- Atap Rumah, salah satu hal yang unik pada penampilan rumah gadang ini adalah pada bagian atapnya biasanya terbuat dari ijuk dan membentuk tanduk kerbau meruncing yang sekaligus melambangkan kemenangan masyarakat Minang dalam perlombaan adu kerbau.
- Ukiran, hal yang unik lainnya pada rumah gadang selain atapnya yaitu ukiran. Ukiran pada rumah gadang sangat unik dan biasanya dipenuhi dengan warna yang mencolok sehingga menarik perhatian. Motif pada ukurannya yaitu flora dan fauna yang memiliki makna keselarasan antara masyarakat dan alam sekitarnya, karena diminang terdapat istilah " Alam Takambang Jadi Guru"
- Rumah Gadang ini dibangun tidak menggunakan paku, berbeda dengan bangunan pada umumnya yang biasanya dibangun dengan menggunakan paku namun rumah gadang dibangun tidak menggunakan paku, melainkan menggunakan pasak yang terbuat dari kayu sehingga ada kemungkinan rumah gadang ini tahan dari guncangan gempa bumi.
- Tiang Rumah, pada rumah gadang tiang tidak langsung tertanam ditanah melainkan bertumpu diatas batu yang kuat dan lebar, dan kayu yang digunakan pada tiang rumah gadang yaitu kayu dari pohon juga.
- Tangga Rumah Gadang, walaupun berukuran besar dan memiliki banyak ruang rumah gadang hanya memiliki satu tangga yang berada ditengah depan dan memiliki makna yang erat kaitannya dengan agama Islam.
3. Keluarga Perempuan Tinggal di Rumah dan Laki-laki yang Sudah Menikah Pindah ke Rumah Istrinya.
Sebagaimana dengan ketentuan rumah gadang yang dibangun dengan membuat kamar sesuai dengan jumlah perempuan yang tinggal di rumah tersebut. Begitu juga dengan masyarakat Minang walaupun tidak memiliki rumah gadang dan hanya rumah biasa pada umumnya juga mengikuti ketentuan rumah gadang dimana laki-laki yang sudah menikah akan pindah kerumah istrinya. Ketetapan ini sudah tidak dapat dipungkiri lagi oleh masyarakat Minang karena sudah menjadi budaya dan jarang sekali Perempuan yang tinggal dirumah suami kecuali karena alasan tertentu.
4. Budaya Merantau Pemuda di Minang
Merantau merupakan salah satu identitas pemuda Minangkabau, terkait dengan jumlah kamar yang disediakan dirumah hanya untuk perempuan hal itu juga mendukung budaya marantau para kaum laki-laki di Minang. Menurut masyarakat Minang jika laki-laki yang sudah dewasa dan belum ada niat menikah maka akan sangat dianjurkan untuk merantau jika tidak maka itu akan dianggap sebagai pengecut bagi sebagian masyarakat. Merantau juga tidak terlepas dari bimbingan Ninik mamak, dimana Ninik mamak yang akan mengarah kemana tujuannya akan merantau, bagaimana hidup dirantau orang, dan merantau bukan berarti pergi untuk selamanya melainkan ada kalanya untuk pulang dan menikahi perempuan minang. Tetapi banyak juga para perantau yang menikahi perempuan diperantauannya karena mereka merasa saling cocok dan biasanya setelah menikah pemuda perantau ini akan kembali keperabtaun bersama istrinya dan banyak juga yang tinggal menetap dikampung karena memiliki modal untuk membuka usaha dikampung bersama istrinya.
5. Larangan Menikah Sesuku Dalam Masyarakat Minang.
Perkawinan menikah Sesuku dalam masyarakat Minang sangat ditentang dan juga sudah menjadi budaya. Hal ini didukung oleh beberapa alasan tertentu diantaranya yaitu ; Diduga masyarakat yang satu suku memiliki hubungan darah sehingga dilarang untuk melangsungkan pernikahan, pergaulan yang sempit karena satu suku merupakan satu keturunan maka jika menikah dengan suku yang sama itu artinya pergaulan atau tali persaudaraan tidak akan bertambah melainkan itu-itu saja, keturunan yang kurang berkualitas karena adanya perkawinan sedarah maka anak yang dihasilkan dianggap kurang patut dan menyebabkan kurangnya kualitas bahkan terkadang ada yang cacat, memutuskan tali persaudaraan dan garis keturunan jika perkawinan satu suku tetap dijalankan maka akan dikenakan sanksi dikeluarkan dari suku tersebut karena melanggar ketentuan yang ada dan hal itu akan membuat tali persaudaraan dan keturunan terputus begitu saja.