Mohon tunggu...
Indah Anggita Putri
Indah Anggita Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Blessed.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Phubbing di Kalangan Pemuda: Perspektif Kebudayaan Georg Simmel

9 Desember 2021   00:01 Diperbarui: 9 Desember 2021   00:08 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajuan teknologi saat ini banyak membantu individu dalam kehidupan sehari-hari. Kehadiran teknologi membuat hidup berjalan lebih efisien, salah satunya dalam hal berkomunikasi. Pada zaman dahulu orang-orang berkomunikasi hanya dengan tatap muka saja, tetapi tidak untuk sekarang. 

Hal tersebut dikarenakan sudah terdapat alat komunikasi yang tercipta dari adanya teknologi, yaitu smartphone. Smartphone memfasilitasi kita untuk berkomunikasi dengan siapa saja dan dimana saja tanpa berbatas ruang dan waktu. 

Namun, kehadiran alat berupa smartphone tidak hanya memberikan dampak yang baik. Smartphone memiliki kecenderungan membuat penggunanya terpisahkan dari dunia nyata, fenomena ini disebut phubbing.

Phubbing merupakan tindakan individu mengacuhkan orang lain yang ada di sekitarnya dan hanya berkonsentrasi pada smartphone mereka. 

Fenomena phubbing ini sendiri cenderung tidak disadari oleh pelakunya, sebab dianggap sebagai perilaku yang biasa dan umum. Phubbing berakibat pada perubahan perilaku individu terhadap orang-orang disekitarnya. 

Hal terburuk yang akan terjadi pada pelaku phubbing adalah dijauhi dan tidak akan diikutsertakan lagi dalam proses sosial. Sejumlah penggunanya seringkali lupa akan sikap saling menghargai ketika terlibat berbicara, mengesampingkan etika dalam sebuah hubungan, mengabaikan lawan bicara akibat terlalu fokus pada smartphone-nya. 

Tidak perduli itu pasangan, keluarga, ataupun teman. Contohnya ketika hendak makan bersama kemudian semua orang menjadi sibuk memotret makanan untuk dapat mengunggahnya ke media sosial.

Fenomena phubbing sangat marak terjadi di masa sekarang, terutama di kalangan pemuda sebagai presentase pengguna smartphone terbanyak dan paling aktif. Sebuah survei terbaru yang ditujukan kepada pemuda berusia 15-18 tahun, hasilnya sebanyak 52.3% dari mereka menggunakan smartphone secara berlebihan.

Pemuda rata-rata menghabiskan waktu 8 jam 51 menit untuk menggunakan smartphone-nya, meliputi streaming video, mendengarkan musik, dan mengakses internet. Banyak dari mereka berpikir bahwa smartphone adalah hal terpenting melebihi apapun yang harus ada di sisi mereka, dimana pun mereka berada.

Kuantitas phubbing tumbuh secara dramatis dari tahun ke tahun dan menyebabkan berbagai masalah, seperti merusak kesehatan fisik dan mental serta mempengaruhi kemampuan pemuda dalam komunikasi sosial khususnya terkait hubungan interpersonal. 

Seorang peneliti percaya bahwa, kecanduan smartphone lebih ditekankan pada penggunaan teknologi media sebagai bahan untuk memenuhi kecanduan pada hal lainnya, misal jejaring sosial, perjudian, belanja, pornografi, ataupun game.

Teori Kebudayaan: Phubbing

Fenomena phubbing menjadi menarik karena seakan manusia dikendalikan oleh smartphone. Seharusnya manusia yang berpikirlah yang mengontrol dan mengendalikan smartphone. 

Fenomena ini dibahas juga dalam "Teori Kebudayaan" Georg Simmel yang tertuang dalam bukunya The Concept and the Tragedy of Culture yang disebut dengan budaya objektif menguasai budaya subjektif, hal tersebut dikatakan sebagai sebuah tragedi masyarakat modern (Rahkmat H, 2020).

The Concept and the Tragedy of Culture berisikan mengenai pemikiran Georg Simmel tentang tema budaya dan sebuah analisis yang mengarah pada masyarakat modern. 

Dalam bukunya, Simmel menjelaskan mengenai perbedaan budaya subjektif dan budaya objektif sebagai dualisme antara jiwa dan raga (subjektif dan objektif). Jiwa atau biasa disebut budaya subjektif berarti sebuah esensi individu, meliputi struktur adat, moralitas, agama, hukum, sains, teknologi dan seni.

Ketika struktur itu dibuat, maka akan diperoleh stabilitas dan ekstensi yang disebut "fixed but timelessly valid". Akan tetapi, pencapaian tersebut ternyata memicu ketegangan dalam jiwa, dalam kehidupan subjektif. 

Begitu tercipta, setiap individu akan merasa merdeka dan sedikit demi sedikit membuat mereka memisahkan diri dari asalnya hingga mendapati dirinya terlempar dari dunia dan menciptakan dunia mereka sendiri, dari sinilah budaya menjadi mimpi buruk, sejak manusia menempatkan diri untuk mereka sendiri.

Simmel memiliki pandangan akan masyarakat modern yang menghasilkan benda-benda budaya mengikuti arah pertumbuhannya sendiri, guna mendorong setiap individu untuk menjadi makhluk sosial. Budaya objektif merupakan kesulitan yang tumbuh dan masuk ke dalam lingkup budaya subjektif. 

Bagi Simmel, hal ini adalah masalah budaya antara "dualisme" tersebut. Budaya memberikan arah kepada jiwa dan raga untuk menuju tahap-tahap yang lebih maju. Budaya merupakan sebuah jalan untuk mencapai tujuan, dan bentuk objektifnya adalah tempat pemberhentian. 

Dengan begitu dapat dibenarkan bahwa kehidupan subjektif dapat mencapai kesempurnaan apabila didukung oleh budaya objektif. Akan tetapi, jika proses bercampurnya budaya subjektif dengan budaya objektif melewati batas, maka pencapaian tersebut bukanlah lagi sebuah kesempurnaan karena sangat dimungkinkan adanya gerakan yang merusak. Budaya objektif tersebut meliputi segala sesuatu yang dihasilkan manusia, seperti seni, ilmu, filsafat, dan lain-lainnya.

Menurut Simmel, budaya menyatukan subjek dan objek dengan memasukan peristiwa objektif, contohnya di kehidupan masyarakat modern saat ini yang mana keduanya, yaitu budaya subjektif dan budaya objektif saling melampaui dan menjadi masing-masing yang lebih dari sekadar kontruksi (membangun kesempurnaan dalam hidup). 

Hal ini sudah menjadi sebuah tragedi budaya yang memisahkan manusia dari asal-usulnya sendiri (jiwa dan raga) dan membuat mereka hilang kendali atas ciptaannya sendiri. Kontradiksi budaya modern adalah sebuah dramatisasi yang diikuti oleh konflik antara proses kesempurnaan hidup dengan bentuk budaya yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan oleh keterasingan dan keputusasaan atas sejumlah hak budaya. 

Simmel mengamati bahwa persoalan ini bukanlah hal yang biasa dan juga sederhana, tetapi sebuah peristiwa yang berlebihan dan akan berlangsung dalam waktu yang sangat lama, mengingat krisis budaya modern yang harus memberikan jarak dari dunia dan melihat sikap kontra-budaya.

Hingga akhirnya Simmel membuat sebuah kesimpulan bahwa kontradiksi antara kehidupan, budaya subjektif, dan budaya objektif tertanam dalam jiwa manusia yang membuat hal ini tidak dapat diatasi. 

Dalam bukunya yang berjudul The Conflict in Modern Culture Simmel nyebutkan, era dunia modern akan mengalami serangan kehidupan dengan berbagai konflik. Serangan ini dimaksudkan untuk bentuk-bentuk budaya yang mungkin dianggap hilang dengan tujuan kehidupan tidak lagi terkungkung dalam struktur budaya yang tetap. 

Budaya modern tidak memiliki cita-cita dan hanya digerakan oleh ambisi negatif manusia. Budaya tersebut alih-alih mencapai satu kesatuan, tetapi yang terjadi malah sebaliknya dan menghasilkan ketegangan baru atas perubahan budayanya sendiri.

Referensi

Adorno, Theodor W. Negative Dialectics. Trans. E. B. Ashton . New York, 1973.

Lewis A. Coser, Georg Simmel. Theory and Tragedy of Culture. Englewood Cliffs, New Jersey, 1965.

Ridho, Muhammad Ali. "Interaksi Sosial Pelaku Phubbing." Skripsi Psikologi (2019): 2

Shuo Cao, Ying Jiang, Ying Liu. "Analysis of Phubbing Phenomenon among College Students and Its Recommendations." Journal of Arts & Humanities Vol. 7 No. 12 (2018): 27

Simmel, Georg. On the Concept and the Tragedy of Culture. Trans. K. Peter Etzkorn. New York, 1968.

Varoth Chotpitayasunondh, Karen M. Douglas. "The Effects of "Phubbing" on Social Interaction." Journal of Applied Social Psychology (2018): 3.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun