Setelah 4 tahun hiatus menulis di Kompasiana, akhirnya di penghujung 2019 saya mempunyai kesempatan lagi untuk mencurahkan 'bahasa kepala'. Selama 4 tahun belakangan ini banyak yang saya lewati, terutama dari segi karir. Mulai dari fotografer lepas, bekerja di EO, menjadi wartawan, hingga akhirnya menjadi abdi negara alias ASN alias PNS.
Pada tahun 2019 ini, pemerintah kembali membuka seleksi penerimaan CPNS/CASN. Tahun ini agak sedikit berbeda memang, pasalnya seleksi penerimaan melewati tahun anggaran. Hal lainnya yaitu penerimaan kali ini terdapat masa sanggah. Jadi bagi teman-teman yang merasa administrasinya patut lulus namun dinyatakan tidak lulus, maka teman-teman dapat menyanggah.
Oke, lanjut ke intinya. Apakah menjadi seorang PNS/ASN itu membahagiakan atau malah membuat tertekan. Mari kita bahas 'plus minus-nya' menurut asumsi saya sendiri.
- Plus-nya
Hal pertama, kebanyakan orang tentu berambisi menjadi PNS/ASN agar masa tua terjamin. Ya, itu memang pasti. Melihat dari pengalaman (kakek, ayah, ibu saya adalah seorang PNS), memang kehidupan beliau-beliau lebih tenang ketika memasuki masa purnatugas. Mereka hanya tinggal mengurus cucu, mengolah ladang atau lainnya dan setiap sebulan sekali tinggal menerima gaji pensiun.
Kedua adalah ASN/PNS itu tidak mungkin melarat (*syarat dan ketentuan berlaku). Ya, ASN/PNS (di bawah eselon II dan III) bisa dibilang tidak kaya (banget) atau tidak miskin (banget). Mereka hidupnya akan cukup asalkan tidak memiliki utang sehingga gaji mereka akan utuh. Saya pertama diangkat menjadi PNS berpangkat/golongan III/a dengan gaji sekitar 3 jutaan (gaji segini dengan Tunjangan Kinerja di kabupaten).
Gaji dengan nominal tersebut menurut saya cukup untuk menghidupi istri dan anak saya. Memang tidak besar namun benar-benar cukup (asal bisa me-manage-nya). Jika teman-teman menjadi PNS di Kementerian/Lembaga pusat pasti gajinya lebih banyak 2 atau 3 kali lipat.
(Untuk plus-nya mungkin akan saya tambah nanti setelah saya mengalaminya, namun untuk masa kerja 2-3 tahun sebagai PNS, itu yang saya rasakan)
- Minus-nya
Sekali lagi saya tekankan bahwa anggapan ini merupakan anggapan saya sendiri yang cukup lama bekerja di swasta dan industri kreatif.
Minus yang pertama adalah jika sibuk, sibuk sekali dan jika selow, selow sekali. Saat kamu bekerja di sebuah instansi pemerintah, mungkin akan mengalami satu hari benar-benar gabut tidak ada kerjaan. Mau kabur malu, mau diam di ruangan malah tidak jelas. Tapi jika sedang ada kerjaan, sibuknya sampe ke ubun-ubun, pulang pun melewati jam kerja alias lembur.