Gramedia sama anak-anak dan sangat menyenangkan bagi saya ketika Emir si nomor dua membeli sebuah komik. Komik tetep buku juga, kan? Sudah bertahun-tahun setiap kami ke Gramedia, dia tidak pernah lagi membeli buku. Hanya Amel dan Nina dua putriku yang masih senang beli buku.
Bulan Januari lalu sempat jalan-jalan keDulu waktu masih kecil, usia SD - Emir suka beli komik Doraemon atau Conan. Tapi sejak kelas 5 atau 6 nggak pernah lagi dia memilih buku untuk dibeli. Dia tetap mau ikut masuk ke dalam toko, tapi hanya keliling saja lihat-lihat buku. Oleh sebab itu saya senang sekali dia mau beli buku lagi.
Siang tadi saya mengatur buku-buku di rak, lalu menemukan komik yang dibeli Emir. Saya minta izin untuk membacanya dan Emir membolehkan. Penasaran juga saya dengan komik yang dibaca Emir.
Orang bijak bilang, orang tua harus membaca apa yang anak-anaknya baca. Seharusnya orang tua juga yang memilihkan buku bacaan. Â
Saat anak-anak saya masih kecil, tentu saya sangat antusias membelikan mereka buku. Kini saya membebaskan mereka untuk beli. Dan saya biasanya akan membaca buku-buku mereka juga.Â
Seperti kemarin saya ikut membaca buku Nina yang berjudul "The Cat Who Saved Books" dan ternyata bukunya sangat inspiratif! Selera bacaan Nina cukup bagus. Saya senang sekali.
Oke kembali ke komiknya Emir, akhirnya saya membacanya dalam sekali duduk. Komik ini agak dark, gimana ya...bukan kisah lucu-lucu ala Doraemon atau manis-manis ala Candy Candy. Saya lihat petunjuknya di sampul belakang ternyata ini Boys Comics dengan rentang usia pembacanya 12+. Â Berarti memang sesuai dengan Emir.
Ini adalah sebuah komik Jepang karya Kaiu Shirai, dan digambar oleh Posuka Demizu. Terbit di Jepang tahun 2016, dan diterbitkan oleh PT Elex Media Komputindo tahun 2019. Alih bahasa atau penerjemahnya Milka Ivana.
Komik dibuka dengan adegan di sebuah panti asuhan. Itu adalah panti asuhan yang berdiri di tengah hutan. Anak-anak tidak pernah berhubungan dengan dunia luar, kecuali saat beberapa dari mereka keluar untuk 'diadopsi'. Namun mereka yang diadopsi ini tak pernah berkirim surat atau datang berkunjung.
Jumlah anak-anak di panti asuhan tersebut 38 dengan berbagai tingkatan usia. Ada 3 anak tertua Emma, Ray, dan Norman. Mereka bertiga sangat cerdas, selalu mendapatkan nilai tertinggi dalam tes yang selalu dilakukan di panti asuhan tiap hari. Semacam tes matematika.
Panti asuhan itu dijaga oleh seorang perempuan yang dipanggil Mama oleh anak-anak.
Tidak ada yang janggal. Semua anak senang tinggal di sana. Semua kebutuhan makanan terpenuhi, buku-buku juga memenuhi perpustakaan. Anak-anak sehat, bermain gembira dan saling jaga saling asuh.
Hanya ada dua larangan bagi anak-anak. Mereka tidak boleh mendekati gerbang besar yang menghubungkan panti dengan dunia luar. Mereka juga tidak boleh keluar pagar yang mengelilingi panti. Membatasi panti dengan hutan di luarnya.
Hingga kemudian seorang anak panti siap diadopsi. Dia adalah Conny yang suka membawa boneka kelinci. Usianya 6 tahun.
Seperti biasa kalau ada yang diadopsi, Conny ditemani Mama pergi keluar menuju gerbang besar. Saat itu Emma melihat bahwa boneka kelinci ketinggalan. Emma takut Conny mencari boneka tersebut. Ray bilang mungkin Conny dan Mama masih di gerbang. Akhirnya Norman dan Emma keluar - setelah mengorek-ngorek lubang kunci. Pintu semua dikunci oleh Mama.
Norman dan Emma segera keluar dan menemukan sebuah truk di dekat gerbang, tapi tak ada siapa-siapa. Hingga kemudian Emma terperanjat melihat sesosok tubuh kecil tergeletak tak bergerak dengan dada tertusuk ranting bunga. Suara tapak kaki yang datang membuat Emma dan Norman segera bersembunyi di bawah mobil.
Kaki-kaki besar terlihat oleh mereka dari kolong mobil. Tangan-tangan besar, yang meraih tubuh yang tergeletak tadi lalu memasukkan tubuh itu ke sebuah wadah besar.
Norman dan Emma mencoba menahan napas demi mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi. Mereka mendengar sosok-sosok itu yang bukan manusia melainkan iblis atau monster, berkata tentang 'barang' kualitas standar dari 'peternakan'. Bahwa ada 3 barang berkualitas super yang akan segera dapat dipanen.
Dan Mama! Yang demikian lembut terhadap mereka ternyata adalah kaki tangan iblis. Mama yang memastikan mereka makan teratur untuk kemudian di saat yang tepat menjadi 'barang' yang disetor kepada iblis.
Norman dan Emma dapat bertahan dan kemudian kabur saat Mama dan iblis-iblis itu belum menyadari kehadiran mereka. Mereka lari kembali ke panti. Namun boneka kelinci itu ketinggalan di TKP. Mama tahu, ada anak panti yang melihat kejadian itu. Hanya dia belum tahu siapa persisnya anak itu.
Adegan selanjutnya adalah adegan penuh ketegangan ketika Norman dan Emma selalu berdiskusi untuk bersama-sama memikirkan strategi kabur dari panti asuhan tersebut. Ketika Ray kemudian mengetahui kebenaran itu, Ray bilang kemungkinan mereka akan berhasil jika hanya mereka bertiga yang kabur. Tapi Emma tidak mau itu. Dia tidak ingin ada lagi adik-adiknya yang mengalami nasib seperti Conny. Ia mau mereka semua bisa kabur!
Ketiga anak itu terus memikirkan cara kabur ketika kemudian ada kejutan baru yang tidak mereka pikirkan. Ada satu bayi baru masuk, dan satu lagi orang dewasa sebagai asisten Mama. Tentunya makin sulit mereka kabur apalagi kalau harus semua ikut kabur.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Saya nggak tahu karena itulah ending di buku pertama. Untuk tahu lanjutannya, bersambung ke buku kedua.
Woww...saya malah jadi penasaran. Bagaimana ya kelanjutan kisah Emma, Norman dan Ray? Apakah mereka dapat selamat dari 'peternakan' tersebut? Bagaimana nasib anak-anak panti yang lain? Mengapa Mama yang kelihatan penuh kasih itu tega berbuat kejam pada mereka semua?
Artikelnya saya lanjutkan kalau sudah beli lagi buku kedua, ya? Hehehe...
Salam literasi.
Ps. Walaupun keterangannya menyebutkan bahwa ini adalah boys comics, tapi komik ini bisa dibaca Girls juga. Ceritanya benar-benar seru dan menegangkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI