Baru-baru ini saya merasa lebih terberkati lagi dengan pekerjaan sebagai PNS. Baru nyadar bahwa jaminan keamanan itu lebih dari sekadar dapat pensiun.Â
Ceritanya bermula saat saya cerita pada teman bahwa kantor saya kemungkinan bubar gara-gara pemisahan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Saya bilang bahwa kami sedang menunggu keputusan pusat, kami akan dipindahkan kemana.
Tak dinyana teman saya malah mengatakan: "Enak benar kalian PNS. Kantor bubar masih dipertahankan. Seharusnya kantor bubar, pegawainya dipecat semua. Ini masih kerja, masih digaji."
Lho, lho, lho kok jadi sewot?
Kantor bubar kan bukan maunya saya, ini semua karena kebijakan orang-orang di atas. Kalaupun pegawai masih dipertahankan sebelum kantor baru resmi diputuskan, itu juga kebijakan. Masak gara-gara kebijakan restrukturisasi organisasi, kami harus dipecat? Lah, sudah pasti bakal menimbulkan gelombang protes, dong.
Kalau dipikir-pikir akibat kebijakan pemerintah, kantor saya akan genap tiga kali bubar. Yang pertama saat Litbang DAS merger dengan Litbanghut. Saya yang kerja di Litbang DAS harus pindah ke Litbanghut.Â
Kemudian ketika sentralisasi peneliti ke BRIN tiga tahun lalu. Litbanghut harus bubar berganti nama menjadi Balai Penerapan Standar Instrumen (BPSI) LHK. Dan kini BPSI LHK Makassar harus berubah lagi akibat pemisahan Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Ganti-ganti tusi kantor itu nggak enak, lho. Kami harus belajar lagi dari nol. Yang terakhir ini baru belajar tiga tahun, sudah harus menyesuaikan diri dengan tusi baru.
Tapi walaupun nggak enak ya tetap dijalani, karena itu tadi ... pekerjaan kami ini ternyata pekerjaan impian. Ada jaminan keamanan sampai pensiun. Asal nggak neko-neko, rajin dan panjang umur.
"Walaupun kalian belajar tusi baru dari nol lagi, tapi kan gaji gak mulai dari nol. Enak banget," masih kata teman saya.Â
Lha mosok gaji saya harus balik ke Rp350.000?
Saya sih kemudian santuy balesnya.