Pertunjukan Calung, Longser, Tabla, Perkusi, Monolog, musik kolaborasi, aneka tari, dan parade baca puisi dari para penyair dan deklamator Garut. Juga ada Ayi Kurnia, seorang aktor/deklamator kenamaan dari Purwakarta, dan Mukti-mukti, seniman musikalisasi puisi dari Bandung.
Padepokan sebagai Objek Wisata
Selain program-program kegiatan seni pertunjukan, saat ini Padepokan Sobarnas Martawijaya juga tengah merancang sebuah konsep edukasi seni pertunjukan, yang dikemas dalam sebuah program kunjungan wisata.
Program ini disebut Paket Wisata Edukasi Seni Pertunjukan. Program ini ditujukan kepada para wisatawan yang ingin mengetahui seluk-beluk seni pertunjukan, dalam durasi kunjungan tertentu. Sasaran utamanya adalah para pelajar setingkat TK, SD, SMP, hingga SMA. Namun tidak tertutup kemungkinan bagi kalangan lain untuk mencoba mengeskplorasi program ini.
Dalam program ini, wisatawan akan diajak untuk ikut terlibat menikmati kecerian dan keakraban barudak lembur dalam Kabarulem (Kaulinan Barudak Lembur). Lalu, akan diajak berlatih seni tari, untuk melatih kelenturan tubuh, kesadaran ruang, dan kepekaan akan irama dan musik.
Selepas itu, wisatawan akan diajak bermain peran dalam sebuah sesi permainan yang mengasyikkan. Dan terakhir, wisatawan akan mendapat kesempatan membuat kerajinan tangan, yakni membuat topeng kertas.
Hasil karyanya nanti bisa dibawa pulang sebagai kenang-kenangan. Setelah lelah bermain dan berkreasi, wisatawan akan diajak botram, makan bersama sengan sajian nasi liwet khas Padepokan. Sungguh sebuah paket wisata yang menarik dan mengasyikkan. Sangat layak untuk dicoba.
Mereka Terus Meriak Bersama di Padepokan
Sepeninggal Bapak Sobarnas Martawijaya, padepokan dipimpin oleh istrinya, Ibu Tien Martini Sobarnas. Beliau adalah salah seorang maestro tari, yang menguasai begitu banyak gerakan tari kreasi dan tari kontemporer. Beliau juga telah menciptakan beberapa gerakan tarian khas Sari Kota Inten. Karena keterampilan menarinya itu, Ibu Tin pernah bergabung dengan tim Misi Kesenian Indonesia ke Negara Jepang selama enam bulan, pada tahun 1974.
Dulu, bersama mendiang suaminya, beliau tak pernah lelah melatihkan keterampilan tarinya, baik melalui program yang dilaksanakan bersama pemerintah, maupun program latihan di Padepokan. Namun karena kesibukan sebagai aktivis perempuan (beliau adalah ketua GOW kabupaten Garut), kini beliau sudah mulai jarang melatih tari. Sebagai penggantinya, beliau percayakan kepada putri bungsunya, Teh Diana Nastini, S.Sn., salah seorang penari kebanggaan Polah Seni Sakinten.