Mohon tunggu...
Indar Cahyanto
Indar Cahyanto Mohon Tunggu... Guru - Belajar

Belajarlah untuk bergerak dan berkemajuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tantangan Mengajar Guru di Tahun 2024

3 Februari 2024   22:23 Diperbarui: 3 Februari 2024   22:47 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika tahun berganti dari 2023 ke 2024 bereadar wacana terkait dengan e kinerja dalam PMM. Guru pun berganti menjadi sibuk untuk membuka Platform merdeka mengajar guna mengejar e kinerja. Kebijakan kementrian melalui Dirjen GTK yang pada awal tahun memberikan tugas tambahan guru dalam merencanakan kinerja selain modul ajar yang para guru susun. Tugas tambahan yang memang dibutuhkan energi tambahan dalam memikirkan dan merencanakan untuk mengisi e kinerja.

Secara awal memang sangat mudah dalam membuka aplikasi PMM e kinerja akan tetapi para guru harus betul-betul paham dalam merencanakan e kinerja yang dibuatnya. Kemudian harus berkordinasi dan berkonsultasi dengan kepala sekolah yang harus menvalidasi e kinerja para guru yang dibuatnya. Kesibukan yang cukup menguras tenaga selain menyiapkan kegiatan belajar mengajar.

Pada sisi yang lain setelah mengisi e kinerja para guru sibuk dengan mencari sertifikat dalam mendukung apa yang sudah direncanakan dalam e kinerja PMM. Bertebaran webinar-webinar online dari beragam lembaga yang bermunculan di dunia maya yang menawarkan sertiifikat. Kadang ada lembaga yang menawarkan webinar online yang harus mengeshare ke lima group wa dan kadang ada yang menyalahgunakan untuk penipuan.

Tantangan guru pun meningkat di awal tahun baru 2024 selain mengajar dan mendidik peserta didik mereka pun harus mengakses PMM.  Belum lagi nanti membuat laporan  e kinerja yang harus di upload dalam PMM hingga bulan Juni 2024. Artinya guru dipaksa untuk mengisi, mengakses aplikasi e kinerja dalam PMM. Saat ini melebih dari masa lalu, tak pernah ada masa di mana profesi guru begitu dituntut dan dipaksa-paksa seperti terjadi di Era Merdeka Belajar. Guru dituntut mempelajari banyak hal dan dipaksa jadi budak teknologi, melalui tirani aplikasi.

Merdeka belajar dan merdeka mengajar pada akhirnya guru banyak tuntutan dalam mengaksses beragam aplikasi pembelajaran. Entah ada perubahan dalam proses kegiatan belajar mengajar dibutuhkan observasi yang mendalam. Kecenderungan guru menggunakan aplikasi PMM dalam mengakses pelatihan mandiri kemudian mengakses aksi nyata. Dengan melalui implementasi Kurikulum Merdeka saja, para guru sudah sangat terbebani dengan banyaknya  administrasi yang dibuat. Beberapa guru merasa lebih disibukkan mengisi PMM ketimbang sebagai pendidik. 

Kalau ditilik memang penggunaan aplikasi e kinerja dalam PMM sebenarnya sedikit memperbaiki administrasi terkait dengan masalah SKP guru. Sebelumnya pembuatan SKP lebih banyak melibatkan tenaga kependidikan atau TU maka pada saat ini ketika menggunakan e kinerja guru PMM guru dituntut secara mandiri dan lebih untuk berusaha menyusun e kinerja sampai mengupload bukti kinerjanya. Memperbaiki sistem akan tetapi malah membuat sistem baru yang dimana guru merasa terbebani dalam mengisinya. 

Merujuk dalam UU guru dan dosen no 14 tahun 2015 yang menyebutkan Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Kemudian pada pasal 6 dijelaskan Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 

Ketika merujuk dalam UU diatas maka secara subtansi memang sudah sedikit melenceng karena tugas guru saat ini lebih banyak ke dalam beban adminstrasi. Apalagi nanti ketika wacana 35 jam diterapkan maka beban pun bertambah dan tuntutan bertambah. Kebijakan Kemendikbudristek lebih memprioritaskan hal-hal superfisial, teknis, kasatmata, bisa diukur, seperti banyaknya pengunduh dan pengguna aplikasi. Ketimbang memberikan layanan kepada peserta didik dengan maksimal.

Belum lagi kebijaka guru penggerak yang turut serta belum menyentuh pondasi pengajaran dan pendidikan di sekolah. Guru penggerak yang harusnya mampu mengangkat derajat sekolah yang non unggulan menjadi unggulan masih jauh dari harapan. Tak ada peran yang signifikan kehadiran guru penggerak dalam menciptakan iklim belajar sebagai pemimpin pembelajaran. Karena mimpinya hanya untuk menjadi kepala sekolah semata dan mengejar jabatan. Inilah yang terjadi secara kasat mata terkait dengan guru penggerak yang masih belum memberikan sesuatu yang maksimal untuk sekolahnya. Walupun tak semua guru penggerak tak berperan untuk perbaikan sekolah masih ada guru penggerak yang berperan untuk sekolah.

Pengalaman guru memberikan data lebih obyektif tentang kondisi pengajaran di sekolah daripada informasi melalui aplikasi. Aplikasi pendidikan itu untuk guru, bukan guru untuk aplikasi pendidikan. Kebijakan e-Kinerja terintegrasi dengan PMM alih-alih meningkatkan kinerja dan profesionalitas guru, justru akan menghancurkan kinerja guru. Guru tidak lagi fokus pada aktivitas mengajar dan mendidik peserta didk, akan tetapi banyak meninggalkan kelas demi pengelolaan kinerja guru yang didalamnya juga terdapat pelatihan mandiri. Hal ini kadang juga terjadi kepada guru penggerak yang banyak meninggal kelas untuk membuat aksi nyata.

Pemaksaan pemakaian aplikasi pendidikan kepada guru dan kepala sekolah jelas sangat bertentangan dengan filosofi pendidikan itu sendiri yang lebih melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi Serta mengutamakan pendekatan reflektif dan evaluatif berdasarkan perenungan individu guru sebagai manusia dan komunitas sekolah sebagai warga pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun