Mohon tunggu...
Ilva Nengsih
Ilva Nengsih Mohon Tunggu... Freelancer - writer

full time mommy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Oh, Minyak Goreng!

16 Maret 2022   11:24 Diperbarui: 16 Maret 2022   15:03 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


" Buu, Buuuu, mau beli" Seorang anak kecil berteriak -teriak didepan sebuah rumah yang terasnya telah dirubah menjadi warung sembako kecil -kecilan, hanya etalase dan beberapa rak tanpa dinding pembatas. Bu Ria, sipemilik warung keluar tergopoh -gopoh.

" Cari apa?" Tanyanya sembari membenahi kerudungnya yang berantakan.

" Minyak goreng"

" Belum ada"

Sianakpun berbalik dengan wajah lesu. Sementara Bu Ria terpaku mengamati dagangannya yang tidak seberapa, sesekali ia melongok kejalanan menunggu suaminya yang sedang belanja kebutuhan warung. Baru saja Bu Ria hendak beranjak masuk, ia mendengar suara motor suaminya dari kejauhan, suara motor tua yang khas dan nyaring. Benar saja, selang beberapa detik terlihat suaminya dengan tumpukan belanjaan yang lumayan banyak.

" Pak, gimana? Ada nggak?"

Bu Ria menghampiri suaminya yang sedang memarkir motor disamping teras.

" Ada Bu, cuma dapat dua biji" Jawab suaminya.

" Yaaah, Bapak nggak nyari lagi?"

" Ini udah nyari kemana -mana Bu, dapat dua juga harganya tiga puluh delapan ribu, belum tentu juga ada yang mau beli"

" tiga puluh delapan ribu?" Bu Ria nyaris berteriak kaget.

" Lah iya!" Suami Bu Ria mulai menurunkan belanjaannya, Bu Ria pun dengan sigap membenahi dan menata di rak -rak dan etalase jualannya. Sampailah pada primadona yang sedang viral dikalangan Ibu -ibu belakangan ini, dua kantong minyak goreng tersebut diletakan Bu Ria dibagian atas etalase paling depan. Sedang asik berbenah, Nina tetangga sebelah rumahnya melongok dari dinding pembatas rumahnya dan rumah Bu Ria. dan matanya langsung tertuju pada dua kantong minyak goreng.

" Bu, minyak goreng yang satu liter ada ga?"
Tanyanya antusias tanpa basa basi.

" Belum ada Nin" Jawab Bu Ria lesu.

" Yaah, yang itu berapa bu"

Bu Ria ragu sejenak untuk menyebutkan harganya

" Tiga puluh sembilan ribu Nin"

" Astaghfirullah Bu, mahalan minyak daripada lauknya"

" Iya neng, ini juga Bapak nyari kemana -mana dapetnya cuma dua biji, Ibu cuma ambil untung seribu, gaberani banyak -banyak"

" Kenapa ya Bu?" tanya Nina.

" Apanya yang kenapa neng?"

" Itu, minyak goreng harganya selangit gitu. padahal dari dulu minyak goreng ya gitu -gitu aja ya Bu"

" Iya neng, Ibu juga ga habis pikir, makin lama kok apa -apa makin mahal"

" Bener Bu, Ibu mah enak anak -anaknya udah pada kerja toh Bu, Lah Saya anak -anak masih pada sekolah, mana sekarang Bapaknya narik ojol sepi"

" Alhamdulillah neng, udah bisa tidur nyaman dan masih bisa makan sekarang mah disyukuri aja"

Nina manggut -manggut dengan sedikit melamun.

" Assalamualaikum"

" Waalaikumsalam" Bu Ria dan Nina menjawab serentak

" Asik banget nih pada ngerumpi siang -siang" Yayuk tukang jamu langganan Bu Ria menurunkan bakulan jamunya sambil selonjoran diteras tempat belanjaan Bu Ria yang masih berserakan. Suaranya yang lantang dan riang memecah keheningan.

" Lagi pada ngomongin siapa toh?!" lanjutnya.

" Hush, kok ngomongin siapa, kita lagi ngomongin ini nih! ini!" Bu Ria menepuk minyak goreng dietalasenya

" Wah, ada minyak goreng toh Bu Ria, kebetulan suamiku udah protes tak masakin rebusan terus. yang kecil ada Bu?"

" Nggak ada Yuk, ini juga cuma segini -segininya"

" Berapa Bu harganya"

" Tiga sembilan"

" MashaAllah, Astaghfirullah Buuuu, itu minyak goreng dibikin dari apa loh" Yayuk histeris mendengar jawaban Bu Ria.

" yowes tak jadilah, makan rebus -rebusan aja, ya toh mbak Nina"

" ho oh, anggap aja lagi diet Yuk"

" Bu Nina mau minum jamu toh"

" Iya sebentar Saya kesitu"

Yayuk mulai meracik jamu pesanan Bu Ria dan Nina, tak lama Nina datang dengan lembaran lima ribu ditangannya.

" Kenapa yo mbak mahal amat minyak goreng?" tanya Yayuk sembari menyerahkan segelas jamu kunyit asem.

" Tau nih Yuk, sawit udah pada langka kali"

" Ah ndak mungkin mbak, paling juga akal -akalan pemerintah"

" Hush, jangan sembarangan kalau ngomong" Bu Ria yang masih menata dagangan geleng -geleng kepala mendengar tukang jamu langganannya itu.

" Loh bener Bu Ria, tadi anak Saya yang SMP ngasih lihat itu loh, ada di enternet, minyak goreng dijual keluar negri katanya"

" Bener Yuk, aku tadi juga baca, malah kemaren pemerintah bilang emak -emak yang ngumpetin minyak dirumah, lah kita mah kebeli satu aja kagak" timpal Nina menggebu -gebu.

" Udah -udah, gausah ngomongin pemerintah, gimana kalau beli minyak gorengnya patungan aja, setengah -setengah, Saya diskon seribu deh"

" Wah boleh juga tuh, gimana Mbak Nina, setuju ndak?"

" Nah, iya ide bagus tuh"

Bu Ria segera mengambil timbangan dan kantong plastik, membagi satu kantong minyak goreng menjadi dua bagian.

" Jadi juga suamiku makan pecel lele" Yayuk menerima bagiannya dengan sumringah sambil mengeluarkan uang sembilan belas ribu dari dompetnya.

" Loh Bu, ini kalau masing -masing sembilan belas ribu, Ibu nggak dapat untung dong?" Tanya Nina

" Lah iya toh Bu" Yayuk tampak kaget

" Udah nggak apa -apa"

" Kan Ibu dagang Bu" Timpal Nina lagi.

" Udaaah, jangan pada ngeyel, saat keadaan sulit kita harus saling bantu"

" Alhamdulillah, Bu Ria sing sehat, makin banyak rejekinya, warungnya makin rame"

" Aamiin"

" yowes, tak permisi dulu Bu, mbak"

" Makasih banyak ya Bu Ria, semoga Bu Ria rejekinya ngalir terus"

Bu Ria tersenyum sambil lanjut lagi berbenah, sementara Yayuk dan Nina beriringan keluar, sesekali terdengar kata pemerintah dalam perbincangan mereka. Akhirnya Bu Ria selesai menata barang -barang dagangannya. bersamaan dengan datangnya Mang Adi, penjual telur gulung keliling yang biasa mangkal depan warung.

" Assalamualaikum Bu"

" Waalaikumsalam, kemana aja Mang ga jualan?"

" Nggak dapet minyak goreng Bu, kemaren anak Saya antri disupermarket, pulang -pulang sampai bengek, eh minyaknya ga dapet, nah kebetulan nih tadi Saya lewat ngelihat ini" Mang Adi menunjuk satu -satunya minyak goreng di etalase.

" Waah, kebetulan nih tinggal satu -satunya" Sahut Bu Ria, Bibir Wanita paruh baya itu tak pernah lepas menyunggingkan senyum.

" Berapa Bu?" Mang Adi mengeluarkan uang dari kantongnya

" Tiga puluh delapan ribu mang"

Mang Adi terdiam sejenak, menghitung berbagai macam uang digenggamannya, mulai dari uang kertas, sampai recehan yang terdengar gemerincing, kemudian ia merogoh lagi kantung celananya, menghitung lagi, merogoh lagi, sampai kedua kantong celananya menjeblak keluar. Akhirnya ia terduduk lesu sambil bersandar ditiang teras Bu Ria.

" Hhh, nggak jualan lagi saya" Suara Mang Adi terdengar memelas.

" Kenapa Mang?" Bu Ria mengamati Mang Adi yang melamun sambil mengibas -ngibas lembaran uang lusuh ditangannya.

" Bu Ria, maaf Bu, Saya boleh ngutang dulu nggak Bu, uang Saya kurang delapan ribu lagi"

" Ooh, aku kira kenapa" Bu Ria meraih minyak goreng terakhir diwarungnya itu, kemudian menyodorkannya ke Mang Adi

" Nih Mang bawa, gausah pake ngutang -ngutang"

" Loh Bu, rugi atuh Ibu"

" Kata siapa rugi, untung dong Mang, dapat pahala"

" Alhamdulillah" Mang Adi menerima minyak goreng tersebut dengan khidmat dan mata berkaca -kaca, kemudian menyerahkan uang tiga puluh ribu ditanganya ke Bu Ria

" Kalau begitu Saya permisi dulu Bu, mau nyiapin dagangan, terima kasih banyak Bu, semoga Allah balas semua kebaikan Bu Ria"

" Amiin"

Mang Adi baru saja menghilang dibalik pagar, tiba -tiba suami Bu Ria nyeletuk dari balik jendela

" Hmmm, gimana toh Bu, aku udah capek keliling nyari minyak goreng buat dagangan, bukannya untung malah buntung"

Bu Ria menoleh dan geleng -geleng kepala melihat muka suaminya yang cembetut.

" Hush, Bapak nggak boleh ngomong begitu, kata siapa buntung, dapat pahala Pak" Sahut Bu Ria lembut

" Pahala sih pahala Bu, tapi kan lama -lama bisa tutup warung kita"

" Paaak, Paak" Bu Riapun masuk dan duduk disamping suaminya

" Pak, percaya sama aku, kebaikan itu berputar, kalau sekarang kita berbuat baik ke orang lain, nanti suatu saat kebaikan itu akan kembali lagi ke kita, ingat Pak dulu kita bisa nyekolahin anak -anak juga karna kebaikan banyak orang kan"

" Ooh" Suami Bu Ria manggut -manggut setuju

" Makin cinta aku ama kamu Bu" lanjutnya sambil mencubit pelan pipi istrinya.

" Ah Bapak"

Keduanya tertawa sambil sesekali bercengkrama saling mencubit mesra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun