Jakarta (7/5) di tengah hiruk pikuk pasar terdengar suara ceria dan tawa riang dari sekelompok ibu-ibu yang sedang berbelanja. Penyebabnya? Harga cabai rawit merah, bumbu wajib dalam masakan Indonesia, turun drastis setelah satu bulan setelah idul fitri menjadi 30 ribu per kilogram.
Fakta ini menghadirkan gelombang kebahagiaan di kalangan masyarakat, memicu kreativitas kuliner yang sebelumnya terkendala oleh harga tinggi nya harga cabai.
"Sebelum lebaran idul fitri , harga cabai rawit merah bisa mencapai 80 ribu per kilogram bahkan melonjak naik H-1 lebaran idu fitri , membuat kami memikirkan lagi untuk menggunakan cabai dalam masakan.
Namun, dengan harga saat ini, kami merasa sangat senang dan bisa lebih leluasa dalam memasak," ungkap Ibu Erwani, salah satu pembeli setia di pasar Prumnas Klender.
Penurunan harga cabai rawit merah setelah satu bulan pasca lebaran idul fitri ini tidak hanya memberikan dampak positif bagi para pembeli, tetapi juga bagi para penjual seperti Pak Herman.
Sebagai seorang pedagang cabai, Pak Herman mengungkapkan bahwa “sejak harga cabai turun, omzet penjualannya meningkat hampir dua kali lipat.
Pembeli menjadi lebih bersemangat untuk membeli cabai dalam jumlah yang lebih besar karena harganya yang lebih terjangkau. Selain itu, penurunan harga cabai juga membawa manfaat ekonomi yang signifikan bagi masyarakat sekitar.”
“Banyak ibu-ibu yang sebelumnya mengeluh tetapi mau tidak mau membeli karena kebutuhan apalagi paca lebaran kemarin hanya membeli cabai dalam jumlah kecil, sekarang dapat membeli dalam jumlah yang lebih besar dan menggunakan cabai untuk berbagai keperluan, termasuk untuk dijual kembali di warung mereka,” ungkap Pak Herman .
Pernyataan Pak Herman menggambarkan adanya saling ketergantungan antara penjual dan pembeli, yang mana penurunan harga cabai merah tidak hanya meningkatkan penjualan pedagang.
Tetapi juga memberikan kesempatan bagi ibu-ibu untuk mengembangkan usaha mereka dan berkontribusi pada kegiatan ekonomi sehari-hari di komunitas lokal.