Mengingat bahwa draf Undang-Undang Sisten Pendidikan Nasional merupakan satu kesatuan dari tiga muatan Undang-undang sebelumnya yaitu a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4301);
b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Tahun 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586); dan c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336).
Dalam draf Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang akan digodok pemerintah melalui Prolegnas tidak adanya bahasan tentang Tunjangan Penghasilan Guru dan Muatan pembelajran sejarah.
Menimbulkan perdebatan baru dikalangan para pendidik dan dosen terkait TPG yang khawatir akan menghilang jika UU ini akan disyahkan. Kemudian diksi mata pelajaran Sejarah yang selama diharapkan menjadi satu kesatuan dalam mata pelajaran wajib untuk dimaksukkan dalam UU Sisdiknas yang baru.
Artinya segenap aturan secara tertulis dalam ketiga UU itu yang masih dimungkinkan diksi untuk dimasukkan dalam draf tak perlu dihilangkan bahkan diperbaiki redaksinya. Ada beberapa hal yang memang ada pengurangan redaksi dalam draff UU Sisdiknas selain diksi TPG yang secara jelas ada dalam UU guru dan dosen tercantum di dalamnya, maka dalam draff aturan UU Sisdiknas yang baru tak berbunyi tentang aturan TPG.
Didalam Bab XI Pendidikan dan Tenaga Kependididikan paragraph 2 tentang guru Pasal 109 (1) Setiap orang yang akan menjadi guru wajib lulus dari Pendidikan profesi guru.
(2) Pemerintah Pusat memenuhi ketersediaan daya tampung Pendidikan profesi guru untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan Pendidikan. (3) Pendidikan profesi guru diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. (4) Dalam hal calon guru berkeahlian khusus, dapat diberikan pengecualian dari persyaratan lulus dari Pendidikan profesi guru.
Sedangkan BAB XV Ketentuan peralihan Pasal 145 (1) Setiap guru dan dosen yang telah menerima tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebelum Undang-Undang ini diundangkan, tetap menerima tunjangan tersebut sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap guru dan dosen selain guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerima besaran penghasilan/pengupahan paling sedikit sama dengan penghasilan/pengupahan yang diterima saat Undang-Undang ini diundangkan sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Artinya ketika melihat ke dua Bab dan Pasal dalam UU Siddiknas seolah-olah narasi dan diksi TPG dalam UU Guru dan dosen selama ini melekat didalamnya akan dihilangkan.
Karena narasi yang terlihat dalam draf UU Sisdiknas berada dalam Bab Peralihan sehingga terkesan bahwa TPG bisa saja suatu saat akan hilang dalam UU sisdiknas. Atau hanya dinarasikan secara implisit saja berbeda dengan UU guru dan Dosen yang secara tegas menyatakan tentang diksi Tunjangan Profesi Guru.
Yang menjadi pertanyaan kenapa harus dalam BAB Peralihan bukan di dalam BAB Khusus tentang muatan Tunjangan Profesi Guru. Hal ini perlu dikritisi lebih lanjut oleh teman-teman guru beserta Organisasi guru untuk bergerak bersama-sama agar masalah tentang diksi TPG tidak di dalam Bab Peralihan. Sehingga persoalan Tunjangan Profesi Guru tegas dan nyata bunyi dalam UU masuk ke dalam batang tubuh undang-undang sisdiknas nantinya.
Ketentuan peralihan merupakan sebuah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang rumusannya dapat didefinisikan ketika diperlukan atau jika diperlukan, yang berarti tidak semua peraturan perundang-undangan mempunyai ketentuan peralihan.
Dalam Lampiran II UU P3, dijelaskan bahwa "Ketentuan Peralihan" memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang lama terhadap peraturan perundang-undangan yang baru, yang bertujuan untuk:
1) Menghindari terjadinya kekosongan hukum; 2) Menjamin kepastian hukum; 3) Memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan 4) mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.( Alwiyah Sakti Ramdhon Syah Rakia, dkk; Amsir Law Jurnal. Volume 3 Oktober 2021)
Ketika Tunjangan Profesi Guru secara naratif tidak ada dalam draft rancangan UU Sisdiknas walaupun termaktub dalam bab peralihan hal ini semata-mata menjadi bagian penguat sementara dan menhiindari dampak yang sangat signifikan ketika draf UU Sisdiknas akan disyahkan.
Belum lagi diksi Komite dan Dewan pendidikan yang hilang dalam yang sebelumnya di UU sisdikanas tahun 2003 diksi komite dan dewan pendidikan tercantum ada di dalamnya. Padahal peran komite sangat penting dalam membantu dan membersamai kegiatan sekolah. Ketika belum ada kajian akedemik tentang munculnya draf Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru maka kita hanya bisa cemas, berharap dengan ketidakpastian.
Tentunya berharap UU sisdiknas yang baru ini dapat mengakomodir semua kepentingan pendidikan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga akan melahirkan satu proses terbentuknya karakter pelajar Pancasila sesuai dengan harapan yang nyata.
Kemudian persoalan tunjangan profesi guru dapat memberikan garansi terlaksananya pendidikan dan adanya kesejahteraan guru yang dapat mengangkat harkat derajat dan martabag guru
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H