"Lho, kenapa?"
"Aneh rasanya, bagaimana cara menelannya?"
Saya terbahak, "Ya telan saja langsung tak usah dikunyah," gurau saya.
Bersyukur karena lidah saya mau menerima berbagai makanan tradisional.
Begitu pun kedua teman saya Rini dan Sri, tak masalah dengan bubur sagu yang lengket dan lembek. Kami toh juga sering menyantap Kapurung di Makassar.Â
Kami pun melanjutkan melahap Sinonggi dengan nikmat.
Sahlah perjalanan kami selama lima hari di Kendari, Konawe dan Konawe Selatan - ditutup manis dengan sepiring Sinonggi yang asam manis gurih segar.Â
Kapan-kapan kami mau datang dan makan Sinonggi lagi.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H