Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Minuman Khas Sinjai, Minas: Tape Singkong Cair Campur Tuak

2 September 2024   22:04 Diperbarui: 2 September 2024   22:06 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peringatan di hotel: larangan membawa Ires (sumber: dokpri)

Pekan lalu saya berkesempatan mengunjungi Kabupaten Sinjai, sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan. Seperti biasa, saya berkunjung ke Sinjai dalam rangka perjalanan dinas. Saya dan tim melaksanakan tugas dari kantor yaitu kegiatan uji terap standar pengelolaan lingkungan untuk usaha dan/atau kegiatan Perhutanan Sosial Agroforestri. 

Kami sampai di Sinjai siang hari dan langsung menuju kantor KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Tangka. Di sana kami ditemui oleh staf dan seorang penyuluh bernama bu Ifa. Staf yang saya bilang tadi adalah sepupu suami saya, hahaha. Iya, beneran. Memang ada sepupu suami yang kerja di KPH Tangka, dan baru kali itulah saya berkesempatan bertemu di kantornya.

Kepala KPH sedang tidak ada di kantor karena ada kegiatan di luar. Jadi bu Ifa dan Anti (sepupu) yang menemani ngobrol termasuk membahas akan seperti apa teknis pekerjaan yang besok kami lakukan. Kami rencana akan melakukan kegiatan uji terap dengan didampingi salah satu penyuluh. Penyuluh yang akan mendampingi kami namanya bu Erna, tapi saat itu dia sedang tidak ada di kantor.

Kami duduk di dalam ruangan kepala KPH dan dijamu kue cantik manis dan jalangkote. Ada juga keripik tela-tela yang rasanya nagih dalam stoples. Yang tidak disangka-sangka, kemudian bu Ifa sempat keluar dan datang lagi membawa tiga botol Minas alias minuman khas Sinjai. Saya merasa surprise.

Minas dan keripik (sumber: dokpri)
Minas dan keripik (sumber: dokpri)

Ceritanya begini, jadi beberapa bulan sebelumnya, saya pernah beli coto di areal jalan Hertasning. Coto terkenal yang masih dimasak dengan menggunakan tungku. Tak jauh dari penjual coto tersebut, ada mobil dengan bak terbuka yang menjual botol-botol dengan cairan warna kuning di dalamnya. Ada tulisan Minuman Khas Sinjai, di depan botol tersebut.

Saya sebenarnya sungguh penasaran, tapi tidak ada keberanian untuk langsung bertanya atau membeli. Rasa penasaran hanya disimpan dalam hati.

Tak disangka setelah saya melupakan rasa penasaran itu, Minas disodorkan langsung di depan hidung saya, dan di tempat aslinya di Kabupaten Sinjai pula. Saya seketika merasa sangat diberkati.

"Saya sudah lama penasaran dengan minuman ini," ucap saya sambil mulai memotret si Minas yang berwarna kuning seksi.

Saat saya masih asyik memotret, dua teman saya yaitu Pak Djum dan Sri, sudah mulai meneguk minuman tersebut. Pak Djum sepertinya sudah beberapa kali minum Minas karena sudah beberapa kali ke Sinjai. Adapun Sri sepertinya baru pertama minum dan komennya adalah:

"Hmm, enak, Bu."

Saya langsung membuka botol Minas punya saya dan meneguk isinya.

"Eh? Rasa tape?" ucap saya saat Minas memasuki kerongkongan.

"Iya, ini memang dari tape singkong, Kak Indah," jelas Anti.

Foto bersama di depan kantor KPH Tangka. Saya baju kunyit jilbab hitam, Anti di sebelah saya jilbab syar'i hitam (sumber: dokpri)
Foto bersama di depan kantor KPH Tangka. Saya baju kunyit jilbab hitam, Anti di sebelah saya jilbab syar'i hitam (sumber: dokpri)

"Tape singkong dan campuran lainnya," jelas bu Ifa. "Minas ini memang kemasannya hanya seperti ini, Bu (Bu Ifa menunjukkan botol Minas yang polos tanpa merek. Hanya berupa botol air mineral 600 ml yang disegel ulang bagian tutupnya). Susah mendapatkan sertifikat halal atau izin berusaha untuk Minas ini. Soalnya kalau mau dapat sertifikat atau izin itu harus ditunjukkan cara pembuatannya dan lain sebagainya, sedangkan Minas ini kan resepnya rahasia," tutur bu Ifa.

Hmm, malah bikin penasaran kan?

Saya mengirimkan gambar Minas ke suami saya melalui chat WA. Tak dinyana suami malah balasnya: "Itu ada campuran tuaknya."

Wow, jangan sampai nanti saya mabuk Minas, hahaha.

Dari beberapa orang yang saya temui setelahnya, ternyata Minas ini biasa disebut dengan nama minuman Ireks atau Ires. Fungsinya sebagai minuman berenergi atau ada juga yang bilang obat kuat. Selain tuak (biasanya yang dijual bebas, campurannya adalah tuak manis yang belum mengandung alkohol), Ireks atau Ires ini juga diberi campuran madu, bahkan telur bebek.

Ireks atau Ires ini tidak bisa dibawa keluar Sinjai. Kalaupun mau repot-repot bawa, harus dikemas dalam cooler box agar menghambat proses fermentasinya. Ingat komponen utamanya adalah tape yang bila dicampur tuak tentu akan terjadi double fermentasi.

"Satu botol Minas yang sudah dibuka harus segera dihabiskan," ucap bu Ifa.

Rasanya tak bisa menghabiskan Minas dalam sekali duduk. Kami pamit dari kantor KPH menuju hotel dan sebelumnya kami makan siang dulu. Saat mencari kamar di hotel Grand Rofina, Sinjai, saya masih memegang botol Minas di tangan. Resepsionis mengingatkan:

"Maaf, Bu, Minasnya harus langsung dihabiskan karena kalau tidak, nanti dia meledak," ucap resepsionis tanpa tersenyum. Artinya dia serius sekali.

Saya segera ke kamar dan di salah satu dinding hotel menemukan peringatan agar pengunjung tidak membawa Minas ke kamar.

Peringatan di hotel: larangan membawa Ires (sumber: dokpri)
Peringatan di hotel: larangan membawa Ires (sumber: dokpri)

"Sri, kita harus habiskan Minas ini nanti kalau tidak, beneran akan meledak dan kita dimarahi pihak hotel," ucap saya mengingatkan Sri. Minas punya saya sih tinggal sedikit dan bisa saya habiskan dalam beberapa tegukan saja. Tapi Minas punya Sri masih banyak. Dia berusaha menghabiskan semuanya supaya tidak mubazir.

Pada malam terakhir kami di Sinjai, Pak Djum membawa kami makan di pelelangan ikan. Nah, di warung-warung yang berjajar itu kami lihat lagi Minas dijajakan di atas meja warung. Pak Djum langsung ngambil satu. Rupanya dia suka Minas. 

"Bu Indah tidak mau minum Minas lagi?" Pak Djum bertanya siap mengambilkan Minas dari meja.

"Nggak, ah, Pak," sahut saya menggelengkan kepala.

"Pasti karena bapak tadi bilang Minas mengandung tuak, ya? Jadi sekarang nggak mau minum?" olok Pak Djum yang sudah saya ceritain soal komen suami saya di WA.

Saya hanya tersenyum. Bukan itu alasan sebenarnya. Saya tidak mau minum Minas lagi, karena rasa penasaran saya sudah hilang. Kan sudah tahu rasanya. Kalaupun ingin mencicipi Minas lagi, mungkin kelak dalam kunjungan berikutnya ke Sinjai.

Oh ya, btw ... soal info bahwa salah satu campuran Minas adalah tuak, memang benar, tapi komposisinya sedikit sekali. Saya mendapatkan data dari salah satu artikel lokal bahwa bahan-bahan pembuat Minas antara lain yaitu: tape singkong, susu, telur bebek, air kelapa, madu, tuak (sedikit saja), dan buah-buahan sebagai perasa alami seperti durian dan buah-buahan lain. Cara membuatnya hanya tinggal diblender semua bahan tersebut, lalu setelah halus dimasukkan dalam botol plastik dan didinginkan.

"Kenapa juga Minas ini disediakan dalam botol-botol 600 ml, ya?" gumam saya.

"Iya ya, Bu. Mestinya ada versi dijual di gelas-gelas jadi minumnya tidak terlalu banyak," timpal Sri. Dia kan kemarin setengah mati menghabiskan sebotol Minas.

Ikan segar bakar yang kami pesan sudah datang, membuat kami menghentikan obrolan tentang Minas dan mengalihkan perhatian pada hidangan di depan kami. Ulala, ikannya sedap, sambalnya nikmat. Sinjai sudah memanjakan lidah kami dengan baik. See you again, Sinjai. Hope, soon.**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun