Baru-baru ini ramai diperbincangkan mengenai kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suami seorang pedangdut Lesty Kejora, Rizky Billar. Dalam sebuah hubungan, kejadian yang tidak diinginkan bukan hanya KDRT, melainkan juga Kekerasan Dalam Pacaran (KDP).
Pada tahun 2020, tercatat sebanyak 6.480 kasus kekerasan di ranah personal. Salah satunya yaitu kekerasan dalam pacaran tercatat ada sebanyak 1.309 kasus.Â
Kekerasan dalam pacaran merupakan salah satu isu di tingkat global yang dihadapi oleh remaja dan dewasa. Meskipun menjalin hubungan dengan seseorang mempunyai risiko yang bisa membuat tertekan, teraniaya, dan tersakiti, namun banyak pasangan muda yang tidak menyadari hal itu merupakan salah satu perilaku kekerasan dalam pacaran karena atas nama cinta kepada pasangan.
Korban KDP dapat dialami oleh laki-laki dan perempuan. Namun, dari banyaknya kasus kekerasan dalam pacaran, pada umumnya yang sering menjadi korban KDP yaitu perempuan.Â
Mengapa perempuan banyak yang menjadi korban kekerasan dalam pacaran? Budaya patriarki yang masih melekat di kalangan masyarakat menjadi salah satu alasan banyaknya perempuan yang mengalami KDP.Â
Laki-laki merasa menjadi pemegang kendali atas perempuan dan memiliki kekuasaan penuh dalam pengambilan keputusan. Sehingga, dalam menjalin hubungan laki-laki bisa semena-mena terhadap perempuan dan mendominasi dalam melakukan apapun.Â
Padahal, dalam kesetaraan gender tidak ada tingkatan mana yang lebih baik atau yang lebih buruk. Perempuan dan laki-laki harus memegang penuh kendali atas dirinya agar tidak menyakiti satu sama lain, apalagi dalam menjalin sebuah hubungan.
Kekerasan dalam pacaran dapat terjadi karena berbagai faktor. Salah satunya yaitu faktor emosional. Hal itu dapat terjadi ketika salah satu dari pasangan sudah tidak saling percaya, saling menuduh, dan tidak ada lagi kedekatan emosional yang bisa menyebabkan hubungan menjadi retak dan hancur berhamburan.
Bentuk KDP yang dialami dapat berupa kekerasan fisik, seperti memukul pasangan, menampar, mendorong, mencekik, dan tindakan fisik lain. Sedangkan, kekerasan emosional atau psikologi yang dialami seperti mengancam dan mempermalukan pasangan. Kekerasan seksual seperti memaksa pasangan untuk melakukan hubungan seksual.
Kekerasan Dalam Pacaran dapat berdampak terhadap kehidupan. Rasa tertekan dan trauma tidak bisa disembuhkan secara instan melainkan membutuhkan waktu yang lama bahkan ada yang harus ditangani oleh tenaga profesional.Â
Jika telah terjadi tanda-tanda KDP segera akhiri hubungan, bisa dengan melibatkan keluarga atau teman untuk dimintai pertolongan. Korban KDP banyak mengalami situasi sulit untuk memutuskan hubungan karena sudah terlanjur terbuai oleh rayuan dan janji manis.Â
Jika pasangan yang melakukan KDP mengancam karena tidak ingin mengakhiri hubungan, korban dapat mengakses bantuan Komnas Perempuan dan Lembaga Bantuan Hukum lainnya.Â
Temukan pasangan yang tepat yang bisa menghargai satu sama lain dan lebih pandai dalam memilih pasangan hidup agar kasus KDP di Indonesia tidak semakin bertambah.Â
Perempuan mempunyai derajat yang sama dengan laki-laki, tidak perlu merasa diri paling baik. Jika belum menemukan pasangan yang baik, maka jadilah pasangan yang baik.
Daftar Referensi:
Catatan Tahunan (Catahu) 2021, angka kekerasan berdasarkan ranah personal.Â
https://ejournal.kemsos.go.id/index.php/Sosioinforma/article/view/2208/1192
https://yayasanpulih.org/2021/07/kekerasan-dalam-berpacaran-jangan-sampai-jadi-korban/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H