Mohon tunggu...
irwanto irwanto
irwanto irwanto Mohon Tunggu... profesional -

Dosen. Tinggal di Bintaro, Tangerang. Penulis bebas.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Realitas Alternatif

10 Mei 2017   22:49 Diperbarui: 10 Mei 2017   22:56 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomen inikah yang sedang kita hadapi akhir-akhir ini? Terutama terkait dengan nasib Sang Gubernur DKI yang berakhir di penjara (walau belum menjadi kepastian hukum). Realitas aternatif diperkenalkan di dunia D Trump di AS ketika sebagai Presiden terpilih D. Trump mulai menyerang media-media utama seperti the Washington Post, New York Times, CNN, MSNBC, CBS, dll sebagai sumber "fake news" -alias berita boong. Persoalannya adalah ketika pemberitaan di media-media tersebut mempersoalkan keabsahan dari berbagai klaim, ungkapan atau penyataan Presiden Trump mengenai berbagai isyu yang tidak dilandasai oleh bukti-bukti yang benar. Media-media inilah yang dengan berani menyatakan bahwa Presiden Trump sedang mengalami halusinasi, mimpi, atau memang terbiasa menyatakan suatu kebohongan tanpa peduli dikritik atau ditelanjangi kebohongannya. Anehnya, dengan semua kebohongan itu, Trump tetapi memperoleh dukungan 30% dari penduduk Amerika dan mayoritas anggota partai Republik. Mereka percaya bahwa presiden mereka benar, dan media-media tersebutlah yang berbohong karena tidak suka Trump. Setiap kali kebohongan itu mencuat lagi baik lewat twitter, wawancara, atau pernyataan Trump pendukungnya dan juru bicara kepresidenan AS menjamin keabsahan ungkapan Trump - dan mengajar media dan cerdik pandai yang mengkritik Trump untuk sesekali melihat penyataan itu sebagai alternative reality.

Selama Pilkada DKI dan pasca kalahnya Basuki Tjahaja Purnama - kita mengalami situasi yang mirip seperti itu. Ada rekayasa yang sangat masif terhadap realitas yang sebenarnya untuk dijadikan realitas alternatif. Pernyataan sang Gubernur di depan nelayan di P Seribu dipotong-potong dan diedit kembali sehingga dapat digunakan untuk mengkriminalisasi berdasarkan pasal penodaan agama. Walau ini sulit untuk dibuktikan dalam proses persidangan, bahkan olehJaksa Penuntut Umum - Majelis Hakim tiba-tiba (out of the blue) memberikan interpretasinya sendiri atas nama subyektivitas moral hukum mereka bahwa Sang Gubernur terbukti melakukan penistaan agama.

Ketua MUI dalam wawancara di sebuah Media TV - bersama Rm Magnis dan Cendikiawan Komarudin Hidayat - tanpa malu-malu mengatakan bahwa komunitas Islam yang diwakilinya adalah komunitas yang damai dan pemaaf. Dalam kenyataannya berbagai elemen dalam koalisi yang didukung MUI justru adalah pihak meneriakkan kebencian, penyerangan, bahkan menghalalkan pembunuhan terhadap golongan etnis tertentu dan tokoh-tokoh agama tertentu. Dalam proses penistaan agama, permintaan maaf dari Sang Gubernur tidak pernah digubris.

Dalam wacana antara kedua kubu yang berseturu politik selama Pilkada, sering diungkapkan bahwa penyebab perpecahan bangsa ini adalah Si Gubernur yang notabene menjadi sasaran caci maki dan tetap berdiri tegak sebagai pelayan rakyat tanpa pandang bulu dan pejabat yang bersih dari korupsi dan penyakit sosial lainnya. Sedangkan lawannya menghina, menghujat (agama, NKRI, Presiden), melakukan intimidasi di sana-sini -- tetapi mereka ingin disebut sebagai aktivis yang cinta damai, cinta NKRI, cinta Keberagaman.

Realitas alternatif ini tidak hanya sekedar wacana, tetapi sebuah upaya rekayasa yang sangat canggih dengan back-up politisi aktif, cendikiawan-cendikiawan di tingkat nasional yang tidak tahu malu, dan orang kebanyakan yang percaya bahw versi ringkas dari realitas alternatif itu benar adanya. Tidak perlu tanya - apalagi jika kebenaran dari realitas alternatif itu dipromosikan bersama-sama dengan hak seseorang untuk masuk surga. Dua faktor lain yang memperparah berlakunya realitas alternatif tadi adalah: (1) Dunia hukum dan penegakan hukum tidak berbuat apa-apa dan menyiratkan bahwa realitas alteratif itu wajar, tidak melanggar hukum sama sekali -- bahkan pelakunya dikatan sebagai patriot seorang panglima di negeri ini! (2) Kelompok yang setidaknya sekulit dan seagama dengan Sang Gubernur mengadopsi realitas alternatif ini sebagai kenyataan yang harus dipertimbangkan karena sang Gubernur adalah api dalam sekam yang dapat mencelakakan komunitas keturunan Tionghoa. Padahal di balik realitas seperti itu, yang sebenarnya terjadi adalah frustrasi bisnis, tidak mempannya jurus-jurus tepu-tepu muslihat a la belut dan serigala liar terhadap pendirian teguh dan komitmen Sang Gubernur terhadap rakyat - terutama rakyat kecil.

Terakhir, kejadian yang menimpa Sang Gubernur dapat memicu antipati, kemarahan, dan ketidak puasan terhadap pimpinan tertinggi negeri ini. Dengan mudah dia akan dikatakan gagal, terlalu lemah, tidak setia kawan, tidak mempunyai kekuatan politik dll. Jika secara emosional anda sudah merasa seperti itu -- maka anda telah masuk dalam jebakan realitas alternatif. Itulah tujuan optimal mereka - memperlemah dukungan terhadap pemerintahan yang bersih dan merakyat.

Mengalami dan menjalani realitas alternatif ini, mungkinkan kita melakukan perlawanan atau resistensi? Jangan terbuai dan percaya pada realitas alternatif itu. Tetaplah sadar tentang kebenaran. Dukung terus pemerintahan yang bersih dan mengabdi rakyat di semua tingkatan. Lawan koruptor dan kroni-kroninya. Perkuat jalinan cinta NKRI dan keberagaman. Tidak mundur oleh intimidasi. Saling mengingatkan dengan sesama teman. Mengajari anak-anak untuk kritis dan melihat kebenaran di balik realitas semu itu. Selamat berjuang.. ini baru mulai. Pekerjaan yang lebih besar berada di depan kita.

Bintaro, 10 Mei 2017
Irwanto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun