Mohon tunggu...
Indar Cahyanto
Indar Cahyanto Mohon Tunggu... Guru - Belajar

Belajarlah untuk bergerak dan berkemajuan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ketika Guru Bicara Demokrasi

21 Februari 2024   11:03 Diperbarui: 21 Februari 2024   11:08 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini setelah pencoblosan pemilu kemarin ada sedikit kegaduhan dalam masyarakat ada segelintir masyarakat yang sudah menyatakan kemenangan dari hasil quick count Pemilu 2024 sedangkan segelintir lagi masih menunggu hasil real count dari KPU maka muncullah narasi curang yang dilakukan oleh penyelenggara PEMILU mulai dari KPPS hingga KPU.Banyak narasi yang bersilewaran di media sosial baik tiktok maupun WA saling mengecam satu sama lain. Pembelahan distorsi pasca pencoblosan selalu terjadi bahkan akan berulang seperti tahun sebelumnya karena kita ingat setelah PEMILUKADA istilah Kadrun dan Kampret serta cebong.

Guru harus bicara berdasarkan fakta dan narasi yang memang sesuai yang ada. Pada tanggal 14 Februari 2024 memang sangat kecil kesalahan ditingkat KPPS, kemudian ditingkat PPS hingga KPU kabupaten/kota serta provinsi hingga Provinsi. Alur komunikasi yang terputus setelah dari KPPS yang terkesan agak tertutup karena hanya ada panitia PPS serta saksi kemudian Panwaslu, begitu juga di KPU tak semua orang mudah mengakses secara manual informasi yang didapatkan. Harusnya tahapan penghitungan suara ditingkat pps dan KPU harus terbuka selain saksi juga ada unsur lain.

Sebenarnya waspada pada saat Pra pencoblosan di TPS tersiar kabar ada serangan fajar, serangan magrib dan serangan malam dengan menggunakan sembako dan lainnya. Akan tetapi bentuk serangan ini sangat sulit dibuktikan pembenarannya ada atau tidak karena yang tau warga dengan si calon.Kalau dilihat masyarakat paling banyak yang ditekan dengan adanya pelaksanaan PEMILU seperti ditekan untuk tidak kampanye dan mendukung Calon bagi PNS, ditekan untuk merasa tidak enak kepada tetangga, dtekan karena diberikan amplop dll sehingga rasa tidak enak kepada sang calon. Setiap pemilihan pun diwarnai isi amplop baik dari pemilihan kepala desa hingga pemilihan legeslatif serta presiden.

Proses pembuktian yang sulit dibuktikan sebelum proses pencoblosan di TPS jika ada kecurangan dan butuh energy untuk meneriakan suara kebenaran. Karena tertutup hanya orang-orang yang menerima amplop dan serta sembako yang tau. Sehingga yang ada tersiar kabar hoak dan kabar burung berupa katanya si anu dapat dari si calon, si calon anu menjanjikan jalan-jalan gratis, si calon anu memberikan sembako dan uang. Proses ini sering terdengar dari pemilu ke pemilu akan tetapi sulit membuktikan kebenarannya. Pada akhirnya kebenaran dan kejujuran belum tercipta secara sempurna masih ada permain yang tak jujur sesuai dengan prinsip demokrasi dan keadilan.

Demokrasi saat ini begitu mahalnya untuk menjadi seorang calon legeslatif, calon presiden calon gubernur bahkan calon kepala desa pun butuh modal yang besar untuk biaya spanduk baliho, poster, kaos, umbul-umbul, cetak kalender, serta biaya kampanye. Biaya bisa mencapai 1 milyar bahkan triliunan untuk membiayayai satu tahapan pemilu baik untuk legeslatif maupun pemilihan kepala desa ataupun gubernur bahkan presiden.

Melihat realitas yang ada Dalam Buku The Sociology of Intellectual Life karya Steve Fuller dikisahkan di dalamnya terdapat buku The Intellectual (Fuller 2005),Seorang tokoh bernama Machiavelli, sang pangeran tidak pernah dibenarkan berdasarkan kekuasaan yang ia miliki baik itu nenek moyang yang mulia atau berkat kepausan  namun hanya berdasarkan kekuasaan yang ia berikan kepada konstituennya, yang mungkin sama mendasarnya dengan hidup damai dan sejahtera dengan rakyatnya. teman-teman. (Inilah poin yang kemudian ditekankan oleh Hobbes.) Namun, Machiavelli juga menginspirasi untuk tetap fokus pada bola. 

Masyarakat Kehidupan Intelektual ada yang penafsiran yang lebih kuat mengenai tugas ini dalam menggambarkan arah yang menakutkan dari Machiavelli hingga Mussolini, yaitu bahwa penguasa harus memungkinkan rakyatnya melihat niat mereka terwujud dalam tindakannya. Apapun yang orang ingin katakan mengenai hal ini sebagai sebuah visi politik, hal ini mengasumsikan bahwa pelaksanaan kekuasaan adalah sebuah proses kreatif yang memaksa penguasa untuk terus-menerus menerjemahkan harapan dan ketakutan rakyatnya ke dalam suatu hal yang lebih besar dari sekedar penjumlahan bagian-bagiannya saja. 'Bola' Machiavelli adalah kenegaraan. 

Seorang pangeran boleh saja bersujud pada semua kesalehan yang relevan, namun jika ia tidak dapat mengelola pemerintahannya sendiri atau mencegah penyebab kerusuhan sipil, maka ia tidak pantas untuk memerintah: tamatlah cerita. 'Bola' saya mungkin disebut kerajinan ide. Kaum intelektual terutama berkecimpung dalam bisnis mempromosikan ide-ide. Artinya, antara lain, mereka harus mengasumsikan adanya gagasan. Seperti di bagian berikutnya, hal ini merupakan hal yang sulit dalam dunia akademis postmodern, yang cenderung menganggap gagasan sebagai sisa-sisa 'metafisika kehadiran (spiritual)' yang ditakuti. Tanpa menyangkal pentingnya akademisi dalam sertifikasi, elaborasi dan reproduksi wacana dan teknik disipliner yang membawa otoritas 'pengetahuan' dalam masyarakat luas,

Tulisan di atas mengingat begitu tingginya masalah yang menyangkut demokrasi dan kekuasaan yang terjadi di Indonesia sehingga mengakibatkan perbedaan kutub konflik yang semakin lebar dengan terjadinya distorsi argumentasi pembenaran yang berakibat pembelahan di masyarakat sejak 2017 hingga saat ini. Proses pembelahan itu ke depan tak perlu terjadi jika ide itu dapat dielaborasi secara sempurna oleh komponen masyarakat. Pemilu, demokrasi serta kekuasaan ada bagian dari proses permainan sepakbola yang harus memiliki visi kreatif dan inovatif.

Guru menjadi bagian dan actor penting dalam tahap pembelajaran politik kebangsaan di sekolah maka membuka ruang diskusi dan kajian literasi menjadi tolak ukur dalam mengembangkan wawasan peserta didik. Proses pembelajaran dengan pendekatan yang sesuai dengan kurikulum dan pedoman menjadi landasan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Proses pemahaman demokrasi harus dimulai dari sekolah dan kampus ketika perjalanan demokrasi ke depan menjadi lebih baik. Terbukanya mimbar diskusi bagian dari pendewasaan membangunn narasi berfikir secara bijak dan rasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun