Terdapat ketentuan bahwa ketika sebuah hukum dibuat, maka ada asumsi bahwa seluruh anggota masyarakat yang diikat oleh hukum tersebut telah mengetahui hukum tersebut walaupun mereka belum mengetahuinya. Aturan memang seperti demikian, langkah selanjutnya bagaimana memastikan objek naungan hukum tersebut mengetahui dan menerima isi aturan.
Terdapat dua buah ruang sederhana yang fungsinya memasyarakatkan bahasa, satu untuk Bahasa Indonesia, dan satunya untuk Bahasa Daerah. Lantas apa yang menjadi batas ruang tersebut? Pintu Rumah. Dua ruang tersebut tersempitkan menjadi dalam rumah, dan luar rumah.
Di luar rumah, usahakan semua komunikasikan apapun menggunakan Bahasa Indonesia, terlebih pada lokasi-lokasi yang telah di atur ketentuannya. Semuanya dari di mulai dari pembiasaan. Biasakanlah menggunakannya saat menyapa teman, saat berada di warung makan, saat ke pasar, lokasi apapun selama di luar rumah, maka menjadi hak bagiBahasa Indonesia untuk diayomi.
Di dalam rumah, menjadi tempat pembelajaran terbaik, madrasah utama dari orang-tua kepada anaknya. Dan termasuk juga menjadi ruang terbaik untuk melestarikan beragamnya bahasa yang terdapat di Indonesia, Bahasa Daerah. Mengapa? Karena di sanalah percakapan terbaik dari penurunan tradisi orangtua kepada anaknya, dan yang utama bahwa melalui ruang-ruang kecil di dalam rumah akan lahir langkah-langkah pelestarian yang langsung di bimbing langsung oleh orang tua.
Bulan Oktober, ternyata bukan hanya menjadi bulan sakral karena Sumpah Pemuda lahir pada salah satu harinya. Tapi Oktober di Indonesia juga telah menjadi bulan istimewa bagi bahasa, bulan yang diperingati sebagai Bulan Bahasa di Indonesia. Dan memulai dari pribadi diri sendirilah maka tujuan utama negara dapat kita wujudkan, pembiasaan, dan akhirnya menjadi keteladanan bagi lain di sekitar.
Mari menjadi pemuda yang masih terpaut dengan hati serta jiwa para pemuda pengikrar sumpah pemuda. Tak hanya mempelajari dan menjaga Bahasa, tapi lebih jauh lagi pada Bangsa, dan Negara.
“Tanpa mempelajari bahasa-nya sendiri, maka seseorang tak-kan mengenal bangsa-nya sendiri”, (Pramoedya Ananta Toer).
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H