Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Sinonggi, A Taste of Kendari

4 Agustus 2024   09:10 Diperbarui: 4 Agustus 2024   17:13 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapurung (Sumber: resepkoki.id)

Pekan lalu tanggal 30 Juli - 3 Agustus 2024, saya berkesempatan ke Kendari, Sulawesi Tenggara.

Saya pergi dalam rangka tugas kantor bersama dua rekan saya Rini dan Sri. Kami bertugas ke Kendari, Konawe, dan Konawe Selatan dalam lima hari.

Makan malam pertama setiba di Kendari adalah di sebuah rumah makan dengan menu nasi plus ikan masak (ikan yang dimasak berkuah asam manis segar). Banyak menunya, namun ikan masak adalah menu pilihan saya.

Sebuah pesan WhatsApp masuk ke ponsel. Rupanya dari salah satu sahabat yang sekarang sudah bekerja di Jawa. Dulu dia bekerja di salah satu instansi LHK di Makassar.

Dia -sebut saja namanya Andriani- mengomentari status WA yang baru saja saya unggah. Sebuah status pic menu makan malam saya.

Menu makan malam di Kendari (Sumber: dokpri Indah)
Menu makan malam di Kendari (Sumber: dokpri Indah)
"Belum sah ke Kendari kalau belum makan Sinonggi," tulisnya.

Tentu saja saya jadi penasaran. Padahal awal baca menu tadi, ada Sinonggi juga di deretan menu makanan yang dijual oleh rumah makan ini.

Sinonggi adalah hidangan tradisional yang berupa bubur sagu, sayur berkuah, dan ikan masak.

Cara penyajiannya, bubur sagu harus digulung-gulung dulu dengan menggunakan dua batang kayu (seperti sumpit), hingga menjadi bulatan-bulatan di dalam kuah sayur dan ikan.

Sinonggi (Sumber: Kompas.id)
Sinonggi (Sumber: Kompas.id)
Sebenarnya hidangan yang sama juga ada di Makassar atau Sulawesi Selatan pada umumnya dan disebut Kapurung.

Hanya saja Kapurung ini cara penyajiannya praktis karena semua sudah dicampur dalam satu mangkuk yaitu bulatan sagu, sayur dan ikannya.

Cara makannya tinggal lhepp tanpa perlu effort membulat-bulatkan bubur sagu lagi.

Kapurung (Sumber: resepkoki.id)
Kapurung (Sumber: resepkoki.id)
Jenis hidangan yang sama juga ada di wilayah yang lebih timur lagi yaitu di Maluku dan beberapa wilayah Papua, dikenal dengan nama Papeda.

Saya belum pernah makan Papeda, namun setelah mengintip laman Google, Papeda ini sama penyajiannya dengan Sinonggi.

Papeda (Sumber: indonesianreecipes.blogspot.com)
Papeda (Sumber: indonesianreecipes.blogspot.com)

Karena malam pertama di Kendari gagal makan Sinonggi, maka mencicipi Sinonggi adalah target tambahan selain target selesainya semua tugas kantor.

Esoknya kami bertolak ke Konawe, sebuah kabupaten yang bersebelahan dengan Kota Kendari.

Setelah menyelesaikan pekerjaan, kami makan siang menu bakso tenis karena itu yang ada di jalanan menuju Konawe Selatan, tujuan kami berikutnya.

Rencana di Konawe Selatan kami akan tinggal selama 2 hari untuk menyelesaikan pekerjaan di sana.

Dalam pikiran kami, pasti ada kesempatan makan Sinonggi. Tapi ternyata lebih banyak warung makan punya orang Jawa di Konawe Selatan dengan menu tak jauh-jauh dari Bakso, Mie Pangsit, Soto Ayam, Nasi Ayam, Nasi Ikan.

Selama dua hari tersebut, kami belum berhasil mencicipi Sinonggi.

Tiba hari terakhir di Konawe Selatan, kami memesan mobil untuk mengantar kami ke Kota Kendari.

Di Kendari ada saudaranya Sri yang akan ngajak kita jalan-jalan dulu menikmati suasana Kendari sebelum chuzz ke bandara.

Keindahan laut Kendari (Sumber: dokpri Indah)
Keindahan laut Kendari (Sumber: dokpri Indah)
Qodarullah saudara Sri ini lalu menawarkan menu Sinonggi. Pucuk dicinta ulam pun tiba, akhirnya kami berhasil makan Sinonggi di sebuah tempat makan bernama AjengMart. 

Saudaranya Sri memesan tiga porsi Sinonggi.

Pesanan datang berupa satu mangkuk besar bubur sagu dengan dua batang kayu untuk menggulung, satu mangkuk besar sayur bening bayam-kacang panjang-terung, dan satu mangkuk besar ikan masak dengan potongan sedang. Total ada 6 potong daging ikan di dalam mangkuk.

Sebagai pelengkapnya ada secawan cabai rawit dan potongan jeruk nipis untuk ditambahkan pada piring kita, jika suka.

Seperti biasa untuk urusan makan-makan, Rini adalah ibu peri kami.

Rini langsung menggulung-gulung bubur sagu dan memindahkan bulatan-bulatan sagu di piring Sri dan piring saya. Kami menunggu dengan khidmat seperti anak Pramuka nunggu ransum makanan dari kakak pembina.

Kami bertiga asyik sendiri sedangkan saudara Sri yang terdiri dari dua anak muda laki-laki dan perempuan, malah tidak makan Sinonggi.

Mereka berdua memesan menu nasi dan ikan goreng tepung. Apa karena sudah bosan makan Sinonggi?

"Saya tidak bisa makan Sinonggi, Bu," jelas saudara Sri yang perempuan saat saya tanya.

"Lho, kenapa?"

"Aneh rasanya, bagaimana cara menelannya?"

Saya terbahak, "Ya telan saja langsung tak usah dikunyah," gurau saya.

Bersyukur karena lidah saya mau menerima berbagai makanan tradisional.

Begitu pun kedua teman saya Rini dan Sri, tak masalah dengan bubur sagu yang lengket dan lembek. Kami toh juga sering menyantap Kapurung di Makassar. 

Kami pun melanjutkan melahap Sinonggi dengan nikmat.

Sahlah perjalanan kami selama lima hari di Kendari, Konawe dan Konawe Selatan - ditutup manis dengan sepiring Sinonggi yang asam manis gurih segar. 

Kapan-kapan kami mau datang dan makan Sinonggi lagi.**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun