e. Â Pelibatan dalam peperangan.
- Hak untuk memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, hak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum dan perlindungan dari penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya  dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir (Pasal 16).[16]
- Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
- Mendapatkan  perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa.
- Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif  dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlakuÂ
- Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum (Pasal 17 ayat 1).
- Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan (Pasal 17 ayat 2).
- Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya (Pasal 18).
Dengan adanya berbagai peristiwa pada belakangan ini maka pemerintah melakukan beberapa perubahan pada undang-undang nomor 23 tahun 2002 dengan dikeluarkannya undang-undang nomor 35 tahun  2014 yang merubah dan menambahi beberapa poin di dalam pasal-pasal undang-undang nomor 23 tahun 2002, perubahan-perubahan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban anak tersebut adalah:[17]
- Pada pasal 6 dirubah sehingga berbunyi "Setiap Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua atau wali".
- Pada pasal 9 ayat 1 ditambah dengan ayat 1 (a) yang berbunyi "Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain".
- Pada pasal 9 ayat 2 dan pasal 12 terdapat perubahan kalimat "anak yang menyandang cacat" diganti dengan "anak peyandang disabilitas".
- Pada pasal 14 ditambah dengan ayat 2 yang berbunyi "Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak:
- Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya;
- Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
- Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan
- Memperoleh Hak Anak lainnya.
- Pada pasal 15 terkait dengan hak anak mendapat perlindungan ditambah dengan poin f yaitu "kejahatan seksual".
Setiap hak yang didapatkan berimbang dengan kewajiban yang harus dijalankan, selain memiliki beberapa hak, seorang anak juga memiliki beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan dalam kehidupannya. Dalam pasal 19 UU Â NO. 23 Tahun 2002 diuraikan bahwa setiap anak memiliki kewajiaban untuk:[18]
- Menghormati orang tua, wali, dan guru.
- Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman.
- Mencintai tanah air, bangsa, dan negara.
- Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.
- Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
Secara garis besar hak-hak anak yang dapat dikategorikan menjadi empat kategori yaitu sebagai berikut:[19]
- Hak kelangsungan hidup yang mencakup hak dan memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai (survival rights).
- Hak tumbuh kembang anak yang mencakup semua jenis pendidikan  formal maupun formal dan hak menikmati standart kehidupan yang layak bagi tumbuh kembang fisik, mental, spritual, moral non moral dan sosial (development rights)
- Hak perlindungan yang mencakup perlindungan diskriminasi, penyalahgunaan dan pelalalaian, perlindungan anak-anak tanpa keluarga dan perlindungan bagi anak anak pengungsi (protection rights).
- Hak partisipasi yang meliputi hak-hak anak untuk menyampaikan pendapat atau pandangannya dalam semua hal yang menyangkut nasib anak  itu (participation rights)
Kesimpulan
Dalam memahami anak, setidaknya terdapat dua perspektif utama, yaitu: 1) Anak sebagai fenomena biologis (dan psikologis), dan 2) Anak sebagai fenomena sosial (dan legal). Anak sebagai manusia, memiliki hak asasi. Terkait hak anak, terutama yang tertuang dalam KHA (Konvensi Hak Anak) secara umum adalah bahwa: 1) setiap anak berhak mendapatkan pemenuhan kebutuhan terbaik, 2) setiap anak berhak terlindung dari semua bentuk kekerasan, 3) setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan, 4) setiap anak berhak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan pekerjaan yang berbahaya, serta 5) setiap anak berhak atas tingkat hidup yang layak.
Hak-hak anak dapat disimak dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.Dalam undang-undang tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa setiap anak Indonesia memiliki hak sebagai berikut.
- hak untuk hidup;
- hak anak untuk dilindungi orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara;
- hak anak untuk beribadah;
- hak anak untuk dilindungi secara hukum dari tindak kekerasan fisik, mental, dan penelantaran;
- hak pendidikan;
- hak untuk beristirahat dan berekspresi;
- hak memperoleh kesehatan;
- hak untuk dilindungi dari eksploitasisosial.
Jadi jika disimpulkan hak-hak setiap anak meliputi hak untuk:
- dilahirkan, memiliki nama dan kewarganegaraan;
- memiliki keluarga yang menyayangi dan mengasihi anak;
- hidup dalam komunitas yang aman, damai dan lingkungan yang sehat;
- mendapatkan makanan yang cukup dan tubuh yang sehat danaktif;
- mendapatkan pendidikan yang baik dan mengembangkan potensinya;
- diberikan kesempatan bermain dan waktu santai;
- di lindungi dari penyiksaan, eksploitasi,p enyia-nyiaan, kekerasan dan dari marabahaya;
- dipertahankan dan diberikan bantuan oleh pemerintah;
- mengekspresikan pendapat sendiri.
 Daftar Pustaka
 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)
Fuadi, "Pemenuhan Hak Anak Oleh Pengelola Panti Menurut Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan studi kasus Banda Aceh", Jurnal Ilmu Hukum Universitan Pasca Sarjana Syiah Kuala, No 1 (Agustus, 2013)