Mohon tunggu...
Indana Zuliyati Z
Indana Zuliyati Z Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi BK Stambuk 18

Hallo, Selamat Mmebaca Semoga Bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wajah Pembinaan ABK Tunagrahita pada Masa Covid-19

10 April 2021   23:00 Diperbarui: 10 April 2021   23:02 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak atau orang yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata atau bisa juga disebut dengan retardasi mental. Tunagrahita dikategorikan menjadi tiga, yaitu ringan, sedang, dan berat. Anak tunagrahita ringan memiliki tingkat kecerdasan berkisar antara rentang intelligence quotient (IQ) 50-70,  sehingga dapat dikatakan  kemampuan pendidikannya termasuk anak mampu didik. Anak mampu didik adalah anak yang memiliki kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja, juga mampu menyesuaikan diri pada lingkungan serta dapat mandiri dalam masyarakat. Mumpuniarti (2003) mengungkapkan anak tunagrahita mampu bergaul,menyesuaikan diri dengan lingkungan yang luas, namun mengalami keterlambatan dalam proses penyesuaian sosial. 

Keterampilan sosial adalah kemampuan individu dalam membangun hubungan dengan orang lain. Penerimaan secara sosial, mempelajari perilakuperilaku yang memungkinkan seseorang untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain dan untuk menghindari respon sosial yang tidak dapat diterima. Kemampuan keterampilan  sosial yang baik membuat individu lebih mudah diterima di lingkungan, namun keterampilan sosial yang kurang baik  menyebabkan individu kurang mampu untuk menjalin hubungan dengan masyarakat dan kurang diterima oleh lingkungan sekitarnya.

Keterampilan sosial yang merupakan proses belajar, baik melalui keluarga, teman sebaya, guru, dan  masyarakat. Pada anak tunagrahita ringan keterampilan sosial merupakan hal penting untuk diperhatikan, sebab keterampilan sosial anak tunagrahita lebih lambat daripada anak pada umumnya (James D. Page, 1995) . Oleh karena itu keterampilan sosial anak tunagrahita ringan sebaiknya dikembangkan pada saat masih kanak-kanak, bersamaan dengan konsep diri yang positif, hubungan sesama teman,dan penyesuain sosial secara umum. Namun sejak ditetapkannya corona virus disease (Covid-19) sebagai wabah nasional, pemerintah menetapkan pembelajaran disekolah mejadi dilaksanakan di rumah. Hal ini membuat anak lebih banyak menghabiskan waktu dirumah dan menyebakan proses bersosialiasi dengan teman sebaya serta lingkungan sekitar menjadi terbatas.

Pembatasan interaksi sosial (social distancing) berarti tindakan dengan memberi jarak atau menghindari keramaian atau menghindari kontak dalam jarak dekat dengan orang lain. Dengan penerapan social distancing berdampak juga dalam dunia pendidikan. Pemerintah membuat keputusan untuk memindahkan proses pembelajaran yang tadinya di sekolah menjadi di rumah. Kebijakan ini berlaku kepada setiap jenjang pendidikan tidak terkecuali pada sekolah anak berkebutuhan khusus tunagrahita.

Peralihan pembelajaran ini memaksa berbagai pihak untuk mengikuti alur yang sekiranya bisa ditempuh agar pembelajaran berjalan secara efektif. Dalam hal ini 

menyebabkan anak tunagrahita ringan tidak dapat bertemu secara langsung oleh teman-teman sebayanya sehingga dapat menyebabkan keterampilan sosial anak-anak tersebut memiliki hambatan.

Hal tersebut dikarenakan anak tunagrahita ringan memerlukan perhatian lebih terkait pembelajaran yang berlangsung dari rumah. Dengan  memiliki peran yang sangat penting terhadap perkembangan anaknya dirumah. Tentulah harus memiliki metode yang tepat agar keterampilan sosial anak tunagrahita ringan dapat meningkat yakni dengan menggunakan teknik role playing

Adapun langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan untuk mengimplementasikan gagasan adalah

  • Melakukan tahapan pengamatan meliputi pengamatan terhadap kebiasaan anak atas sikap dan perilaku yang dilakukannya, bagaimana cara meningkatkan keterampilan sosial terutama pada anak tunagrahita.
  • Tahapan role playing dimana orangtua memberikan contoh secara langsung. Adapun tahapan pelaksaan role playing, yaitu ;
  • Menghangatkan suasana dan memotivasi pada anak tuagrahita, yaitu pada tahap ini lebih banyak untuk memotivasi anak tunagrahita terhadap masalah dalam bermain peran dan meningkatkan keterampilan sosial.
  • Memilih peran, pada tahap ini anak tunagrahita dan pendamping mendiskripsikan mengenai watak atau karakter dengan apa yang ia senangi,bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan.
  • Menyusun tahap-tahap peran, yaitu aktif dalam menyusun garis-garis besar adegan yang akan dimainkan.
  • Menyiapkan pengamat, dengan adanya pengamat berfungsi sebagai agar anak tunagrahita turut mengalami dan menghayati peran yang akan dimainkan dan aktif dalam mendiskusikan.
  • Pemeran, dalam tahap ini anak tunagrahita mulai beraksi secara spontan dengan tentu keterbatasan yang dimiliki sesuai dengan peran masing-masing.
  • Diskusi dan evaluasi yaitu tahap analisis dari bermain peran tersebut. Para pemain dapat mengemukakan perasaaan mengenai tentang peran yang dimainkan.
  • Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan. Tahap ini anak tunagrahita dapat mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan dengan pendamping. Semua pengalaman anak tunagrahita dapat diungkap atau muncul secara spontan.
  • Tahap evaluasi yaitu dilakukannya diskusi mengenai kegiatan yang telah dilakukannya sehingga hal ini dapat menjadi lebih yakin akan pehaman yang ia miliki.

Maka dari hal tersebut, metode ini sangat tepat dalam meningkatkan keterampilan sosial anak tunagrahita ringan pada masa pembelajaran dirumah. bahwa metode role playing dapat digunakan dalam meningkatkan kesadaran diri dan motivasi diri anak tunagrahita dan  penulis merencanakan penggunaan metode yang dapat diterapkan sebagai upaya yang dilakukan oleh orangtua anak tunagrahita ringan dalam meningkatkan keterampilan sosial anaknya,yaitu dengan menerapkan metode role playing. 

Metode role playing atau yang dapat juga disebut metode bermain peran adalah suatu metode pembelajaran yang dapat memberikan pemahaman kepada anak melalui suatu simulasi mengenai bagaimana suatu situasi atau keadaan tertentu. Melalui metode ini anak akan secara langsung dapat mengamati dan dapat membantu anak dalam memahami perilaku-perilaku yang dilakukan oleh orangtua. Pada pelaksanaan metode ini orangtua dapat menciptakan suatu kondisi tertentu dan mengambil peran dalam meningkatkan keterampilan sosial anak tunagrahita ringan terutama pada saat masa pembelajaran di rumah saat ini. Diharapkan melalui metode ini dapat membantu meningkatkan keterampilan sosial anak tunagrahita ringan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun