Rabu, 17 Juli 2024, saya dan dua rekan kantor berangkat tugas ke Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Kami berangkat dengan kendaraan kantor plat merah dengan rute: Makassar-Maros-Pangkep-Barru-Soppeng.
Awalnya kami berdiskusi sebaiknya lewat mana karena ada dua jalur yang bisa ditempuh yaitu lewat Bone atau Barru. Perjalanan lewat Bone dihindari karena ada daerah yang ditengarai masih macet sebab perbaikan jalan.Â
Perjalanan lewat Barru akhirnya dipilih, walaupun teman yang pegang setir sempat bilang:
"Lama saya nggak lewat sini (Barru) karena seingat saya dulu rusak jalanan."
Saya yang duduk di sampingnya hanya mengangguk, mengingat sepanjang perjalanan, kondisi jalan cukup normal. Hingga kami sampai di wilayah Bulu Dua. Ini adalah daerah pegunungan dengan udara sejuk, jalanan agak berkelok, tapi sepi kendaraan.
Tepat di Bulu Dua ada sebuah tempat wisata dan beberapa tempat makan. Kami tidak singgah karena kami sudah makan siang di Barru.
Selepas Bulu Dua, jalan masih sepi, tapi kondisinya mulai berlubang. Pada satu titik, teman yang bawa mobil berusaha menghindari lubang yang cukup besar, tapi akhirnya terpaksa melaluinya dengan agak banting setir ke kiri karena ada kendaraan dari depan melaju di sebelah kanan.Â
Saya merasa guncangan yang cukup kencang dan merasa ada yang salah dengan ban kanan belakang mobil. Sekilas saya tadi juga sempat melihat bahwa lubang yang kami lalui tidak rata dan ada bagian runcingnya.
Tak lama teman saya berhenti.
"Kena ban depan, Mbak."
"Kenapa perasaanku ban belakang, ya?" tanya saya.
Kami bertiga pun turun. Kondisi ban kanan depan ternyata benar-benar mengenaskan. Ban bagian bawah kempes seperti kena robekan yang besar.
Kami hanya bertiga, yang dua emak-emak tak paham permontiran. Kondisi jalan sepi, kendaraan yang lewat hanya 1-2 dengan kecepatan yang cukup tinggi. Â Teman lalu mengambil peralatan untuk mengganti ban dengan ban serep.
"Minta tolong bapak itu saja," usul saya melihat seorang bapak sedang di depan rumah tak jauh dari mobil kami.Â
Saya juga mengusulkan agar mobil kami dimasukkan ke halaman rumah bapak itu. Agar ban bisa diganti dengan tenang. Tapi menurut si bapak dan teman saya, itu akan membuat ban yang rusak makin parah.
Akhirnya teman dengan dibantu bapak itu, mencoba mengganti ban. Cukup lama juga mereka bekerja. Kalau dipikir-pikir, tanpa bantuan bapak itu, permasalahan ban yang robek  tidak akan tertanggulangi dengan cepat.
Saat ban sudah berhasil dipasang, si bapak membantu sampai ban yang robek dipasang kembali di bagian bawah mobil. Intinya dia membantu secara paripurna.
Si bapak juga menolak uang yang diberikan teman sebagai ucapan terima kasih. MasyaAllah...terima kasih, Pak. Semoga Allah membalas kebaikan bapak.
Mobil kami kembali jalan menuju kota Soppeng. Saya wanti-wanti ke teman agar pelan-pelan saja. Kami sampai di pusat kota dan hendak mencari hotel, tapi kami mau singgah dulu ke Taman Kalong, taman fenomenal yang banyak pohon-pohon dengan ribuan kalong alias kelelawar di atasnya.
Tiba-tiba teman merasa ada yang salah dengan mobil kami dan menghentikan mobil tepat di depan Kantor Camat. Kami turun dan melihat bahwa ban belakang kanan ternyata mengalami kempes yang sama dengan ban depan kanan tadi.
Â
Bingung mau bagaimana, karena mobil tidak bisa bergerak. Teman menelepon penanggungjawab kendaraan di kantor. Lalu dapat acc untuk beli ban baru.Â
Kami berembug...belum ada gojek atau grab di Soppeng dan kami tidak tahu jalan. Saya minta teman mencari bengkel atau toko ban di internet, lalu coba menelepon nomornya.
Alhamdulillah setelah berusaha, ada satu yang respons. Teman menjelaskan kondisi kami dan meminta orang tersebut untuk datang melihat dulu kondisi ban.
Â
Tak lama orang dari bengkel datang dengan mengendarai motor, lalu mengecek ban. Ia membantu teman untuk melepas ban dengan dongkrak. Ban itu lalu ia bawa pergi ke bengkelnya  untuk diperiksa.Â
Kami duduk menunggu di depan Kantor Camat. Tak lama orang bengkel tadi melakukan video call dengan teman saya. Ia menunjukkan ban sedang diairi untuk melihat tingkat kebocoran.Â
Kesimpulannya, kami tak perlu beli ban baru. Cukup dipress dari bagian dalam, dengan biaya Rp70.000.
Kami menunggu sambil jalan-jalan ke Taman Kalong, yang terletak pas di seberang Kantor Camat. Kami melihat-lihat kelelawar yang bergelantungan di atas pohon. Kalong atau kelelawar yang berdiam di pusat kota, merupakan kekayaan Soppeng yang tak akan ditemui di tempat lain. Sangat menakjubkan.
Hari sudah beranjak senja ketika ban kami datang dan langsung dipasang. Alhamdulillah kami melanjutkan perjalanan mencari hotel untuk bermalam.
Hari itu kami bertemu dengan dua orang baik, yang karena keduanyalah urusan kami menjadi lancar.Â
Yang pertama bapak yang membantu mengganti ban depan, yang kedua bapak yang memperbaiki ban belakang. Kalau dipikir bapak pertama punya hak untuk menolak memberi kami pertolongan, tapi dia memilih untuk membantu. Adapun bapak kedua, dia bisa saja bilang kalau kami harus ganti ban...agar ia bisa menjual ban kepada kami. Ban harganya tentu jauh lebih mahal dari sekadar biaya reparasi Rp70.000.
Hidup di dunia ini harus saling tolong menolong. Bapak yang menolong memasang ban, tanpa pamrih menolong kami, tidak mau menerima uang dari kami. Mungkin beliau paham, bahwa hakikat tolong-menolong adalah, suatu saat balasan pertolongan yang kita berikan akan datang dari arah yang tidak disangka-sangka.Â
Demikian juga dengan bapak yang kedua, ia tidak aji mumpung mengambil keuntungan saat kami betul-betul membutuhkan solusi terkait ban. Ia adalah orang yang sederhana, selalu merasa cukup dan tak mau mengambil yang lebih dari porsinya.
Barang siapa yang memudahkan urusan orang lain, maka ia juga akan dimudahkan. Terima kasih, kepada dua orang baik di Soppeng.Â
Lemah teles, Gusti Allah sing mbales.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H