Mohon tunggu...
Indarwati Indarpati
Indarwati Indarpati Mohon Tunggu... -

Seorang ibu rumah tangga biasa berbuntut 3 yang belajar jadi penulis di Kompasiana. :-)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terpikat Nikmat Sesaat

7 Desember 2011   07:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:43 2821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu, aku setengah terganggu oleh teriakan bersahutan anak-anak di samping rumah. Berada di hoek dan jalur utama dari kampung di sebelah belakang ke lapangan di depan masjid perumahan kami, aku harus rela menerima suara orang lalu lalang termasuk anak-anak kampung yang pulang pergi dari rumahnya ke lapangan kompleks kami tiap pagi, sore, hingga malam hari sebelum pintu penghubung ditutup. Hanya, sore itu, suaranya bersahutan dengan intensitas lebih dari biasanya.

Iseng-iseng aku melongok dari balik pagar dan menemukan dua kelompok tengah bersiteru. Kelompok pertama, laki-laki usia 8-11 tahun ada sekitar 8 anak yang hendak ke bawah, ke lapangan. Kelompok kedua, yang sempat kulihat dua perempuan seusia SMP—karena masih mengenakan seragam—yang hendak pulang ke perkampungan. Keduanya saling mengejek, saling teriak. Entah apa sebab pertengkaran mereka. Yang membuatku miris, salah satu dari anak lelaki itu bercerita kepada temannya kalau salah satu dari anak perempuan itu suka ngent**. Kata-kata jorok itu diulang-ulangnya, termasuk dijadikan bahan ejekan ke si perempuan.

Aku terdiam, tak tahu harus berkata apa. Seketika ingatanku melayang lebih dari satu setengah tahun lalu. Seingatku kejadian ini sudah kutulis, tapi kok tidak kutemukan. Jadi kuceritakan lagi ya...

Waktu itu aku baru pulang dari inspeksi rumah kami yang tengah dibongkar atapnya. Berjalan ke kontrakan di lain blok, di depanku ada serombongan anak laki-laki usia 7-10 tahun. Mereka berempat asyik bercerita hingga tak menyadari keberadaanku di belakang mereka. Tak bermaksud nguping, aku terkejut karena yang mereka ‘diskusikan’ ternyata perkara ranjang, soal esek-esek. Aku lupa tepatnya gimana. Yang jelas, salah satu point obrolan mereka, mereka ngefans dengan salah seorang selebritis karena ukuran dada dan kegilaannya mengenakan pakaian kekurangan bahan.

Sungguh, aku speechless, hanya mampu beristighfar. Ada sisi lain hatiku yang ingin mengorek lebih jauh pengetahuan mereka tentang hal itu. Darimana tahu film begituan, sejak kapan, apa yang mereka rasakan, tahukah akibatnya di masa depan, dan masih banyak lainnya. Tapi aku ternyata hanya mampu diam. Bengong! Bingung!

Mereka, lama-lama rupanya sadar ada seseorang berjalan di belakang. Seketika menoleh, lalu diam. Raut kecut, malu ketangkap basah, atau apa jelas ada sebelum akhirnya berlari segera ke lapangan.

Jika selama ini berita tentang ‘kegiatan seksual’ entah itu berupa perkosaan atau sodomi yang sudah merambah ke usia dini—bahkan belum baligh—hanya kutemui di media, kini kutemui sendiri. Aku tak yakin apakah mereka sudah melakukan atau hanya sekedar menonton VCD porno. ‘Baru’ pilihan keduapun tak berarti tak membuka jalan ke pilihan pertama, segera. (!)

Bercerita kepada ARTku yang kebetulan tetangga anak-anak itu aku justru mendapat cerita versi mereka yang lebih dewasa. Maksudnya, mereka yang tak sekedar tahu tapi juga melakukan. Ironisnya, pelaku itu tak tahu efek dari hubungan nikmat terlarang yang mereka lakukan. Aku punya cerita sendiri juga dengan seseorang dalam kasus yang sama.

Mereka, para remaja—terutama putri—itu tak mengetahui seks itu apa dan bagaimana. Yang mereka lakukan hanya menuruti godaan setan yang dititipkan lewat media tak ramah keluarga, keluarga terutama ayah ibu yang tak peduli pendidikan terutama moral anak-anaknya, dan lingkungan yang permisif, membiarkan itu terjadi tanpa sanksi demi atas nama modernisasi dan hak asasi.

Kalau generasi penerus gampang terpikat pada nikmat sesaat, mau dibawa kemana negara kita?

Tanah Baru, 7/12/’11

Keprihatinan seorang ibu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun