Mohon tunggu...
Indah Padang
Indah Padang Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara, Ekonomi Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Penyesalan Sebuah Keinginan

11 Januari 2011   16:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:42 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Telepon berdering kencang. Seorang gadis malas yang hidup sebatang kara, tiba-tiba terbangun dari tidurnya yang panjang karena semalam suntuk mengerjakan tugas akhirnya sebagai mahasiwa. Sandra, pemilik suara serak itu, belum juga sadar sepunuhnya. Jiwanya masih sibuk berkelana di dunia mimpi. Terdengar teriakan dari telepon, membuatnya terbangun seratus persen. Dahi Sandra mengernyit bingung. Ternyata, Miya, sahabat karibnya akan datang pagi itu. Sandra sempat protes. Tapi protes itu tidak diterima Miya. Sandra menarik napas panjang, seakan terpaksa pada keinginan temannya itu. Sinar mentari menyambar dari sela-sela ventilasi membuat Sandra tidak bisa kembali ke kasurnya yang empuk. Dia berjalan ke kamar mandi, yang juga terletak di dalam kamarnya. Setelah semuanya selesai, ia duduk di meja rias. Bersiap untuk mempercantik dirinya.

Bunyi bel rumah kemudian terdengar. Sandra membuka pintu, dan Miya langsung memeluknya dengan hangat. Sandra tersenyum seakan dipaksakannya. Dinaikinya dua puluh anak tangga menuju kamarnya. Sandra mengambil tas. Tak lupa ia mengambil sebuah koin emas yang terletak manis di atas meja riasnya dan menaruhnya di dalam tasnya. Koin itu merupakan koin yang diberikan secara turun temurun dari tujuh keturunan terakhir, yang bisa mengabulkan keinginan bisa dilempar ke dalam sumur.

Setelah puas seharian memanjakan mata, Miya mengantarkan Sandra ke rumahnya. Sandra membuka pintu kamarnya, berlari menuju kasurnya yang empuk. Direnggangkannya semua badannya. Tiba-tiba Sandra melotot. Napasnya ditahan. Ia baru menyadari betapa berantakan seisi rumahnya. Jam menunjukan pukul setengah delapan malam. Ia mulai membersihkan rumahnya yang panjang itu. Hal itu dilakukannya setiap hari. Untung saja hari itu hari Sabtu. Setelah semuanya selesai, Sandra duduk di sofa merah yang dikirim langsung dari Singapura. Menghela napas panjang, dengan kelelahan yang masih menempel diwajahnya. Ia berpikir mengapa semuanya ini terjadi padanya. Ditengah kesibukannya pada tugas akhir semester tujuh, ia harus sibuk membersihkan rumah.

Ia membongkar-bongkar isi tas, dan didapatinya koin emas itu. Sebuah ide cemerlang terlintas di pikirannya. Tak biasanya pagi itu Sandra bangun lebih awal. Dibukanya jendela kamar, siap menyambut pagi cerah. Angin segar berhembus dan matahari menyilaukan matanya. Sandra bergegas mandi. Sandra berjalan mendekati cermin yang besar itu. Hari ini dia mengenakan atasan warna biru dan rok biru selutut. Dipolesnya lipstik pada bibir tipisnya. Dari laci meja riasnya, ia mengeluarkan seuntai kalung mutiara lalu mengenakannya. Penampilannya cukup oke. Sandra keluar dari rumahnya. Tak lupa ia membawa koin emas itu. Sandra menapaki setiap langkahnya dengan senyum yang lebar. Sampailah ia disebuah tempat yang hanya terdapat sumur yang dalam. Diambilnya koin emas dalam tas birunya. Sambil menarik napas dalam-dalam dan memejamkan matanya, Sandra mengucapkan keinginannya. “Alangkah senangnya hidupku apabila tidak ada pekerjaan rumah, selain kesibukanku mengerjakan tugas dari dosen”, ujar Sandra. Dicemplungkannya koin emas ke dalam sumur tua itu. Tiba-tiba, Sandra merasa ada yang berubah dari dirinya. Dilihatnya kebawah, ia telah mengenakan celana panjang. Sandra meraba tubuhnya. Benar-benar lain. Ia kini telah menjadi seorang pria. Sandra terdiam dan menelan ludah. Ia benar-benar kaget.

Mimik mukanya berubah seratus delapan puluh derajat. Tadinya ia pergi dengan riang, tapi pulang dengan wajah yang kusut. Bel rumah berbunyi. Sandra membuka pintu. Ternyata yang datang adalah Miya. Miya terdiam, menatap sosok pria muda yang berdiri di depannya. Teriakan kencang Sandra kembali menyadarkan Miya dari keterpakuannya. Sandra menyakinkan Miya, bahwa pria itu adalah dirinya. Miya terus menggelengkan kepalanya, tanda tak percaya. Setelah diceritakan panjang lebar, akhirnya Miya mengerti. Mereka berdua memutar otak mencari solusi yang terbaik. Cara terakhir adalah Sandra harus operasi. Sandra akhirnya menjalani operasi. 13

Sandra akhirnya tersadarkan. Tidak seharusnya ia bermohon yang aneh-aneh. Kejadian ini memberikan pelajaran yang berharga buatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun