Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pala, Komoditas Menjanjikan dari Area Perhutanan Sosial di Kabupaten Soppeng

22 Juli 2024   21:41 Diperbarui: 25 Juli 2024   07:13 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buah Pala (Sumber: dokpri rini)

Dalam hidup manusia selalu ada yang pertama kali dialami. Hal yang pertama dialami, bisa jadi merupakan hal biasa yang sudah dialami berkali-kali oleh orang lain. 

Oleh karena itu, istimewa bagi kita, belum tentu istimewa bagi orang lain. Itu hal yang wajar karena pengalaman hidup masing-masing orang pastilah tak sama.

Seperti saat saya menulis tentang usaha pembuatan batu bata di sini, itu merupakan kali pertama saya mengetahui langsung usaha batu bata dan juga melihat proses pencetakan batu bata. 

Tetapi beda dengan salah satu teman saya yang membaca tulisan saya tersebut dan komen: kamu benar-benar baru pertama ini tahu tentang usaha batu bata?

Kali ini saya menulis juga hal yang pertama saya alami, yaitu pertama kali melihat langsung buah pala di pohonnya. Hayo, siapa yang belum pernah melihat buah pala langsung dari pohonnya?

Pala yang saya tahu adalah dalam bentuk bumbu dapur, rempah pala biasa dipakai untuk bumbu sup daging atau semur. 

Olahan pala lainnya yang saya tahu adalah manisan pala yang dulu sering saya dapat sebagai oleh-oleh dari Bogor atau Manado. Tapi buah pala segar yang masih nempel di pohonnya? 

Ya baru kali ini, tepatnya saya melihatnya di Dusun Jolle, Desa Umpungeng, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan.

Dusun Jolle merupakan salah satu lokasi Perhutanan Sosial di Kabupaten Soppeng. Saya datang mengunjungi dusun tersebut dalam rangka tugas kantor untuk mewawancarai ketua KTH Paonge, Kelompok Tani Hutan yang mengelola kawasan hutan di sana. 

Wawancara yang saya lakukan terkait dengan uji terap Standar Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Usaha dan Kegiatan Perhutanan Sosial: Agroforestri.

Program Perhutanan Sosial memungkinkan petani yang tergabung dalam KTH Paonge, diberikan akses legal mengelola hutan dan dapat memungut hasil hutan di sana. Pola penanaman pada lahan yang dikelola petani biasanya secara tumpangsari/agroforestri. 

Pola agroforestri memungkinkan petani untuk hidup dari hasil hutan, karena pola tersebut mengakomodir adanya komoditas yang dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang, menengah dan pendek. Salah satu hasil hutan yang cukup potensial di Dusun Jolle adalah tanaman pala.

Pala (Myristica fragrans) adalah tumbuhan asli Indonesia, tepatnya berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Sejak dahulu, pala telah menjadi komoditas perdagangan yang penting. 

Karena banyak disukai orang, maka tanaman pala juga akhirnya ditanam di berbagai wilayah atau negara yang memiliki iklim tropis seperti Guangdong dan Yunan di Cina, Taiwan, Malaysia, Grenada di kepulauan Karibia, Kerala di India, Sri Lanka, dan Afrika Selatan.

Adapun di negara asalnya yaitu Indonesia, pala tersebar di kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, NAD, Jawa Barat dan Papua. Indonesia memasok 60% total kebutuhan pasar pala dunia, lho. Hebat, kan? 

Saat ini salah satu sentra produksi pala adalah di Jawa Barat dengan Sukabumi dan Bogor merupakan wilayah dengan produksi pala terbesar. 

Wah, makanya saya sering dapat oleh-oleh manisan pala dari Bogor. Rupanya memang di sana pusatnya manisan pala. Banyak terdapat industri pengolahan pala  baik menjadi manisan pala ataupun minyak atsiri di Jawa Barat.

Buah pala yang baru saya lihat secara utuh untuk pertama kalinya kemarin itu, berbentuk lonjong bulat seperti duku. Warnanya juga tak jauh berbeda dengan duku atau langsat, yaitu kuning gading. 

Yang dimanfaatkan dari buah pala ini adalah daging buahnya (yang diolah menjadi manisan), biji pala (yang dipakai sebagai bumbu rempah) dan fuli atau serabut merah yang membungkus biji pala (dipakai untuk bahan pembuatan minyak atsiri).

Buah pala dipanen pertama kalinya saat pohon berumur 7-9 tahun setelah ditanam. Produksi maksimum dicapai saat pala berusia 25 tahun. Setelahnya pohon pala tetap akan berproduksi hingga ratusan tahun. Setiap tahunnya, buah pala dapat dipanen tiga kali yaitu awal musim hujan, pertengahan dan di akhir musim hujan.

Harga biji pala kering bervariasi tergantung dari kualitasnya, namun rentangnya antara 100 -- 300 ribu per kilonya. Dengan harga yang menjanjikan, petani giat menanam pala dengan harapan dapat menjual buah dan bijinya dengan harga tinggi, untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Rimbun buah pala yang mengintip di balik dedaunan, berayun ditiup angin yang lewat. Saya pun beranjak dari areal Perhutanan Sosial di Dusun Jolle karena tugas saya mewawancarai petani sudah usai. 

Dengan senyum dan jabat tangan, saya tinggalkan Pak Tangsi, sang ketua KTH Paonge yang masih berdiri tegak menatap rimbun daun dan buah pala yang menjanjikan harapan. Semoga harga pala stabil dan para petani dapat memperoleh keuntungan yang maksimal. Aamiin yra.

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Pala 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun