Mohon tunggu...
Indar Cahyanto
Indar Cahyanto Mohon Tunggu... Guru - Belajar

Belajarlah untuk bergerak dan berkemajuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Idul Adha dan Nilai-Nilai Sejarah Perjuangan Nabi Ibrahim AS

12 Juni 2024   20:02 Diperbarui: 12 Juni 2024   20:16 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah semesta Alam pengatur alam raya dan seisinya. Atas limpahan rahmat karuniaNya kita masih diberikan kesempatan untuk menunaikan salah satu kewajiban sholat sunnah Idul Adha ditempat yang kita mulaikan hari ini. yang nanti dilanjutkan dengan kegiatan penyembelihan hewan kurban. Qurban sebagai salah satu bentuk ibadah sekaligus peringatan dalam meneladani keimanan dan ketakwaan Nabi Ibrahim terhadap perintah Allah yang Agung. Juga meneladani keshalihan putra Ibrahim yaitu Ismail alaihi salam.

Keduanya adalah panutan.Nabi Ibrahim adalah sosok orang tua teladan yang berhasil mendidik putranya menjadi generasi qurrata a'yun lagi shalih. Sementara Nabi Ismail adalah sosok anak yang shalih yang begitu sangat berbakti kepada orang tua dan rela berkorban jiwa raga demi kebaikan orang tua.

Tak lupa, shalawat serta salam mari kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya, para sahabatnya dan pengikut semuanya hingga akhir zaman. Tak hanya itu, Nabi Muhammad adalah panutan yang mesti kita contoh. Karena akhlaknya yang mulia beliau bisa menyatukan umat. Karena sifat kejujurannyanya ia dipercaya oleh siapun. Karena ucapanya yang baik lagi damai, musuhpun bisa jadi pengikut setianya. Semoga kita bisa mengikuti jejak Nabi Muhammad menjadi pribadi damai lagi sejuk, pribadi jujur, baik dan humanis, yang mampu menyuguhkan rahmat bagi seluruh alam. termasuk baik terhadap binatang dan peduli lingkungan.

Secara historis atau kisah sejarah, dikisahkan dalam Al-Qur'an bahwa praktek kurban pertama kali dilakukan oleh kedua anak nabi Adam, Habil dan Qabil. Ibadah qurban pada waktu itu diperintahkan sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah di antara mereka berdua. Kisah kedua yang paling populer adalah kisah nabi Ibrahim yang mendapat mimpi untuk mengorbankan anaknya, nabi Ismail. Kisah kedua nabi ini tercatat dalam kitab suci tiga agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam) dan menjadi praktek yang sampai saat ini terus dilakukan sebagai bagian ajaran syariat dari agama.

Dalam kisah qurban yang dilakukan oleh nabi Ibrahim, menurut Ali Syariati memiliki pandangan menarik dalam menggali makna dari peristiwa tersebut. Menurutnya, "Ismail" dalam kisah tersebut tidak hanya dapat dimaknai sebagai sosok anak dari nabi Ibrahim, akan tetapi sisi lain ia merupakan simbol dari dorongan nafsu dan ego yang menghalangi manusia untuk mendekatkan diri kepada TuhanNya.

Dalam cerita sejarah, kita mungkin mendengar  pandangan bahwa setiap cinta yang tulus memerlukan suatu bentuk pengorbanan yaitu ketika sesuatu yang dikorbankan itu merupakan sesuatu yang amat berharga atau amat dicintai oleh orang tersebut. Bagi nabi Ibrahim AS, wujud cinta tersebut adalah bernama Ismail. Ia merupakan jawaban atas doa seorang manusia yang bertahun-tahun merindukan kehadiran sosok anak  dalam rumah tangganya. Ketika doa itu terwujud dalam raga Ismail, rasa cinta dalam nabi Ibrahim diuji. Manakah yang lebih besar? cinta kepada tuhan yang ia sembah atau cinta kepada anak yang sangat dirindukannya?. Ketika nabi Ibrahim sampai di bukit Mina dan telah menghunuskan pisaunya ke leher Ismail, ternyata bukan tubuh anaknya yang telah mati yang ia temui, tetapi seekor domba besar yang menggantikan posisi anaknya.

Peristiwa inilah yang merupakan hakikat sebenarnya dari qurban, seperti yang diterangkan dalam surah Al-Hajj (22) : 37 yang berbunyi : "Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untuk-mu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik".

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kisah nabi Ibrahim dapat menjadi pelajaran untuk kita semua. Sepanjang hidup, kita selalu bergulat dengan nafsu dan ego yang senantiasa menghalangi kita dalam melihat kebenaran dan mendekat diri kepada-Nya. Entah itu jabatan, kekayaan, kepopuleran, kecantikan, atau apapun. Kita semua memiliki "Ismail" dalam diri kita masing-masing. Maka wujud pengorbanan diri yang kita lakukan adalah dengan melakukan penyembelihan sunnah hewan Qurban.

Dalam proses kisah Nabi Ibrahim ada dua hal, apakah kita akan membawa "Ismail" pribadi kita ke bukit Mina untuk "menyembelih-nya" dan membebaskan diri darinya. Atau kita bisa menjadi Qabil, yang karena dibutakan oleh "Ismail" dalam dirinya hingga membunuh saudara kandungnya sendiri. Betapa ironisnya, Qabil yang bergerak atas nama cinta justru menghasilkan tragedi pembunuhan pertama dalam sejarah manusia. Betapa sebuah cinta yang salah menghasilkan bentuk perbuatan yang sangat keji. Agaknya, apa yang dikatakan nabi selepas perang badar memang betul. Bahwa jihad yang sesungguhnya bukanlah melawan ribuan musuh di Medan perang, tetapi ketika manusia bergulat untuk menundukkan hawa nafsunya sendiri.

Tentu, jalan menuju pembebasan sejati seperti yang telah berhasil dilakukan oleh nabi Ibrahim tidaklah mudah. Dalam perjalanan menuju ke bukit Mina, akan selalu ada godaan dari syaitan yang memaksa manusia untuk menyerah. Sebagian besar akan gugur di tengah jalan, dan hanya sebagian kecil yang akan sampai hingga tujuan. Proses itulah yang kita nikmati dalam perjalanan hidup yang membutuhkan sesuatu yang dapat kita kurbankan sebagai bentuk refleksi diri dalam peningkatan iman dan taqwa kepada Alllah

Dapatkah kita menjadi pribadi yang mampu menundukkan objek duniawi, nafsu, dan egonya pribadi dan menjadi seorang manusia yang terbebas dari segala belenggu yang menghalanginya menuju tuhan-Nya? Sepertinya, pelaksanaan Idul Adha menjadi momentum yang tepat untuk merefleksikan kembali pertanyaan yang disampaikan di atas Siapa atau dalam bentuk apa "Ismail" yang ada dalam diri kita?. Bentuk pengorbanan yang kita lakukan dalam bentuk sunnah penyembelihan hewan Qurban merupakan kunci kita dalam mendapatkan keberkahan, kunci dalam melunasi hutang, kunci dalam meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah.

Dalam sebuah hadist Nabi SAW pernah berkisah kepada para sahabat, Dari Thariq bin Syihab, (beliau menceritakan) bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, Ada seorang lelaki yang masuk surga gara-gara seekor lalat dan ada pula lelaki lain yang masuk neraka gara-gara lalat. Mereka (para sahabat) bertanya, Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Ada dua orang lelaki yang melewati suatu kaum yang memiliki berhala. Tidak ada seorang pun yang diperbolehkan melewati daerah itu melainkan dia harus berkorban sesuatu untuk berhala tersebut. Mereka pun mengatakan kepada salah satu di antara dua lelaki itu, Berkorbanlah. Ia pun menjawab, Aku tidak punya apa-apa untuk dikorbankan. Mereka mengatakan, Berkorbanlah, walaupun hanya dengan seekor lalat. Ia pun berkorban dengan seekor lalat, sehingga mereka pun memperbolehkan dia untuk lewat dan meneruskan perjalanan. Karena sebab itulah, ia masuk neraka. Mereka juga memerintahkan kepada orang yang satunya, Berkorbanlah. Ia menjawab, Tidak pantas bagiku berkorban untuk sesuatu selain Allah Azza wa Jalla. Akhirnya, mereka pun memenggal lehernya. Karena itulah, ia masuk surga.

Kurban berasal dari bahasa Arab qariba-yaqrabu-qurban yang artinya dekat. Jadi secara istilah kurban berarti mendekatkan diri kepada Allah dengan cara menyembelih hewan setiap tanggal 10 Zulhijah/ Idul Adha. Jadi jelas bahwa tujuan dari berkurban adalah untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan bersyukur atas segala karunia-Nya. Hewan yang boleh dijadikan untuk kurban adalah unta, sapi, dan kambing atau domba.

Oleh karena itu, penyembelihan hewan kurban merupakan simbolisasi jihad akbar, yakni dengan menyertakan niat untuk menyembelih nafsu kebinatangan yang ada dalam diri. Keegoisan, kerakusan, keserakahan, ketamakan, dan sifat buruk lainnya merupakan kumpulan dari sifat kebinatangan yang bersemayam di dalam diri manusia. Dengan mengikutsertakan menyembelih hawa nafsu berarti berpihak kepada hati nurani yang diterangi cahaya keilahian. Dan dengan berkurban, berarti mengungkapkan rasa syukur atas limpahan karunia dan anugerah yang diberikan oleh Allah Swt untuk disedekahkan kepada fakir miskin dengan niat semata-mata karena Allah dan untuk mensejahterakan mereka dengan cara membagi-bagikan daging kurban tersebut. Hewan yang telah dikurbankan tersebut adalah wujud dari sebuah amalan untuk mengorbankan harta benda demi kemashlahatan dan kepentingan orang banyak yang membutuhkan, yang merupakan wujud dari kecintaan seorang hamba kepada Allah yang sesungguhnya dan kecintaan terhadap sesama dengan didasari niat yang ikhlas semata-mata karena Allah swt.

Allah Tuhan semesta alam Berfirman melalui kalamNya surat Al Kautsar ayat 1-3 .sesungguhnya kami telah memberi kamu nikmat yang banyak, maka laksanakan shalat kepada Tuhanmu dan berkurbanlah, sesungguhnya orang yang membencimu adalah orang yang terputus," (al-Kautsar 1-3).

Risalah Khutbah Idul Adha 1445 H yang akan di sampaikan di SMAN 25 Jakarta. 17 JUNI 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun