Ketika Ibukota Jakarta akan dipindah ke Ibukota Nusantara yang terletak di Kalimantan bagi saya itu memberikan makna yang mendalam bagi perkembangan kehidupan kebangsaan. Berpindahnya ibukota secara pasti akan memberikan dampak secara geografis dan teritorial dalam wajah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berpindahnya Ibukota bukanlah berpindah secara fisik semata akan tetapi juga akan memindahkan segala aspek kehidupan masyarakat ke Ibukota yang baru. Secara pasti akan Ibu Kota baru akan terbentuk pola ikatan baru dan transformasi baru dalam kegiatan kehidupan masyarakat kelak.
Sebenarnya ketika ibukota berpindah dari Jakarta ke Kalimantan dalam sisi historis memindahkan catatan historis terkait dengan Ibukota Jakarta selama. Jakarta yang selama ini memiliki makna filosofis dan historis terkait dengan akar kebangsaan terbangun secara konstruksi dalam benak masyarakat Indonesia. Karena di Jakartalah proklamasi 17 Agustus 1945 dkumandangkan oleh sosok dwitunggal bangsa Indonesia Soekarno-Hatta. Dari Jakarta lahirlah sebuah pesan kemerdekaan ke seluruh penjuru nusantara.
Tumbuhnya ikatan primordialisme pada awal sebelum kemerdekaan kemudian bersatu menjadi ikatan nasionalisme dalam wujud negara kesatuan republik Indonesia yang berbhineka tunggal ika. Gagasan ibukota Jakarta dengan nilai sejarah dan warisan sejarah yang terbentuk sekian lama nantinya akan bergeser ke dalam Provinsi Daerah Khusus Jakarta berkedudukan sebagai Pusat Perekonomian Nasional, Kota Global, dan Kawasan Aglomerasi. Oleh sebab itu, Jakarta didesain fungsinya sebagai pusat perdagangan, pusat kegiatan layanan jasa dan layanan jasa keuangan, serta kegiatan bisnis nasional, regional, dan global.
Tentunya pergeseran itu mulai ditata pada saat ini nilai-nilai kesejarahaan lokal perlu dikembangkan karena supaya tidak hilang konstruksi sejarah yang telah dibangun sejak zaman kerajaan hingga saat ini. Masih kurangnya sumber sejarah lokal Jakarta yang belum digali oleh para pegiat sejarah. Perlu kerja keras untuk menghadirkan kota Jakarta sebagai pusat bisnis yang memiliki karakter sejarah.
Secara de jure baru sejak 1961, Jakarta ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1961 jo. UU PNPS No. 2 Tahun 1961. Setelah itu, berturut-turut, berbagai Undang-Undang kembali menetapkan Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibu Kota (DKI), mulai dari UU No. 11 Tahun 1990, UU No. 34 Tahun 1999, hingga terakhir, yang masih berlaku hingga saat ini, diatur melalui UU No. No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia
Secara prinsip UUD NRI 1945 sudah memberikan aturan dasar, yakni Pasal 18 ayat (1) UUD NRI 1945 yang secara tegas menyebutkan bahwa ‘Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota’. Lalu, Pasal 18 ayat (3), menyebutkan bahwa jabatan kepala pemerintahan kabupaten dan kota itu adalah bupati dan walikota. Maka Provinsi Daerah Khusus Jakarta agar tidak menghilangkan fungsi sejarah maka tetap mengacu kepada aturan yang ada jangan sampai aturan yang ada berubah secara total menghilangkan sendi-sendi dasar kehidupan yang telah dibangun sebelumnya.
Termasuk juga pemilihan kepada daerahnya pun juga jangan sampai berubah biarkan Jakarta memilih pemimpin sendiri berdasarkan pemilihan kepala daerah melalui Pemilukada. Jangan sampai ada intervensi pemilihan kepala daerah ditunjuk oleh Presiden karena akan menghilangkan makna substansif demokrasi yang telah dibangun selama ini. Jakarta yang memiliki kota yang syarat makna sejarah dalam membangun peradaban masyarakat Jakarta selama ini.
Makna peradaban yang diusung dengan kemajuan iptek dan keterbukaan selama ini jangan kembali ke dalam pikiran ketertutupan dalam pemilihan kepala daerah. Terlihat ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki modal sosial yang kuat. Hal ini tercermin dari persepsi kebahagiaan responden yang selama ini tinggal dan berkegiatan di Jakarta—yang mencapai 84,7%. Dari yang merasa bahagia ini alasan yang paling banyak adalah perihal pembangunan infrastruktur yang semakin baik Selain kebahagiaan, modal sosial lainnya yang patut dicatat adalah bayangan responden memandang Jakarta dalam waktu 20 tahun ke depan. Dari hasil survei, mayoritas responden (77,5%) tetap mau tinggal dan bekerja di Jakarta walau Jakarta tidak lagi menyandang status IKN. Responden (sebesar 70,9%) juga memandang positif kondisi Jakarta yang akan semakin maju di berbagai aspek kehidupan. sumber Silahkan di klik hasil surveihttps://jakarta.go.id/uploads/pages/downloads/page_file-analisis-hasil-survei-kekhususan-jakarta-25-april-2022-12-20220425033429.pdf sumber Silahkan di klik
Nilai kebahagian yang tergambar dalam perjalanan giat masyarakat saat ini merupakan dasar rujukan untuk bagaimana meningkatkan dengan lebih baik. Unsur kebahagian salah satunya ketika proses demokrasi pemilihan kepala daerah menjadi sesuatu yang berarti bagi masyarakat. Unsur kebahagian karena nilai-nilai demokrasi yang sudah ada tidak dihilangkan diganti dengan unsur penunjukkan. Demokrasi itu juga bagian dari pelaksanaan sila keempat dari Pancasila yang menjadi dasar pedoman masyarakat Indonesia.
Proses partisipasi masyarakat yang sudah terbangun dengan peradaban yang maju jangan terhambat karena terhalang oleh penunjukkan Gubernur Jakarta oleh presiden nantinya. Jakarta dapat dijadikan sebagai barometer kehidupan politik ekonomi sosial budaya nantinya. Penunjukkan Gubernur mencederai nilai-nilai logisme dalam membangun masyarakat demokrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H