Mohon tunggu...
Indah SriHandayani
Indah SriHandayani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya suka menulis puisi,cerpen, artikel,dan membuat Desain, kunjungi akun Instagram saya di https://www.instagram.com/1ndaaah_?igsh=bXc5YmhidjJmZGVl 👈

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Asal Muasal Tradisi Bau Nyale

21 Juni 2024   07:09 Diperbarui: 21 Juni 2024   08:00 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar pribadi 

Bau Nyale berasal dari kata Bau yang artinya menangkap, sedangkan Nyale merupakan nama sejenis cacing laut. Arti sederhananya adalah tradisi menangkap nyale yang ada di laut. Tradisi Bau Nyale memiliki makna tersendiri bagi masyarakat suku sasak terutama yang berada di daerah selatan. Bau Nyale berawal dari legenda lokal yang melatarbelakangi yakni tentang kisah seorang putri Mandalike. Menurut kepercayaan masyarakat Lombok Nyale merupakan jelmaan Putri Mandalika. Adapun nilai budaya yang terkandung dalam tradisi Bau Nyale antara lain kisah kesabaran, pengorbanan seorang putri mandalike untuk kesejahteraan masyarakat, menghindari pertikaian menjunjung perdamaian.

Tradisi Bau Nyale diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat Sasak. Saat kemunculan Nyale diketahui berdasarkan penanggalan sasak yang jatuh pada tanggal 20 bulan ke 10. Ketika sudah ditentukan tanggalnya Masyarakat sasak datang ke pantai selatan Lombok seperti Pantai Seger Kuta Lombok, Tanjung Aan, Kaliantan dan daerah selatan lainnya untuk menunggu Munculnya Nyale yang biasanya keluar antara pukul 04.00 pagi sampai pukul 06.00 .

Asal usul nyale ini dipercaya merupakan jelmaan dari seorang putri yang bernama Putri Mandalika yang Sangat terkenal dengan segala pesonanya sehingga menyebar ke seluruh Penjuru Lombok dan daerah sekitarnya. Para pangeran berasal dari kerajaan Yang berbeda yaitu dari kerajaan Johor, Lipur, Pane, Kuripan, Daha dan Kerajaan Beru. Para pangeran jatuh cinta dan terpesona melihat kecantikan Sang putri. Mereka saling berlomba dan mengadu peruntungan untuk dapat Mempersunting Putri Mandalika. Apabila Putri Mandalika menjatuhkan pilihannya pada salah Seorang pangeran akan timbul bencana yang besar.

Diantara semua kerajaan. Putri Mandalika paham, jika perang besar terjadi, Maka yang menjadi korban sebenarnya adalah rakyat.Putri Mandalika mengatakan bahwa ia mengundang seluruh rombongan Pelamar dan rakyatnya untuk datang ke Pantai Seger Kuta pada tanggal 20 Bulan 10 penanggalan Sasak menjelang pagi-pagi buta sebelum adzan subuh Berkumandang. Ia berjanji akan menunjukkan apa keputusan yang telah Dipilihnya dan tak akan mengecewakan semua pihak.

Hari dimana putri akan memilih salah satu pangeran pun datang,Persis ketika langit Memerah di ufuk timur, Sang Putri yang cantik dan anggun hadir dengan diusung menggunakan usungan yang berlapis emas. Prajurit kerajaan berjalan Di kiri, di kanan dan di belakang Sang Putri. Semua undangan hanya bisa terdiam melihat kecantikan dan keanggunan Putri Mandalika.

Putri Mandalika berdiri kemudian ia menoleh kepada seluruh Undangannya. Sang Putri berbicara singkat, tetapi isinya padat dan jelas. Ia Mengumumkan keputusannya dengan suara lantang dengan berseru "Wahai Ayahanda dan ibunda serta semua pangeran dan rakyat negeri Tojang Beru Yang aku cintai. Hari ini aku telah menetapkan bahwa diriku untuk kalian Semua. Aku ingin semua kedamaian dan kesejahteraan tetap lestari di Lombok. Aku adalah kebahagiaan semua orang bukan penyulut kebencian dan amarah. Aku tidak dapat memilih satu diantara pangeran, Tanpa diduga-duga Sang Putri menceburkan diri ke dalam laut yang langsung ditelan gelombang disertai dengan angin kencang, kilat dan petir yang menggelegar. Tidak ada Tanda-tanda Sang Putri ada di tempat itu. Pada saat mereka mencari putri Mandalike tapi yang mereka temukan adalah binatang kecil yang jumlahnya sangat banyak yang kini disebut sebagai Nyale. Binatang itu berbentuk cacing laut. Dugaan mereka Binatang itulah jelmaan dari Sang Putri Mandalika konon katanya nyale yang berwarna merah merupakan selendang dari sang putri Mandalika.

Tradisi Bau Nyale sebagai salah satu tradisi budaya yang hanya ada pada Masyarakat suku sasak sampai sekarang masih dilestarikan dan memang sudah seharusnya dilestarikan, dan diperkenalkan terutama kepada generasi muda usia sekolah agar tidak hanya mengenal tradisi luar.Acara yang hanya dilakukan satu kali dalam setahun ini menarik perhatian para wisatawan asing maupun lokal dan masyarakat Lombok percaya jika anak perempuan yang makan nyale maka ia akan cantik dan bijaksana seperti putri Mandalike.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun