Indonesia dengan keanekaragaman budayanya, memiliki banyak kisah-kisah legenda lokal yang jarang diketahui orang banyak. Setiap daerah memiliki kisah sejarahnya sendiri, memiliki aturan lokal dan pantangan.Â
Ada pengetahuan-pengetahuan lokal yang jika diabaikan, menyebabkan persoalan di kemudian hari. Percaya tidak percaya, namun kejadian demi kejadian membuktikannya.
Nun di sebuah desa di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di Desa Bukit Harapan, Kecamatan Gantarang, terdapat sebuah kelompok masyarakat sekitar hutan yang mengelola kawasan hutan di sana.Â
Kelompok masyarakat itu adalah Kelompok Tani Hutan (KTH) Buhung Lali, sebuah Kelompok Perhutanan Sosial  (KPS) dengan skema Hutan Kemasyarakatan (HKm).Â
KTH Buhung Lali dipimpin oleh ketuanya yang bernama pak Tamrin, seorang ketua yang cerdas dan memiliki keterampilan berkomunikasi di atas rata-rata.
Artikel ini bukan hendak membahas kiprah pak Tamrin dalam memimpin kelompoknya, mungkin lain kali saya akan bercerita mengenai hal itu. Kali ini saya ingin bercerita tentang asal muasal nama kelompok yang ternyata diambil dari nama sumber air berupa sumur yang ada di Desa Bukit Harapan, sumur  Buhung Lali.
Buhung artinya sumur dan Lali artinya panjang. Sumur yang tidak pernah kering ini terdiri dari tiga sumur yang sudah dibeton. Masyarakat setempat percaya bahwa sumur ini sangat panjang dan ujungnya menuju laut.
Pak Tamrin mengatakan, "Kapan ada orang terjun ke dalam sumur tersebut, dia akan ditemukan di laut."
Dalam perjalanan menuju kawasan Perhutanan Sosial (PS) tempat kelompok pak Tamrin bekerja, kami singgah di sumur buhung lali. Saya waktu itu berdua dengan Sri, teman kantor, dan tiga orang pendamping PS dan penyuluh.
Saat mendatangi sumur yang juga dipercaya sebagai sumur jodoh itu, jika itu adalah untuk pertama kalinya, maka ada semacam ritual yang harus kita lakukan.