Mohon tunggu...
Indah SeptiPratiwi
Indah SeptiPratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI

Mahasiswa S2 Universitas Dr. SOetomo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Unsur Filosofis Hidup dalam Novel Kembali ke Desa Karya Tri Budhi Sastrio

19 Juli 2022   10:20 Diperbarui: 19 Juli 2022   10:28 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Sastra tumbuh dan berkembang dengan baik di antara kehidupan masyarakat. Karya sastra merupakan salah satu wadah bagi manusia untuk mengekspresikan hal-hal yang tidak bisa diungkapkan secara langsung. Sastra umumnya merupakan ekspresi dan imajinasi pengarang, baik itu berdasarkan pengalaman pribadi ataupun berasal dari lingkungan sekitarnya. Sastra merupakan implementasi dari masa lalu, masa sekarang, dan masa depan yang tercakup dalam barisan kalimat dan paragraf hingga membentuk suatu cerita layaknya kehidupan nyata. Pengarang bebas menulis apapun dalam ceritanya, tidak bergantung dengan ada atau tidak kejadian itu di kehidupan nyata.

Sastra adalah implementasi dari sebuah pengekspresian diri si pengarang yang dipadu dengan kelihaian menata kata dan kalimat. Karya sastra juga merupakan media seorang penulis dalam menuangkan perasaan batinnya. Jika ia marah, bisa saja karangan yang ditulisnya bernuansa marah, jika ia sedih, maka karangan yang ditulisnya pun bernuansa sedih. Jadi, apapun yang ada dalam karya sastra tersebut, penulis memiliki kuasa sebebas-bebasnya dalam menuangkan apa yang ingin ditulisnya dengan tidak melanggar aturan dan kaidah suatu penulisan karya sastra.

Karya sastra merefleksikan kehidupan. Oleh sebab itu, tidak jarang sebuah masyarakat tertentu menjadi latar belakang penceritaan sebuah karya sastra. Dengan demikian, norma-norma, etika, bahkan filosofi hidup masyarakat tersebut dapat tergambar dalam sebuah karya sastra.

Karya sastra seperti novel menurut Horace dalam Teeuw (1984:8) harus memiliki sifat dulce et utile yang memiliki arti menyenangkan dan bermanfaat. Menurut Darma (2004: 9---10), Horace menganggap karya seni yang baik termasuk sastra selalu memenuhi dua butir, yaitu dulce et utile, artinya sastra harus bagus, menarik, memberikan kenikmatan. Disamping itu, harus member manfaat atau kegunaan, yaitu kekayaan batin, wawasan kehidupan, dan moral.

Novel ditulis berdasarkan pengalaman pribadi ataupun pengalaman orang lain berdasarkan pengamatan pengarang, dan dituangkan dalam bentuk cerita yang memiliki alur serta penokohan. Dalam sebuah novel, kehidupan sehari-hari yang kita jalani ditampilkan serupa adanya, yang dikemas dan dibumbui oleh imajinasi pengarang sehingga menciptakan suatu cerita yang menarik pembaca. Tak jarang, isi dari sebuah novel berada jauh dari jangkauan logika kita sebagai manusia. 

Namun disanalah seni dari pengarang tersebut bermain. Dalam kamus istilah sastra, Panuti Sudjiman berpengertian bahwa novel adalah prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Sedangkan H.B Jassin berpengertian bahwa novel adalah cerita mengenai salah satu episode dalam kehidupan manusia, suatu kejadian yang luar biasa dalam kehidupan itu, sebuah krisis yang memungkinkan perubahan nasib pada manusia, (Purba, 2010: 63).

Menurut Clara Reeve, Novel adalah gambaran dari kehidupan dan prilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis, (Wellek dan Austin Werren, 1995: 282). Sementara itu Wellek dan Austin Warren (1995: 283) berpendapat bahwa kritikus yang menganalisis novel pada umumnya membedakan tiga unsur pembentuk novel, yaitu alur, penokohan dan latar, sedangkan yang terakhir ini bersifat simbolis dan dalam teori modern disebut atmosphere (suasana) dan tone (nada).

Novel juga sedikit banyak menjadikan pembelajaran bagi pembaca bagaimana menyikapi kehidupan yang tak selamanya mulus. Dalam sebuah novel, banyak sekali nilai dan amanat yang bisa dipetik di dalamnya untuk diamalkan di kehidupan nyata. Sebab Novel sedikit banyak adalah apa yang kita lakukan sehari-hari, baik lingkungan sosial, budaya, politik, maupun lainnya. 

Pada novel, cerita yang digambarkan merupakan kehidupan sehari-hari yang biasa ditemui di kehidupan nyata serta lebih mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang mendalam. Sebuah novel juga kaya akan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang bisa menjadi teladan bagi seorang pembaca. Hal yang sama juga terjadi pada novel Kembali Ke Desa karya Tri Budhi Sastrio

Novel Kembali Ke Desa merupakan salah satu novel karya Tri Budhi Sastro yang banyak mengajari tentang kehidupan. Kembali Ke Desa adalah kisah seorang gadis desa lugu, seorang remaja yang direnggut keremajaannya, kemudian terdampar di tangsi Kompeni Belanda dan jatuh ke pelukan seorang prajurit kompeni. Gadis desa ini beruntung karena prajurit, meskipun pada mulanya adalah prajurit yang brengsek dan mata keranjang, ternyata mencintainya sepenuh hati dan tulus. Ketulusan dan kesetiaan sang prajurit terekam dengan baik dalam benak gadis desa yang lugu ini.

Riak dan gejolak kehidupan, yang pada akhirnya nanti beurbah menjadi bencana dan prahara, muncul ketika sang prajurit setia meninggal dunia. Gadis desa lugu ini, yang sebenarnya baru mulai menikmati masa-masa remaja perkawinannya tetapi kemudian terenggut kembali karena sang suami tak lagi mau setia menungguinya di dunia, memutuskan untuk kembali ke desa. 

Tawaran sang komandan tangsi untuk merawat rumah dinas, yang dihadiahkan sebagai rumah hak milik, gagal menahan keinginan sang gadis desa untuk kembali. Persoalan menjadi semakin rumit ketika sang komandan tangsi, perlahan tetapi pasti, mulai ingin memiliki si gadis desa lugu. Segala cara baik halus maupun kasar pun akhirnya ditempuh.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013: 317), kata filosofi mengacu pada kata filsafat. Filsafat dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. 2. Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan. 3. Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistimologi. 4. Falsafah. Menurut Wahyu (2012), kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yakni philos, philia, philien yang artinya senang, teman dan cinta sedangkan sophos, sophia dan sophien yang artinya kebenaran, keadilan, dan bijaksana atau kebijaksanaan. Pengertian filsafat secara etimologis dapat disimpulkan adalah cinta kebenaran atau cinta kebijaksanaan / kearifan. (http://liznawahyu.blogspot.co.id/2012/10/ hubungan-filsafat-dan-sastra).

Menurut Mahayana (2008:7), filsafat dan sastra ibarat dua sisi mata uang. Sisi yang satu tidak dapat dipisahkan dengan sisi yang lain. Hubungannya bersifat komplementer atau saling mengisi dan melengkapi. Hal itu disebabkan menurut Sutrisno (1995:5) bahwa filsafat dan sastra memiliki muara yang sama, yaitu kehidupan manusia. 

Menurut Djojosuroto (2007), filsafat sastra adalah filsafat yang menganalisis nilai-nilai kehidupan manusia yang dijabarkan seorang sastrawan dalam karya sastranya; filsafat sastra adalah filsafat yang menganalisis karya sastra dengan latar belakang sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, sastra sebagai pranata sosial yang menggambarkan keadaan masyarakat dan kehidupan budaya pada masa tertentu, dan sastra sebagai refleksi kehidupan manusia dengan Tuhan; filsafat sastra merupakan wadah falsafah kehidupan yang menempatkan nilai kemanusiaan dengan semestinya, terutama di tengah-tengah kehidupan kemajuan sains dan teknologi. Menurut Soetriono dan Rita Hanafie (2009) bahwa secara umum filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran.

Ilmu pengetahuan tentang hakikat yang menanyakan apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala sesuatu. Lebih jauh, Barnadib (1994:11--12) menyatakan bahwa filsafat sebagai pandangan menyeluruh dan sistematis. Disebut menyeluruh, karena pandangan filsafat bukan hanya sekedar pengetahuan, melainkan suatu pandangan yang dapat menembus di balik pengetahuan itu sendiri. Dengan pandangan seperti ini akan terbuka kemungkinan untuk menemukan hubungan pertalian antara semua unsur yang dipertinggi, dengan mengarahkan perhatian dan kedalaman mengenai kebijakan. Dikatakan sistematis, karena filsafat menggunakan berpikir secara sadar, teliti, teratur, sesuai dengan hukum hukum yang ada.

Telaah filosofi hidup dalam sastra tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan sosiologi sastra karena sama-sama membahas masalahah kemasyarakatan. Damono (2015:6) memberikan definisi sosiologi sastra sebagai telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat. Sosiologi sastra berhubungan dengan masyarakat dalam menciptakan karya sastra tentunya tak lepas dari pengaruh budaya tempat karya sastra dilahirkan. Menurut Wellek dan Warren dalam Damono (2015:3) hubungan sastra erat kaitannnya dengan masyarakat. Sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. 

Sastra mencerminkan dan mengekspresikan kehidupan pengarang, sastra tak bisa tidak mengekspresikan pengalaman dan pandangan tentang hidup. Tetapi tidak benar bila dikatakan bahwa pengarang secara konkret dan menyeluruh mengekspresikan perasaannya. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, yang semuanya itu merupakan struktur sosial merupakan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan tentang mekanisme sosialisasi proses pembudayaan yang menempatkan anggota di tempatnya masing-masing.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap pengumpulan data, analisis data, dan penyajian. Tahap awal dengan membaca isi novel secara keseluruhan yang dilanjutkan dengan mengumpulkan unsur-unsur filosofi yang dikandungnya. Unsur-unsur filosofi tersebut kemudian diberikan uraian maknanya berbasis masyarakat pendukungnya. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menguraikan hasil pembahasan penelitan.

Menurut Endraswara (2011:5), metode kualitatif adalah metode yang paling cocok bagi fenomena sastra. Sesuai dengan pendapat Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2007:4) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode deskriptif adalah metode yang dilakukan dengan tidak menggunakan angka-angka, tetapi menggunakan penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris (Semi, 1993:23). Teknik penelitian yang digunakan berupa teknik studi pustaka, yaitu dengan mengumpulkan buku-buku dan bahan-bahan yang terkait dengan penelitian.

PEMBAHASAN

Unsur filosofi hidup yang terdapat dalam novel Kembali Ke Desa karya Tri Budhi Sastrio ini merupakan unsur filosofi hidup masyarakat desa pada zaman kolonial yang menjadi latar masyarakat tempat penceritaan berlangsung. Filosofi hidup tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

Filosofi Hidup Perempuan Bali Yang Setia

Setelah seorang wanita memilih pasangan hidupnya, maka secara otomatis semua hak dari wanita tersebut di keluarganya akan dilepas. Artinya ketika menikah,seorang wanita Bali akan kehilangan haknya sebagai anak dan orang tuapun telah lepas kewajibannya terhadap anak tersebut. Sepenuhnya ia menjadi tanggung jawab suami dan keluarga suaminya. Dengan alasan inilah wanita Bali menganggap bahwa mengabdi pada suami adalah surganya. Hal tersebut juga terjadi dalam novel Kembali ke Desa. Perhatikan Kutipan di bawah ini.

"Saya tidak ingin menikah lagi, Tuan!" kata Putu Larasati sesaat kemudian. Dialog dalam hatinya diputuskan begitu saja "Bersama-sama dengan suami saya, kami berdua telah saling berjanji. Asal dia tetap setia pada saya, maka saya pun akan setia padanya..." (Sastrio, 2018:15)

Pada kutipan di atas dijelaskan bahwasannya tokoh Putu Larasati merupakan seorang perempuan yang sangat setia. Diceritakan pada novel bahwasannya sang suami telah meninggal. Namun Putu Larasati dengan rasa cintanya yang begitu besar, ia menolak ingin menikah lagi sekalipun suaminya telah tiada. Baginya, sang suami telah setia sampai di akhir hayatnya. Ia pun akan melakukan hal demikian pula.

Sekalipun pada saat itu ia tahu bahwasannya ada seorang mayor yang mengincar dirinya baik dengan cara yang halus ataupun kasar sekalipun, tokoh Putu Larasati tetap kekeh pada pendiriannya yang tidak akan menikah lagi dan lebih memilih kembali ke desa.

Filosofi Hidup Perempuan Bali Yang Sederhana

Gadis Bali juga tergolong orang yang masih sederhana, jujur dan peduli terhadap orang lain. Kehidupan yang sederhana tidak lantas membuat kehidupannya tertinggal zaman. Bahkan dapat diakui oleh banyak orang bahwasannya perempuan bali kebanyakan memiliki pengetahuan yang luar biasa. Perhatikan kutipan berikut ini!

Putu Larasati yang sederhana tersenyum lebar mendengar penuturan suaminya. Dia bahagia dan bangga mendapat suami seperti ini. Amat banyak kemajuan yang didapat sejak suaminya dengan sungguh-sungguh menambah pengetahuannya meskipun tetap saja pikiran wanita sederhana itu belum bisa menangkap makna lain dari sisi perkataan suaminya. (Sastrio, 2018 : 25)

Pada kutipan di atas dijelaskan bahwasannya tokoh Putu Larasati merupakan sosok perempuan yang sederhana. Wajah lugu, polos, dengan kulit kuning langsatnya itu mampu memikat banyak lelaki bahkan dari bangsa Belanda sekalipun. Berkat kesederhanaannya itu pula lah, mendiang suaminya sangat mencintainya dengan tulus.

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat diketahui bahwasannya novel Kembali Ke Desa merupakan sebuah novel yang sarat unsur filosopi hidup bermasyarakat, terutama masyarakat desa. Dengan mengenal filosopi hidup tersebut secara tidak langsung pembaca juga akan mengenal karakteristik masyarakat desa itu sendiri sebagai latar masyarakat dalam penceritaan.

DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam. 1994. Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset.

Damono, Sapardi Djoko.2015. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Editum.

Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen, Pendidikan Nasional.

Djojosuroto, Kinayati. 2007. Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Endraswara, Suwardi.2011. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Hendy, Zaidan. 1993. Kasusastraan Indonesia Warisan yang Perlu Diwariskan 2. Bandung: Angkasa.

Moleong, Lexy. J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1997. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Robert, Edgar. V.1993. Writing Theme About Literature. New York: Prentice Hall, Inc, Englewood Cliffts, N.J.

Semi, Atar. M. 1993. Anatomi sastra. Padang: Angkasa Raya.

Soetriono dan Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta:

Andika Sudjiman, Panuti. 1998. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sutrisno, Mudji. 1995. Filsafat, Sastra, dan Budaya. Jakarta: Obor.

Teeuw, A. 1984. Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: PT. Dunia Pustka Jaya

Tim Penyusun. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun