Pada hari itu tersebar kabar bahwa di Banjarmasin akan terjadi aksi demonstrasi besar-besaran, massa dari luar kota dikabarkan datang untuk berunjuk rasa. Hal tersebut membuat sebagian pertokoan, swalayan, dan mall tutup, bahkan pemimpin dari tempat-tempat tersebut menyuruh karyawannya untuk pulang, karena pada saat itu juga tersebar rumor bahwa tempat itu akan menjadi sasaran amukan para massa.Â
Pihak keamanan yang terdiri dari Polda Kalimantan Selatan, Korem, Polrestam dan Kodim Banjarmasin telah berjaga-jaga dan siap siaga di sekitar tempat-tempat rawan yang akan menjadi sasaran massa. Namun nyatanya hingga sore hari tidak ada pertanda bahwa akan terjadi kerusuhan seperti rumor yang beredar.Â
Namun setelah rumor mengenai kerusuhan tersebut berlalu, kekhawatiran akan terjadinya kerusuhan pun muncul kembali dengan diiringi oleh massa dari partai politik yang sedang berkampanye. Kampanye yang dilakukan secara tidak tertib inilah yang akhirnya menjadi cikal-bakal pecahnya Peristiwa Jum'at Kelabu pada tahun 1997.Â
Menjelang akhir kampanye Pemilu 1997, kondisi semakin memanas dan tegang pada saat itu, ketiga partai besar yang terdiri dari PDI, PPP, dan Partai Golkar tampil secara habis-habisan. Rabu 21 Mei 1997 untuk PDI, Kamis 22 Mei 1997 untuk PPP, dan Jum'at 23 Mei 1997 untuk Partai Golkar.Â
Puncak dari peristiwa ini jatuh pada hari Jum'at 23 Mei 1997, tepatnya ketika Partai Golkar sedang berkampanye. Kampanye yang mulanya berjalan normal, namun semakin siang situasi semakin panas dan mengangkan hingga akhirnya berubah menjadi hari yang paling berdarah di Banjarmasin. Situasi pada siang hari itu sangat mencekam dan tidak stabil, banyak aparat yang berjaga dan siaga 24 jam dimana-mana.Â
Pada pukul 12.00, bertepatan dengan dilaksanakannya ibadah shalat Jum'at, sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan bahwa ketika shalat Jum'at kegiatan kampanye dihentikan dan akan dilanjut setelah ibadah shalat Jum'at selesai. Namun pada kenyataannya, ketika umat Muslim sedang melaksanakan kewajibannya tersebut, sebagian massa dari simpatisan Partai Golkar yang terdiri dari anak-anak muda dan remaja tetap melanjutkan kampanyenya dengan berpawai keliling kota dengan menggunakan atribut lengkap Partai Golkar. Sebagian massa tersebut menggunakan motor yang knalpotnya dilepas, mereka meraung-raungkan knalpot motornya sehingga mengganggu jalannya ibadah shalat Jum'at.
Puncak kerusuhan dari kampanye tersebut adalah ketika pawai sepeda motor simpatisan Partai Golkar hendak melewati Masjid Noor di Jalan Pangeran Samudera. Perlu diketahui bahwa Masjid Noor merupakan masjid yang sangat sensitif terhadap gerakan-gerakan yang dianggap mengganggu ketertiban dan ketenangan masjid. Â Para jama'ah shalat Jum'at yang merasa marah karena shalat Jum'atnya diganggu akhirnya merusak berbagai atribut Partai Golkar setelah mereka selesai melaksanakan shalat Jum'at.
 Peristiwa yang bermula di Masjid Noor itu kemudian menyebar ke berbagai penjuru kota dan memunculkan massa secara bergelombang yang terdiri dari jama'ah Masjid Agung, Masjid Kampung Melayu, dan Masjid Pasar Lama. Situasi yang semakin tidak kondusif membuat Satgas Partai Golkar yang merasa terdesak untuk melarikan diri ke Kantor DPD Partai Golkar Kalimantan Selatan. Namun massa dari jama'ah shalat Jum'at ini tidak jengah, mereka terus mengejar hingga terjadi aksi saling melempar batu diantara kedua kubu tersebut. Massa dari Partai Golkar yangsebagian berasal dari Pemuda Pancasila dan FKPPU sudah tidak kuat menghadapi amarah dari massa shalat Jum'at akhirnya tururt melarikan diri juga.Â
Massa yang semakin bertambah dan sudah membabi buta ini kemudian membakar lima mobil peserta kampanye Partai Golkar. Para massa shalat jum'at yang berhasil mengambil alih kegiatan kampanye ini akhirnya membakar bagian depan Kantor DPD Partai Golkar beserta hadiah-hadiah yang tadinya akan dibagikan ketika kampanye ditutup. Massa yang berhasil mengambil alih kantor tersebut kemudian melanjutkan aksinya dengan menurunkan bendera Partai Golkar dan menggantinya dengan menaikkan bendera hijau.
Peristiwa Jum'at Kelabu yang terjadi pada 23 Mei 1997 sudah tentu berdampak buruk bagi masyarakat Banjarmasin. Terjadinya peristiwa ini juga membuat masyarakat Banjarmasin merasa trauma, karena sepanjang pemerintahan Orde Baru hampir tidak pernah terjadi aksi unjuk rasa yang anarkisapalagi sampai menelan korban jiwa.Â
Peristiwa Jum'at Kelabu semakin melemahkan posisi kekuasaan Orde Baru, di beberapa daerah yang selama ini dinilai sebagai daerah yang aman namun ternyata mengalami kejadian luar biasa. Musuh-musuh dari Orde Baru menjadikan peristiwa semacam Jum'at Kelabu ini sebagai reaksi dari ketidakadilan yang dirasakan masyarakat selama ini. Hingga sekarang, peristiwa ini masih menjadi kontroversi siapakah pelaku yang harus bertanggung jawab.Â