Ketia zaman telah berubah maka dinamika yang terjadi pun akan berubah dan secara pasti memberikan dampak terhadap apa yang terjadi ditengah masyarakat. Proses dinamika itu mau tak mau suka tak suka kita sebagai makhluk sosial dan yang diciptakan oleh Tuhan dengan akal nurani diharapkan mampu menjawab perubahan itu dengan sesuatu yang baik bukan yang buruk. Perubahan itu mutlak karena bagian dari takdir dari Tuhan bahwa manusia itu harus berubah menjadi sesuatu yang baik.
Proses perubahan yang harus diyakini dapat membangun nalar kritis manusia yaitu dengan proses literasi. Jalan penting ketika mau mengubah diri ini menjadi lebih baik dan berkarakter yakni dengan membuka diri dari segala macam hal perubahan. Proses perubahan itu hanya didapatkan jika manusia itu mampu memberikan kebermaknaan dalam hidupnya dan terus bergerak untuk melakukan sesuatu bagi dirinya dan orang lain.
Hari ini perubahan ilmu pengetahuan teknologi yang telah memasuki ruang privat kehidupan kita dengan gawai yang ada dalam genggaman akan mengubah pola berfikir dan pola tingkah laku. Kita hitung gawai yang ada dalam genggaman dapat digunakan selama full 24 jam penuh. Kadang gawai itu mati dan kita gunakan ketika kita tidur atau ketika kita beribadah atau ketika ke kamar mandi. Sangat saktinya gawai yang kita miliki sampai-sampai tidak sempat untuk berinteraksi dengan orang yang terdekat. Bahkan ketika bertemu pun seharusnya pertemuan itu menjadi bermakna malah terbalik pertemuan itu menjadi hambar.
Banyak orang ketika kita sedang berkegiatan rapat, seminar pasti banyak memperhatikan gawai ketimbang narasumber dan pimpinan rapat. Sehingga suasana menjadi hampa dalam ruangan yang besar sekalipun karena interaksi seadanya bahkan ada anggapan yang penting hadir entah kehadiran itu bermanfaat atau tidak. Maka tak heran literasi di negri terasa masih kurang dikarenakan keengganan untuk mencoba kebermanfaatan.
Sebenarnya ketika kita telah menggunakan gawai atau handphone yang ada dalam genggaman harusnya dapat meningkatkan pola literasi lebih baik dan bermakna. Akan tetapi pola literasi digital yang kita lakukan terkadang kaku hanya sebatas penonton yang bersorak sorai. Bagaiman tidak kalau seandainya ada sesuatu yang keliru di dunia media sosial pasti beragam komentar dan ujaran berkeliaran tanpa ada kontrol sosial. Contoh ada terkait cebong dan kampret merupakan suatu realitas sosial yang didapatkan dalam media sosial.
Dalam wikepedia disebutkan Literasi digital atau kemelekan digital (melek digital) adalah sebuah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum sesuai dengan kegunaannya dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Literasi digital juga dapat didefinisikan sebagai "kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, membuat, dan mengkomunikasikan informasi, yang membutuhkan keterampilan kognitif dan teknis. Literasi digital adalah bagaimana kita dapat membaca cara kerja mesin aplikasi teknologi seperti: programing, artificial intelligence, engineering principle dan lain-lain.
Harusnya ketika kita mampu menggunakan alat komunikasi maka dapat pula ditemukan kebermanfaatan untuk orang banyak. Bukan untuk membully, menyebarkan berita hoas, menscaming, dan yang terkait dengan kejahatan dunia digital. Maka kita perlu belajar untuk membangun konten materi digital untuk lebih baik lagi dalam merencanakan dan mengembangkan produk media digital tersebut.
Ada tujuh elemen dasar yang harus kita pahami dalam literasi digital menurut team literasi digital nasional: pertama Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital yang terdeferensiasi dari anak-anak hingga dewasa;kedua Kognitif, yaitu daya pikir dalam menilai konten dari masing-masing pengguna berbeda nalar cara berfikirnya; Ketiga Konstruktif, yaitu reka cipta sesuatu yang ahli dan aktual serta kompetensi yang berbeda; keempat Komunikatif, yaitu memahami kinerja jejaring dan komunikasi di dunia digital; kelima Kepercayaan diri yang bertanggung jawab; keenam Kreatif, melakukan hal baru dengan cara baru; ketujuh Kritis dalam menyikapi konten; dan bertanggung jawab secara sosial.
Masing-masing pengguna atau orang yang memakai media komunikasi tersebut harus mampu memberikan sesuai dengan elemen literasi digital sehingga kita dapat dikatakan sebagai orang yang berliterat atau orang yang sudah paham dalam menggunakan media sosial itu dengan baik. Maka ketika itu pula kita dapat menggunakan alat itu sesuai dengan prinsip=prinsipnya yakni Pertama Pemahaman untuk mengekstrak ide secara eksplisit dan implisit dari media; Kedua Saling ketergantungan antara media yang satu dengan media yang lain; Ketiga Faktor sosial menentukan keberhasilan jangka panjang media yang membentuk ekosistem organik untuk mencari informasi, berbagi informasi, menyimpan informasi dan akhirnya membentuk ulang media itu sendiri; Keempat Kurasi atau kemampuan untuk menilai sebuah informasi, menyimpannya agar dapat di akses kembali.
Ketika pemerintah mengeluarkan 6 hal terkait literasi maka kita harus mengetahui 6 Literasi Dasar tersebut terdiri Literasi Baca Tulis. Literasi Numerasi, Literasi Sains, Literasi Digital, Literasi Finansial, Literasi Budaya dan Kewargaan. Dari 6 unsur literasi memiliki signifikansi bagi pengembangan karakter masyarakat dan utamanya peserta didik. Ke enam hal itu memang sudah kita praktekan akan tetapi belum terasa secara holistik dalam pengembangan sumber daya manusia. Karena masih banyak kekurangannya yang terjadi ditengah kehidupan masyarakat.
untuk mengembangkan kecakapan global, yakni character (karakter), citizenship (kewarganegaraan), critical thinking (berpikir kritis), creativity (kreatif), collaboration (kolaborasi), dan communication (komunikasi). Diharapkan memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang empat dimensi literasi digital, yakni Digital Culture, Digital Skills, Digital Ethics, dan Digital Safety.Dalam proses pengembangannya memiliki perpaduan antara technical skills dan soft skills akan melahirkan kecakapan digital yang paling dibutuhkan di era kemajuan teknologi. Perpaduan tersebut meliputi technical skills yang dikenal dengan The ABC, yaitu Artificial Intelligence, Big Data, dan Cloud Computing.
Guru didalam kelas harus melibatkan unsur teknologi dalam setiap pembelajaran. Sehingga peserta didik juga dapat memiliki keacakapan digital karena memang guru adalah bagian dari garda terdapat mengembangkan kompetensi dan kecapakan digital. Guru secara adaptif kreatif serta inovatif dapat mendorong peserta didik ke arah kemajuan pemanfaatan teknologi. Sehingga berita-berita hoaxs dapat dipelajari didalam kelas serta diingatkan untuk tidak terpengaruh oleh konten negatif. Dalam menerima berita dibutuhkan saring sebelum di sharing, dikaji dulu sebelum dipublikasikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H