Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berkunjung ke Jogja di Bulan Desember, Hujan Tak Menghalangiku Belanja

24 Desember 2024   08:10 Diperbarui: 24 Desember 2024   08:10 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berfoto di jalan Malioboro (Sumber: dokpri/Sri)

Hai, teman-teman, kita semua pasti sudah paham ya, bahwa bulan Desember adalah bulan yang identik dengan hujan dan hujan. Namun, Desember juga bulan yang identik dengan liburan dan liburan. Betul, nggak?

Desember 2024 ini saya sempat liburan ke Jogja! Wow, Jogja kan salah satu surga wisata di Indonesia, ya? Eh, sebenarnya saya nggak sungguh-sungguh liburan, ding! Saya kerjaa, saudara! Berangkat hari Kamis dari Makassar, Jumatnya presentasi kerjaan di sebuah kantor LHK. Nah, harusnya Sabtu sudah balik, tapi Sabtu kan bukan hari kerja, so, saya dan rombongan memutuskan pulang Minggu dan menuntaskan rasa penasaran belanja dulu di Malioboro, hehehe.

Yang pernah ke Jogja pasti tahu jalan Malioboro, kan? Ini jalan yang sangat ramai padat pengunjung, surga jualan apa saja pokoknya mah. Segala macam oleh-oleh khas Jogja dapat ditemukan di sini. Mulai batik sampai makanan. Suasana jalan yang dihiasi pohon asam dan bangku serta tiang estetik, menambah satu poin plus: spot foto kenangan yang harus dimanfaatkan! Saya -- yang nota bene pernah tinggal di Jogja selama kurleb enam tahun -- tak menyia-nyiakan kesempatan mengambil foto di jalan Malioboro. Pokoknya nggak ada tanda-tanda saya pernah jadi penghuni Jogja. Saya sudah macam turis yang baru pertama ke Jogja, norak! Hahaha.

Karena mengukur jalan di jalan Malioboro ini sudah masuk di daftar keinginan sebelum berangkat ke Jogja, maka pilihan hotel pun kami sesuaikan. Kami bermalam di Hotel Kombokarno, sebuah hotel tua yang asri dan pelayanannya cukup memuaskan (detailnya saya ceritakan di artikel tersendiri). Hotel ini terletak di jalan Dagen yang kemana-mana dekat kalau mau ke Malioboro.

Mau ke Pasar Beringharjo dekat, mau ke Teras 1 atau Teras 2, dekat. Btw, Teras 1 dan Teras 2 ini adalah pusat jualan. Dulu pedagang kaki lima berjualan di sepanjang jalan Malioboro, namun sejak tahun berapa ya ... mungkin 2018-an, mereka dibenahi, dikumpulkan di spot khusus yaitu Teras 1 dan Teras 2 tadi itu.

Malam pertama kami tiba, setelah istirahat kami cari makan dan makan di lesehan tak jauh dari hotel, masih di jalan Dagen, yaitu lesehan Raharja. Saya makan mangut lele yang pedes tapi uwenak. Sri, teman kantor, makan ayam lalapan. Mbak Titin dan Diba makan rawon. Oh iya, di malam pertama itu memang saya sudah dikunjungi teman lama. Siapa lagi kalau bukan Mbak Titin alias Agustina Purwantini, kompasianers idolaku, penulis kesayanganku, hehehe. Beliau berdua dengan putrinya, Adiba.

Usai makan, kami jalan-jalan melihat-lihat suasana. Mbak Titin membawa kami ke toko Jogja Pasaraya. Toko oleh-oleh yang isinya komplit-plit. Katanya sebagian jualannya adalah titipan dari UMKM Jogja. Di Jogja pasaraya, kami berfoto karena ada spot foto yang keren.

Berfoto dengan Mbak Titin. Makasih, Mbak, sudah ditemenin (Sumber: dokpri/Sri)
Berfoto dengan Mbak Titin. Makasih, Mbak, sudah ditemenin (Sumber: dokpri/Sri)

Ohya, rombongan saya dari Makassar ada enam orang, dan hanya saya dan Sri yang perempuan. Bapak-bapak menginap di hotel lain dan ada satu yang menginap di rumah keluarga. Mereka jalan sendiri-sendiri nggak mau dikuntit ibu-ibu, hahaha.

Hari Jumat, usai menunaikan tugas kantor yaitu presentasi hasil kerja, kami ditraktir bos ke sebuah rumah makan bernuansa Jawa yaitu Kopi Rolas. Sistem pelayanannya prasmanan dengan menu-menu yang njawani. Saya makan brongkos tahu, bacem tahu, dan tumis usus. Ketiganya itu makanan yang penuh makna buat saya, karena dulu sering dimasak mama saya.

Brongkos versi mama saya adalah brongkos komplit dengan udang dan daging, muantep rasanya. Bacem tahu bikinan mama saya juga lekoh banget. Sedangkan tumis ususnya gurih lezat ngangeni. Yang versi Kopi Rolas enak semua, tapi nggak bisa mengalahkan masakan mamaku, hehehe. Maaf ya, Kopi Rolas, bukan berarti masakanmu nggak memuaskan, tapi saya makan dengan taste kenangan yang ingin saya cari, sayangnya itu nggak saya temukan. Minuman yang saya pesan mengobati rasa penasaran. Es beras kencurnya segar dan segelas sebenarnya kurang, hahaha.

Makan di Kopi Rolas yang sangat Njawani dan cozy (Sumber: Dokpri/Yuni)
Makan di Kopi Rolas yang sangat Njawani dan cozy (Sumber: Dokpri/Yuni)

Pulang ke hotel masih ada waktu untuk jalan-jalan. Saya dan Sri jalan ke Pasar Beringharjo dan belanja daster di sana. Borong-borooong, mari kita ikut berpartisipasi menggerakkan perekonomian Jogja, hahaha.

Malamnya, salah seorang teman meminta kami makan bersama. Katanya: masak nggak pernah makan sama-sama, sedangkan besoknya mereka sudah balik Makassar. Jadilah kami makan berempat karena ternyata yang seorang sudah makan duluan. Duh, bapak-bapak susah diajak ngumpul!

Kami makan di Raos Eco, masih di jalan Dagen. Teman saya makan gudeg telur, sedangkan saya dan Sri makan ayam lalapan. Eh, saya lupa apa yang dimakan Sri, tapi kayaknya memang sama dengan saya sih. Arman, salah satu bapak-bapak -- cuma minum saja karena sorenya dia sempat jajan sate di pinggir jalan Malioboro. Oh ya, saya kadang-kadang hanya manggil nama ke teman-teman rombongan, karena semua saya anggap adek-adek saya (alias saya yang paling tuwirr).

Apesnya Arman, walau hanya minum, tapi malah dia kehilangan sandal! Akhirnya pelayan rumah makan meminta maaf dan memberi ganti sebuah sandal hotel.

"Sementara pakai ini dulu, Pak."

Jalanan basah waktu itu, dan gerimis turun satu-satu. Arman terpaksa berjalan dengan sandal hotel yang tipis. Lumayan, ada juga kisah 'lucu' sebagai oleh-oleh cerita untuk dibawa ke Makassar.

Hari Sabtu saya dan Sri jalan-jalan ke sebuah tempat wisata yaitu Taman Aglonema. Kami dijemput oleh Andri dan Johan, sepasang suami istri teman kami di Makassar yang sudah pindah ke Jogja. Nanti cerita tentang Taman Aglonema akan saya ceritakan terpisah.

Malamnya adalah malam terakhir kami di Jogja. Tinggal kami bertiga karena dua bapak sudah balik ke Makassar paginya. Saya, Sri dan Arman makan di lesehan di Teras 2. Suasana lebih luas dan lega karena semi outdoor. Yang sama hanya satu yaitu kami selalu dihibur oleh pengamen yang memamerkan suara merdunya. Saya dan Arman makan pecel lele, sedangkan Sri makan bebek lalapan.

Makan di Teras 2 (Sumber: dokpri) 
Makan di Teras 2 (Sumber: dokpri) 

Usai makan, kami mampir di lapak penjual tas. Kami memutuskan beli tas sebagai wadah oleh-oleh yang sudah kami beli. Selain daster-daster dan batik, kami juga sudah beli bakpia, cokelat, keripik, dan lain-lain. Belum lagi Andri juga memberi camilan satu kantong, ada juga salak dan jajanan dari Maya dan Nurdin -- teman kantor yang sudah pindah ke Jogja. Ada juga oleh-oleh dari teman penulis IIDN yang menyempatkan diri menemui saya di hotel. Pokoknya tas penuuuh -- alamat overbagage, dan memang iyaa!

Minggu pagi kami siap dari pagi karena memilih naik kereta ke bandara YIA. Arman sangat berjasa membawakan barang ibu-ibu yang kalap belanja. Satu troli penuh ia dorong di peron menuju kereta, dan di bandara sebelum antre bagasi. Dua tas, dua kopor, dan dua dus yang kami hendak bagasikan -- dan ini over. Akhirnya dus kecil punya Arman mengalah harus masuk kabin. Setelah lima bagasi sudah kami serahkan, kondisinya Arman masih membawa tas laptop di punggungnya, dua tas baru (belanja di Teras 2) dengan isian penuh ia bawa kanan kiri. Saya membawa tas laptop di punggung, tas kecil saya slempang di pundak, dan bantu bawakan dus kecil punya Arman. Kecil tapi lumayan berat oy, karena isinya salak. Sri membawa tas laptop, tas tangan, dan satu tas baru yang terisi penuh (beli di Teras 2).

Tumpukan barang-barang yang sebagian masuk bagasi (Sumber: dokpri)
Tumpukan barang-barang yang sebagian masuk bagasi (Sumber: dokpri)

Sungguh-sungguh seperti separuh barang di Malioboro berpindah ke tas-tas kami (hahaha ini jelas lebay). Tapi kata Sri, seandainya tidak ada batasan bagasi, mungkin masih banyak yang akan ia beli. Ya, mungkin saya juga, apalagi Arman yang ternyata seorang bapak-bapak yang suka belanja oleh-oleh untuk keluarga.

Perlu digarisbawahi ya, kami bukan boros atau lapar mata. Sebagian dari barang-barang yang kami beli, ya kami bagikan lagi ketika kami tiba di Makassar. Ada yang untuk keluarga, tetangga, dan teman-teman di kantor. Semua dapat bagian. Walau tentu saja, membawa oleh-oleh itu sebenarnya bukan hal yang wajib ya gaes yaa. Ini hanyalah tradisi orang Indonesia yang kadang memberatkan. Tapi kalau saya sih santuy saja. Kalau sempat ya saya beli, kalau tidak ya tidak. Disesuaikan saja dengan budget dan tentu saja kekuatan membawanya.

Tak terasa tiga malam di Jogja berlalu. Di kursi pesawat, saat pesawat sudah mendarat di bandara Hasanuddin, saya berkata pada teman-teman: "Besok Senin, masuk kerja lagi. Kemarin di Jogja seperti mimpi saja, ya?"

Berfoto di dalam pesawat, pulang ke Makassar. See you later, Jogja (Sumber: dokpri)
Berfoto di dalam pesawat, pulang ke Makassar. See you later, Jogja (Sumber: dokpri)

Mereka berdua mengangguk. "Saya kalau pak bos kelupaan barangnya di Jogja, lalu minta tolong diambilkan, saya mau deh ambilkan," ucap Arman.

Wkwkwk, berkunjung ke Jogja memang bikin nagih mau kesana lagi.**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun