Nama "Tere Liye" mungkin sudah tak asing lagi di telinga para pecinta novel tanah air. Penulis bernama asli Darwis ini lahir dan tumbuh di pedalaman Sumatera pada tanggal 21 Mei 1979. Dengan ciri khas gaya bahasa santai, dan alur yang menarik, karyanya memiliki tempat tersendiri di hati para pembaca. Hujan, merupakan salah satu karya yang patut mendapat perhatian lebih dari para pembaca. Baik dari unsur intrinsik maupun entrinsiknya, novel ini mengandung keunikan tersendiri.
Novel Hujan, secara umum bertemakan percintaan. Keseluruhan isi novel menceritakan perjuangan cinta antara Lail dan Esok (dua tokoh utama dalam novel ini) seperti yang dapat dilihat pada halaman 228-229
Apakah Esok menyukainya seperti dia menyukai Esok?...
"Esok jelas menyukaimu Lail"
namun, dalam penyampainnya, kisah cinta ini dibalut dengan kejadian hingga perubahan kondisi dunia di masa depan seperti yang terlihat pada halaman 21
Kota tempat Lail tinggal sebenarnya berjarak 3.200 kilometer dari lokasi gunung...Tapi itu letusan super-volcano, gunung purba yang terlupakan
Hal-hal tersebut bersifat "membumbui" kisah cinta antara Lail dan Esok .
Dilihat dari alurnya, novel ini merupakan novel beralur campuran(Maju-Mundur).Cerita dibuka dengan latar tahun 2050 dimana Lail memutuskan untuk menghapus memori tentang hujan dihidupnya menggunakan alat canggih pada zamannya.
"Apa yang hendak kamu lupakan, Lai?"..
"Aku ingin melupakan hujan."
(hal.9)
Alat tersebut mengharuskan Lail untuk menceritakkan secara rinci masa lalunya, sehingga cerita berlanjut dengan kisah Lail pada tahun 2048. Selama Lail menceritakan masa lalunya, terdapat selingan-selingan kisah Lail di tahun 2050.
Lail yang merupakan tokoh utama dalam novel ini digambarkan sebagai gadis yang kehilangan kedua orangtuanya pada saat kecelakaan di kapsul kereta . Menyaksikan kepergian ibunya secara langsung, membuat Lail tumbuh menjadi gadis yang mandiri dan tegar. Ketegaran Lail tergambar pada salah satu kutipan dalam halaman 75:
"kamu tidak sedih?" Lail menggeleng ."Aku senang mendengarnya." "sungguh?" Lail tersenyum. "Kapan pun kita bisa bertemu lagi, kan? Kota ini tidak sebesar dulu."
Dibalik sifat tegarnya, Lail juga tetap digambarkan memiliki sisi wanita. Seperti perasaan sensitif, dan cemburu. Hal tersebut tergambar dalam salah satu kutipan di halaman 228:
Kenapa Esok tidak memberitahunya bahwa dia akan diwisuda tiga bulan lagi? Kenapa Esok selama ini tidak pernah meneleponnya? ... Apakah Esok menyukainya seperti dia menyukai Esok? Atau dia hanya dianggap sebagai anak yang pernah diselamatkan? Hanya itu?
Soke Bahtera, yang selama jalannya cerita sering disebut sebagai "esok" merupakan tokoh utama laki-laki dalam novel ini. Ia diceritakan sebagai salah satu korban kecelakaan yang menyebabkan tewasnya ibu Lail. Dalam kecelakaan tersebut, Esok juga kehilangan ke 4 kakak laki-lakinya. Kesamaan nasib membuatnya memiliki perhatian yang kuat dengan Lail. Hal ini tergambar dalam salah satu kutipan ini
Mereka tidak banyak bicara, terus berjalan. Esok dengan sabar membantu Lail melewati hambatan di jalan, memegangi tangannya saat memanjat reruntuhan, menjaganya, dan memastikan Lail baik-baik saja.
(hal 37)
Esok  juga digambarkan sebagai sosok yang mudah bergaul dengan lingkungan
Esok sepertinya sudah mengetahui banyak hal di tenda pengungsian 24 jam terakhir. Dia mengenal dan dikenal banyak peugas, cakap berbicara dengan mereka.
Dalam bidang akademik, Esok juga digambarkan sebagai pemuda yang genius, dan tertarik dalam bidang teknologi
Lail tidak terlalu familier dengan teknologi. Dia lebih suka cara biasa. Esok yang sangat menyukainya. Esok tenggelam dalam berbagai proyek mesin. Dia amat genius. Dua buan lalu, Esok mewakili sekolahnya, dikirim ke Ibu Kota,, memenangkan kompetisi nasional membuat mobil terbang.
Selain Lail dan Esok, terdapat beberapa tokoh tambahan yang berfungsi untuk menyokong jalannya cerita. Salah satunya adalah Maryam. Lail bertemu Maryam untuk pertama kalinya di panti sosial. Maryam digambarkan sebagai sosok yang kuat, pemberani dan tidak mudah menyerah. Maryam merupakan sahabat terdekat Lail, yang membantu Lail menghadapi berbagai masalah, termasuk masalah cinta.
Sifat pemberani dan tidak mudah menyerah Maryam tergambar dalam salah satu kutipan ini
"Iya. Itu memang gila!" Maryam menjawab gagah. " Hanya cara gila itu yang tersisa sekarang. Atau kita akan membiarkan ribuan penduduk kota di hilir sungai disapu air bah bahkan sebelum mereka sempat menyadari apa yang telah menghantam mereka.
(hal 148)
Maryam juga digambarkan memiliki sifat humoris
"Apa lagi? Bakat selalu membawa kebahagiaan bagi siapa pun yang melihatku," Maryam menjawab asal, menyandarkan punggungnya ke kursi. Lail tertawa lagi. Cukup 24 jam bersama Maryam untuk tahu bahwa Maryam anak yang suka bergurau...
Panti sosial tempat Lail dan Maryam tinggal dipimpin oleh seorang wanita bernama Ibu Suri. Ia disebutkan sebagai sosok yang galak dan disiplin, namun sesungguhnya sangat perhatian kepada setiap anak asuhnya
Setiap lantai panti sosial memiliki dua petugas pengasuh yang bergantian mengawasi anak-anak. Kedua belas petugas itu dipimpin satu orang superintendent.seorang ibu berusia lima puluh tahun. Tubuhnya besar, wajahnya galak, sangat disiplin. Lail dan teman-teman selantai memanggilnya "Ibu Suri"
(hal 81)
Ellijah juga merupakan salah satu tokoh yang mendukung jalannya cerita. Ia merupakan petugas khusus dibidang penghilang memori. Terbiasa bekerja dibidang yang berkaitan dengan psikologi manusia membuatnya menjadi sosok yang bijaksana dalam menyikapi persoalan hidup. Termasuk persoalann hidup Lail dan Esok. Hal ini tergambar dalam kutipan halaman 307:
"Ratusan orang pernah berada di ruangan ini. Meminta agar semua kenangan mereka dihapus. Tetapi sesungguhnya, bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan."
Novel ini memiliki berbagai macam latar. Latar tempat didalam novel ini diantaranya:Â
yang pertama, Ruangan 4x4 m persegi. Ruangan ini menjadi latar yang paling sering muncul didalam novel ini. Merupakan ruangan dimana Lail memutukan untuk menghapus kenangannya. Ruangan ini digambarkan bercat putih, tanpa jendela dan memiliki fasilitas-fasilitas canggih didalamnya.
Ruangan 4x4 m2 itu selintas terlihat didesain terlalu sederhana untuk sebuah ruangan paling mutakhir di kota ini. Padahal ruangan itu berteknologi tinggi dan berperalatan medis paling maju. ....Dinding dan Langit-langitnya berwarna putih. Tingginya sekitar empat meter
(hal 5)
kedua, Stasiun kereta bawah tanah.Stasiun kereta bawah tanah merupakan tempat dimana kecelakaan kapsul kereta terjadi. Dalam kecelakaan tersebut, Lail kehilangan ibunya, sementara Esok kehilangan ke-4 kakak laki-lakinya.
Setelah berjalan serratus meter lagi, dengan cekatan mereka menuruni anak tangga menuju stasiun kereta bawah tanah. Bersama ribuan para komuter lainnya, mereka melangkah tidak kalah gesit.
(hal 11)
Ketiga,Kolam air mancur central park.Kolam air mancur yang terletak di centar park ini, sering terlihat digambarkan oleh pengarang sebagai tempat Lail dan Esok bertemu, dan saling menceritakan hari mereka. Awalnya, kolam air mancur ini menjadi tempat Lail dan keluarganya menghabiskan waktu saat akhir pekan.
Mereka berdua berhenti lama di kolam air mancur Central Park. Landmark paling terkenal di kota.
(hal. 38)
Keempat,Stadiun sepak bola (pengungsian).Setelah bencana besar terjadi, rumah-rumah penduduk digambarkan mengalami kehancuran. Para warga yang tidak memiliki tempat tinggal, dialihkan kedalam pengungsian ini. Lail dan Esok menjadi salah satu pengungsi di pengungsian ini. Mereka menjalani hari di pengungsian ini sampai keadaan luar paska bencana stabil.
Salah satu yang paling dekat dari rumah sakit adalah stadion sepak bola, Pengungsian Nomor 2. Stadion besar itu runtuh dua pertiga, tapi yang diperlukan adalah lapangan luasnya.
Kelima,Panti Sosial.Panti sosial menjadi tempat Lail tinggal setelah keluar dari tempat pengungsian. Panti sosial yang diasuh oleh Ibu Suri ini juga merupakan tempat dimana Lail bertemu dengan Maryam, sahabatnya.
Setiap lantai panti sosial memiliki dua petugas pengasuh yang bergantian mengawasi anak-anak. Kedua belas petugas itu dipimpin satu orang superintendent, seorang ibu berusia lima puluh tahun.
(hal 81)
Dalam novel ini, latar waktu yang digambarkan cukup beragam. Novel ini berlatarkan masa depan. Salah satunya adalah tahun 2042 dan 2050.
"21 Mei 2042," Elijah berkata takzim. "Itu hari yang tidak bisa kita lupakan." Itu benar. Semua penduduk bumi inngat sekali kejadian itu.
"Itu hari yang sangat mengerikan. Kejadian itu sudah berlalu delapan tahun, dan kita masih terus berusaha mengatasi akibat buruknya"
(hal 10)
Latar waktu pagi hari, banyak tergambar pada saat para tokoh melakukan aktivitas.
Di Pagi harinya, Esok mengajak Lail mengunjungi sebuah tempat.
(hal 108)
Pada beberapa kejadian, latar siang juga dipakai sebagai latar waktu.Â
Di siang harinya, diumumkanlah kelulusan Lail dan Maryam dari Sekolah Keperawatan.
(hal 129)
Sore hari merupakan latar yang juga digunakan dalam cerita ini. Latar sore hari sering dipakai saat Lail mengingat kenangan tentang keluarganya, terutama ibunya. Seperti yang tergambar pada halaman 175
Sorenya, dengan masih diliputi sukacita lulus dari sekolah, Lail dan Maryam tiba-tiba dipanggil ke kantor Ibu
Malam hari merupakan latar yang paling sering digunakan dalam novel ini. Latar ini biasanya berisikan curahan hati Lail terhadap hari yang telah ia lalui, kenangannya bersama Esok, hingga kejadian penting saat Lail menjadi relawan terjadi pada waktu malam hari. Seperti pada halaman 203
Malam hari, disaat hujan badai, Lail dan Maryam memberikan peringatan kepada penduduk Kota Hilir Sungai bahwa kota tersebut akan dituruni air bah.
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu.. Pembaca dapat melihat cerita secara utuh dari sudut pandang Lail maupun Esok. Pemakaian kata "Ia" dan "dia" juga menjadi penanda bahwa novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga.
Lail dan anak laki-laki itu terjerembap di trotoar. Bangunan tangga darurat di belakangnya lenyap, ambruk ke bawah. Mereka sekarang berada di permukaan, muncul di persimpangan jalan. ..Lail tersengal, duduk di atas trotoar. Wajahnya pucat. Dia baru saja melewati kengerian yang tidak pernah bisa dia bayangkan sebelumnya.
(hal 94)
      Selain unsur Intrinsik, Novel juga memiliki unsur entrinsik. Latar belakang penulis merupakan  unsur entrinsik yang memengaruhi cerita. Tere liye merupakan anak ke 6 dari 7 bersaudara. Hidup dengan banyak saudara membuatnya mengerti berbagai permasalahan keluarga. Oleh karena itu,didalam novel ini, ia  dapat menggambarkan permasalahan keluarga antar tokoh dengan baik.
      Tere Liye mengeyam pendidikan dasar sampai menegah atas di Sumatera Selatan, sebelum kemudian meneruskan pendidikan di Universitas Indonesia fakultas Ekonomi. Latar belakang pendidikan membuat karya-karnyanya kerap kali tersisip masalah-masalah ekonomi. Tere Liye dibesarkan dilingkungan keluarga yang sederhana, karenanya karya-karya nya, termasuk Hujan cenderung beramanat untuk selalu bersyukur dalam menjalani hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H