 99, ini komentarnya: Nah kalo lihat harga dump nya maka pantesnya yang mampu beli harus Jenderal minimal bingtang dua. Tidak heran kalo mantan Panlima TNI ngaku itu miliknya…. Menarik mas Rudy.
Adapun jawaban penulisnya:
Harga lelang dump nya sih mungkin tidak mahal, karena kategori barang ini secara akuntansi pun sudah kadaluarsa, dan jika biaya perawatannya melebihi nilai ekonomisnya, sesuai peraturan menteri keuangan, malah boleh saja langsung dipindah tangankan alias gratis begitu saja.
Celahnya disitu..
hanya saja untuk membangunnya kembali memang keluar duit cash yang lumayan. dipasar pasca dump resmi harganya sudah gelap, bisa menembus angka milyar kalo memang barangnya bagus.
(Komentar dan balasan saya copas sesuai aslinya).
Yang menjadi perhatian saya adalah jawaban:...sesuai peraturan menteri keuangan, malah boleh saja langsung dipindahtangankan alias gratis begitu saja..
Perlu ada penjelasan atas kalimat gratis tersebut. Jika bunyi peraturannya seperti itu menurut hemat saya ketentuannya harus diperbaiki, namun jika kalimat tersebut tidak pas maka pernyataan tersebut harus diklarifikasi.
Menurut hemat saya untuk barang milik negara berupa kendaraan, walaupun secara akuntansi nilai bukunya telah 0 (nol), untuk penghapusan dari daftar aset negara secara ketentuan harus melalui proses lelang.
Untuk proses lelang, terhadap kendaraan tersebut harus dilakukan penilaian lebih dahulu oleh unit yang berwenang dan kompeten (untuk kendaraan kalau tidak salah biasanya dilakukan oleh LLAJR). Andaikan kendaraan tersebut telah rusak berat, kendaraan tersebut tetap mempunyai nilai jual. Walaupun berbentuk besi tua kendaraan tetap dihargai sehingga tidak dipindahtangankan secara gratis begitu saja.
Penghapusan aset negara seperti kendaraan harus memperhatikan aspek teknis dan ekonomis. Secara teknis penghapusan dapat dilakukan jika fisik aset tersebut tidak dapat dipergunakan karena rusak atau aset tidak dipergunakan lagi karena adanya modernisasi maupun adanya perubahan dalam spesifikasi. Sedangkan secara ekonomis penghapusan dilakukan bila lebih menguntungkan bagi negara, karena biaya operasional dan pemeliharaan lebih besar daripada manfaat yang diperoleh.
Terlepas dari hal tersebut di atas yang perlu menjadi perhatian terkait UNIMOG adalah perlu adanya penertiban penggunaan atribut militer pada kendaraan ex-militer yang telah di-dump dan beralih kepemilikan menjadi milik pribadi. Hal ini untuk menghindari jangan sampai ada kecurigaan bahwa militer selalu dikait-kaitkan dengan Unimog.
Di samping itu perlu juga menertibkan kendaraan pribadi yang lalu lalang di jalan raya menggunakan atribut militer, karena jika ada pelanggaran atau penyalahgunaan yang dirugikan adalah institusinya.
Untuk memberikan pemahaman kepada publik, pengelola barang milik negara harus melakukan sosialisasi kepada berbagai pihak dan masyarakat umum secara terus-menerus tentang pentingnya tata kelola aset negara. Pengelolaan aset negara harus dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.
Pemerintah sendiri telah mengeluarkan PP 6 tahun 2006 yang telah direvisi menjadi PP 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Dalam kegiatan menertiban aset/barang milik negara, Kementerian/ Lembaga Negara termasuk TNI dan Polri telah melakukan antara lain kegiatan penatausahaan, inventarisasi, penilaian, dan penghapusan.
Becermin dari kasus Unimog sewaktu demo Pilpres, maka sebagai kendaraan para militer seharusnya tidak sembarang orang dapat membawa dan menggunakannya. Apabila terprovokasi yang dirugikan adalah semua pihak. Atribut militer sebaiknya tidak dipergunakan di jalan-jalan tanpa ijin, kecuali untuk event khusus seperti bantuan korban bencana, hobi off roader dan lainnya.
Pemiliknya seharusnya bijak dalam menggunakannya sehingga dalam mengendarainya tidak mencerminkan gaya arogan yang dapat membahayakan aparat negara ataupun orang lain. Jika tidak pasti akan ditindak penegak hukum karena menyalahi ketentuan dan ketertiban umum.
Belajar dari kasus Unimog, tata kelola aset negara baik itu kendaraan milik Kementerian/Lembaga maupun TNI/Polri perlu ditertibkan. Untuk itu, mari benahi aset negara, kalau tidak sekarang kapan lagi!
Happy weekend…Semoga Bermangpaaaaat!!!
Sumber foto: Benzworld.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H