The Boy in Striped Pajamas merupaka film yang bercerita tentang suasana zaman NAZI dan Yahudi yang diliris tahun 2008. Film tersebut disutradarai oleh Mark Herman dan merupakan adaptasi dari novel yang berjudul The Boy in Striped Pajamas yang ditulis oleh John Boyne.
Mungkin benar, difilm ini NAZI digambarkan dengan halus tanpa menunjukan adegan adegan yang sadis, tapi tetap saja difilm ini ada adegan ketika Bruno ingin memiliki ayunan Kurt Kotler memanggil Pavel (salah satu tahanan) dengan nada tinggi dan marah-marah dan saat Pavel menumpahkan minuman kepada Kurt Kotler dengan nada tinggi dia langsung membentak Pavel dan menariknya ke belakang pintu kemudian dipukuli.
“ kamu Yahudi sampah!!!” (nada tinggi kemudian memukul)
Itu salah satu kutipan dialog yang saya rasa reaksi tersebut berlebihan. Namun, kembali lagi itu adalah sifat dari NAZI itu sendiri.
Acting yang sangat bagus yang dilakukan oleh Elsa (ibu Bruno), dia berhasil menggambarkan seorang istri yang sangat menyayangi keluarganya dan dia juga berhasil menggambarkan seorang istri yang sangat kecewa dan terpukul atas apa yang dilakukan suaminya dan hal itu sangat bertentangan dengan hatinya.
“Aku tidak bisa bertahan seperti ini selamanya, Ralf”
Itu salah satu kutipan dialog bahwa Elsa masih mencoba untuk mempetahankan keluarganya dengan keadaan keluarganya yang pada saat itu sedang kacau.
Saya suka bagian akhir dari film ini, pada bagian ketika pintu besi perlahan digelpkan dengan sangat halus tidak langsung gelap mendadak. Tata gambar dan tata lampu yang bagus.
Pelajaran yang dapat kita ambil dari film ini mungkin tidak banyak karena difilm ini memperlihatkan sisi-sisi negatif dari NAZI tersebut. Cerita dari film ini seperti senjata makan tuan karena Ralf (ayah Bruno) yang menyuruh prajuritnya untuk membunuh atau membakar para Yahudi di dalam tong besi besar. Namun, anaknya justru menjadi korban dari perbuatannya tersebut. Tanpa sengaja Bruno dan temannya masuk dalam kumpulan Yahudi yang akan di bakar dan akhirnya Bruno dan temanya meninggal bersama para Yahudi. Mengapa Bruno bisa masuk dalam camp tersebut juga karena keluarganya yang membiarkan Bruno kesepian dalam rumah tanpa ada teman sehingga dia mencari teman dan bertemu dengan Shmuel di camp dan dia masuk dan terjebak di camp tersebut. Mungkin pelajaran yang dapat kita ambil dari film ini adalah jika menjadi orang tua kita juga harus memikirkan kebahagian anak, anak juga perlu teman bukan cuma harta yang diberikan.
Film ini cukup menarik, alurnya pun sederhana dan bagi orang-orang yang penasaran mengenai cerita tentang NAZI dan tidak bisa melihat adegan-adegan sadis, film ini mungkin cocok karena difilm ini tidak diperlihatkan adegan yang sadis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H